Warung kopi tempat terbaik meningkatkan literasi. Itu jadi dasar Noor Rahmat Mubaraq mendirikan Angkringan Maiyah di Kecamatan Purwosari, Bojonegoro. Tidak hanya menyediakan kopi, tapi juga budaya literasi.
Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis.
Menurut beberapa penelitian, tingkat literasi di Indonesia masih rendah. Penelitian yang dilakukan Programe for International Student Assessment (PISA) pada 2012, budaya literasi Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 65 negara.
Data yang dirilis Unesco juga menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Unesco menyebut jika dari 1.000 orang, hanya 1 orang Indonesia saja yang memiliki minat baca.
Rendahnya literasi di Indonesia membuat Pemerintah ikut campur tangan. Beberapa program mulai dikembangkan seperti Gerakan Literasi Nasional, Gerakan Indonesia Membaca, hingga Gerakan Literasi Sekolah. Program-program tersebut diharap mampu tingkatkan budaya literasi sekaligus minat baca di Indonesia.
Upaya meningkatkan budaya literasi di Indonesia juga dilakukan pihak-pihak non lembaga secara kultural di berbagai daerah. Tak terkecuali di Bojonegoro. Cara dan bentuknya pun bermacam-macam.
Satu contohnya dilakukan Noor Rahmat Mubaraq. Pemuda Purwosari tersebut mendirikan warung kopi sekaligus lapak baca gratis yang ia namai Angkringan Maiyah.
Angkringan Maiyah adalah nama warung kopi milik pemuda yang biasa dipanggil Baraq tersebut. Lokasinya berada di Desa Punggur, Kecamatan Purwosari, Bojonegoro.
Penggunaan nama Maiyah pada warkop miliknya karena Baraq sangat mengidolakan Emha Ainun Najib atau Cak Nun. Lewat Cak Nun dan jamaah Maiyah pula, ide membuat warkop sekaligus lapak baca ini tercetus.
Di warkop tersebut, pengunjung bisa membaca puluhan buku sambil menikmati kopi atau minuman lainnya. Jenis bukunya pun bermacam-macam. Mulai dari buku biografi, novel, fiksi hingga buku motivasi.
Menurut Baraq, tujuan utama mendirikan Angkringan Maiyah ini adalah meningkatkan minat baca masyarakat di desanya. Supaya, pemuda setempat tak hanya sibuk bermain game di smartphone-nya saja.
“Saya ingin mengembalikan lagi minat baca masyarakat. Karena ilmu adalah cahaya dan buku adalah sakelarnya,” ujar penggila klub Lazio tersebut.
Tak mudah mendirikan Angkringan Maiyah ini. Baraq harus mengumpulkan buku terlebih dahulu. Beruntung bagi Baraq, banyak teman yang menyumbangkan buku untuk warung kopinya. Jika ditambah dengan buku koleksi pribadinya, ada sekitar 40-an judul buku yang dapat dibaca di Angkringan Maiyah.
Meski belum lama berdiri, Angkringan Maiyah milik Baraq sudah sering didatangi warga dan masyarakat setempat. Selain untuk ngopi, pengunjung yang datang juga kerap membaca buku yang disediakan oleh Baraq.
Pengunjung pun tak hanya dari satu golongan. Tua, muda, pelajar hingga yang sudah berkeluarga pun sering terlihat ngopi sambil baca buku di tempat tersebut. Jenis buku yang menjadi favorit di Angkringan Maiyah sendiri adalah biografi.
“Yang datang untuk ngopi merata dari segala usia. Kalau yang paling diminati itu buku biografi,” ungkap pemuda kelahiran 1991 itu kepada Jurnaba.co
Usaha Baraq meningkatkan minat baca di desanya akan terus dilanjutkan. Rencana ke depan, Ia ingin membuat rak buku sekaligus mencari donatur yang mau menyumbangkan buku ke Angkringan Maiyah miliknya.
Apa yang dilakukan Noor Baraq adalah satu di antara banyak cara meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia. Memadukan kopi dan buku adalah cara yang tepat untuk menggalakkan budaya literasi. Cara kecil yang bisa saja menghasilkan sesuatu yang besar.
Yuk Nabs, jangan lupa baca buku dan selalu tingkatkan budaya literasi di daerahmu!