Di level nasional dan internasional, Bojonegoro dikenal sebagai kota berminyak. Ya, ini bukan soal wajah. Tapi soal potensi alam. Kamu harus tahu bahwa Sumber Daya Alam minyak dan gas bumi di Bojonegoro telah mengubah banyak hal tentang kota yang dulu identik dengan banjir itu.
Anak-anak milenial kayak kamu, meski kadang suka cuek dan nggak mau tahu, kali ini harus tahu apa saja fakta minyak dan gas (Migas) di Bojonegoro. Sebab kelak, masa depan Kota Bojonegoro ada di tangan kamu lho. Jadi, saat ini, kamu harus tahu fakta tentang potensi Migas di Kota Bojonegoro.
Apa potensi Migas benar-benar memberi manfaat positif bagi masyarakat Bojonegoro, atau sekadar proyek formal pantes-pantesan aja? Nabs, berikut 5 fakta penting yang harus kamu tahu tentang Bojonegoro sebagai Kota Migas.
1. Bojonegoro punya 7 Lapangan Migas
Bojonegoro disebut sebagai kota minyak. Setidaknya, ada 7 lapangan migas yang sudah dieksplorasi. Antara lain Lapangan Minyak Banyu Urip, Lapangan Minyak Kedung Keris, Lapangan Gas Jambaran-Tiung Biru, Lapangan Minyak Sukowati, Lapangan Alas Tua Timur, Lapangan Alas Tua Barat, dan Lapangan Cendana di Kecamatan Padangan. Selebihnya Lapangan Minyak Sumur Tua di Wonocolo dan Kedewan.
Namun belum semua lapangan ini berproduksi. Baru Lapangan Banyu Urip, Sukowati, dan Jambaran-Tiung Biru yang sudah berproduksi. Bahkan Lapangan Banyu Urip merupakan penemuan minyak terbesar di Indonesia circa dua dekade terakhir.
Sedangkan Lapangan Jambaran-Tiung Biru merupakan lapangan gas. Beroperasi sejak 2021 dengan target produksi sebesar 315 juta kaki kubik gas per hari. Cadangan gas di lapangan ini diperkirakan sebesar 2,5 triliun kaki kubik. Dengan hasil gas sebanyak ini, hingga tahun 2035, negara diproyeksikan mendapat penghasilan sebesar $3,61 miliar atau setara Rp 52 triliun (saat kurs 1 dolar sama dengan Rp14.500,-).
2. Hampir 30 persen Produksi Minyak Nasional Berasal dari Bojonegoro
Pada 2019 lalu, Pemerintah Republik Indonesia menargetkan produksi minyak nasional sebesar 775 ribu barel per hari. Bojonegoro sendiri produksi minyak mentahnya sejak beberapa tahun terakhir rata-rata hampir 230 ribu barel per hari.
Kontribusi terbesar datang dari Lapangan Minyak Banyu Urip, sebesar 220 ribu barel. Sedangkan dari Lapangan Minyak Sukowati yang dikelola Pertamina EP Aset 4, pada tahun ini, menghasilkan sekitar 5 ribu barel minyak setiap harinya. Kedua Lapangan inilah yang selama ini berproduksi besar. Selain lapangan minyak yang dikelola warga di sumur tua Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan.
3. Perolehan Uang Bojonegoro dari Migas Tahun 2019 Mencapai Lebih dari Rp2.200 Miliar
Produksi besar, tentu penghasilan besar. Pada 2019, Bojonegoro mendapat transferan dana sebesar Rp2.2 triliun dari Kementrian Keuangan RI. Dana Bagi Hasil Pertambangan Minyak Bumi tersebut masuk ke dalam rekening Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tahun 2019 dari perolehan negara pada tahun 2018. Kementrian Keuangan mencatat bahwa Kabupaten Bojonegoro sebagai penerima terbesar dibanding daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.
Pendapatan sebanyak itu diharapkan bisa memberikan kontribusi positif di masyarakat. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro bisa melakukan pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia dengan leluasa. Apalagi jika ditambahkan dengan pendapatan pajak dan lain-lain, total Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah Kabupaten Bojonegoro tahun ini mencapai Rp7.1 triliun. Waw!
Semoga semua masyarakat Bojonegoro bisa merasakan manfaatnya ya, Nabz.
4. Mulut sumur Blok Cepu ada di Bojonegoro
Lapangan Banyu Urip yang berada di Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, merupakan bagian dari Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu. Meskipun namanya Blok Cepu, tapi wilayahnya meliputi Kabupaten Blora, Bojonegoro, dan Tuban. Bahkan konon katanya kolam reservoar minyak di bawah tanah, lokasinya berada hingga ke Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora.
Warga Bojonegoro beruntung karena mulut sumurnya ada di wilayah Kabupaten Bojonegoro. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004, kondisi ini menjadikan Bojonegoro mendapat porsi yang besar dari perolehan produksi. Tak heran jika DBH-nya juga besar. Begitu pula jatah investasi daerah Bojonegoro, lebih besar dari Blora, Provinsi Jatim, dan Jateng.
5. Bojonegoro punya Saham di Blok Cepu
Ketika menemukan cadangan minyak di suatu lapangan, Pemerintah akan mengundang investor. Kenapa tidak dikelola sendiri oleh Pemerintah? Karena bisnis migas ini biayanya besar, resiko ruginya pun besar. Sehingga Pemerintah tidak mau mempertaruhkan uang rakyat untuk bisnis yang belum tentu menguntungkan.
Nah, supaya tidak semuanya dikuasai investor swasta, maka Pemerintah menyertakan Badan Usaha Milik Negara, yaitu Pertamina. Selain itu, supaya daerah pemilik wilayah juga memiliki andil pengelolaan, maka negara memberi jatah saham sebesar 10 persen.
Aturan ini tertuang dalam Undang-undang No.22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Pasal 34 Peraturan Pemerintah No.35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Jatah 10 persen tersebut dibagi kepada Provinsi Jateng, Blora, Bojonegoro, dan Provinsi Jatim. Keempat Pemerintah Daerah ini bergabung dalam Badan Kerja Sama (BKS) PI Blok Cepu.
Kepemilikan saham Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sebesar hampir 5 persen di Blok Cepu, diwakili oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), PT Asri Dharma Sejahtera (ADS).
Nabs, itu tadi 5 fakta penting yang harus kamu tahu tentang status Bojonegoro sebagai Kota minyak dan gas (Migas). Masyarakat Bojonegoro tentu mendapatkan banyak manfaat dari status sebagai Kota Migas kan, Nabs?