Pendidikan hadap masalah diyakini dapat membuat murid lebih berfikir secara luas dan berpendapat sesuai pandangannya.
Ini tentang buku yang dapat mengantarkan kita untuk berfikir kritis. Buku tentang sebuah khasanah baru untuk teori pendidikan kritis di era 1970-an. Yang di pelopori oleh seorang doktor filsafat pendidikan.
Ia sukses dengan metode pemberantasan buta huruf, yang juga menguatkan pendidikan politik di kalangan petani Brasil. Membahas masalah sentral manusia yaitu humanisme, sebuah hal yang harus di perjuangakan oleh setiap individu.
Karena sejatinya setiap manusia dapat menciptakan keadilan untuk dirinya sendiri tanpa pergi ke surga Paulo Freire menjelasakan secara rinci apa itu tertindas secara maknawi dan mindset.
Serta membangkitkan sebuah kesadaran untuk berubah atau bertindak bagi mereka kaum tertindas. Penindasan yang dideskripsikan sebagai usaha dehumanisasi terhadap kaum lemah. Dan berlaku sebaliknya bagi ketertindasan.
Merambat ke sebuah penindasan gaya baru yang sering terjadi dirana Pendidikan. Gaya penindasan ini kurang disadari bagi mereka yang tertindas maupun yang menindas dikarenakan tertutup rapi dengan kebiasaan dan kultur yang sudah mandarah daging.
Bahwasanya guru bersikap seperti penghibah atau pemberi ilmu dan murid malah di ubanya layaknya sebuah bejana bejana kosong untuk didisi oleh guru. Semakin penuh dia mengisi bejana -bejana itu, maka semakin baik pula seorang guru. Semakin terisi penuh bejana-bejana itu maka makin dipandang pandai dan baik pula dia sebagai murid.
Dan gaya Pendidikan tersebut Paulo menyebutnya dengan Pendidikan “gaya bank” yang memiliki beberapa relalitas sebagai berikut: guru mengajar, murid diajar; guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa; guru berpikir, murid di pikirkan; guru bercerita, murid patuh mendengarkan.
Masih ada lagi: guru menentukan peraturan, murid di atur; guru memilih dan memaksakan pilihanya, murid menyetujui; guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya; guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
Guru adalah subjek dalam proses belajar, murid adalah objek belaka.
Pendidikan gaya bank adalah sebuah penddikan yang di anggapan sebagai Pendidikan yang dapat mematikan kekreatifitasan murid serta membelenggu murid untuk berfikir kritis.
Oleh sebab dari Pendidikan gaya bank ini akan adanya suatu dikotomi antara manusia dengan dunia: manusia semata-mata ada di dalam dunia, bukan bersama dunia atau orang lain; manusia adalah penonton, bukan pencipta.
Paulo Freire menawarkan solusi atas realitas hari ini, yaitu sebuah pendidikan hadap masalah, yang menolak hubungan vertical dalam pendidikan gaya bank, Pendidikan hadap masalah ini diyakini dapat membuat murid lebih berfikir secara luas dan dapat berpendapat sesuai pandangannya.
Dan alhasil guru tidak lagi menjadi orang yang mengajar dan penghibah illmu tetapi lebih ke orang yang membimbing murid dalam menemukan jawaban dan sebagai penuntun murid untuk mengembangkan potensi dan intelektulnya.
Dalam pendidikan hadap masalah, tidak ada orang mengajar orang lain, atau orang yang mengajar diri sendiri. Manusia saling mengajar diri sendiri.
Manusia bisa saling bertukar pikiran bertukar pendapat dan dari gagasan ini manusia lebih berfikir kritis karna seringnya mereka berusaha dalam menghadapi sebuah masalahnya sendiri.
Dalam buku ini Paulo juga menjelasakan tentang tingkatan kesadaran yang terdiri dari; Kesadaran magis, Kesadaran naif, dan kesadaran kritis.
Dan dapat disimpulkan bahawa buku Pendidikan kaum tertindas ini mengajarkan kita tentang kebenaran sebuah kependidikan dan menyadarkan kita tentang realitas Pendidikan saat ini yang harus diperbaiki bersama.
Belajar berfikir kritis Bersama buku Pendidikan kaum tertindas
Judul buku : Pendidikan kaum tertindas
Pengarang : Paulo Freire
Halaman : 217
Tahun terbit : 2017