Tentang menulis dan penulis yang menggerakkan.
Pasal pertama, entah disebut penulis atau bukan, aku setiap harinya menulis. Tulisanku bukan untuk aku posting di media yang bersifat publik atau semua orang dapat membacanya, namun hanya untuk orang yang aku kenal atau aku mengenalinya.
Terlebih, sebagian besar tulisanku lebih banyak aku endapkan untuk konsumsiku pribadi, untuk orgasmeku; aku menulis sendiri, aku baca sendiri, dan aku nikmati sendiri. Aku menulis sebatas tulisan ringan yang sebagian besar aku taruh di catatan ponsel.
Pasal kedua, berdasar latar belakang dari ilmu murni sejarah, pada mulanya aku pembenci karya fiksi. Pada mulanya bisa disebut aku adalah pembenci fiksi garis keras, karena fiksi bagiku hanyalah takhayul, tak lebih dari itu, begitu prinsipku waktu itu.
Namun lambat laun aku menemukan tulisan soal fiksi yang bisa kuibaratkan: lagek njebur, langsung teles kebes. Tulisan dan karya orang itu yang membimbing dan menawanku untuk menulis setiap harinya.
Pasal ketiga, dalam menulis atau membaca, maupun sebagai penulis atau pembaca, suatu wujud yang perlu dan tentu dibutuhkan adalah, menikmati karya tersebut.
Dan karya-karya buku yang aku nikmati dan mempengaruhi gaya dan caraku dalam menyampaikan tulisan –entah cerita, essay, atau lainnya– salah satunya terdapat pada seorang penulis tersebut.
Penulis idola yang dengan karyanya mampu membuatku tergerak dan mencintai apa itu sebuah tulisan, penulis yang aku idolakan sejak ‘dari saat membaca pertama kali karyanya’ hingga sampai saat ini.
Dalam pasal-pasal tentang kenikmatan membaca dan menulis, terdapat sosok yang mampu memicu tertawan untuk harus mengoleksi dan mengkonsumsi karya-karyanya, adalah Puthut EA.
Dialah yang menciptakan tulisan sampai menusuk sanubari, relung hati, dan seisi kalbu. Dasar lelaki cengeng, terlalu puitis, bodoh!. Eits, sebentar. Untuk apalah nama atau julukan yang apapun itu, aku tidak peduli dan tidak perlu aku gubris, hidup terlalu singkat untuk menggubris perkataan orang lain, Bung!.
Atau yang lebih relevan, semalam alias kemarin malam aku berjumpa dengan penulis idolaku tersebut di salah satu tempat di Surabaya. Sesungguhnya, ini pertemuan yang kedua. Yang pertama, saat dia sambang di Bojonegoro dua tahun silam.
Bayangno kui, Cuk!, sebagai seorang dengan keseharian menulis, berjumpa dengan penulis idola!, bisa diibaratkan seorang penggemar bola berjumpa dengan pemain bola idola, atau seorang penggemar badminton berjumpa dengan pemain badminton idola. Bayangno, ojo nek mbayang ae !
Terlebih, aku tak hanya berjumpa, namun juga saling silang tanya-jawab, bercengkrama, bahkan namaku disebut diantara para hadirin yang datang!, eits belum cukup, aku juga bersandingan, bersebelahan, foto bersama, bahkan dirangkulnya!, terlebih lagi, dia menerima dengan hangat hasil gambarku yang baru aku gambar waktu sore harinya.
Bagaimana.., untuk kalimat sepuitis tadi belum cukup bukan, untuk menggambarkan pelampiasan perasaan yang begitu menggelegar-gelegar seperti itu.
Singkatnya, Puthut EA adalah penulis idolaku dari sejak aku mengetahui tulisannya hingga saat ini. Beberapa karya penulis ternama atau penulis favorit dari kawan-kawanku seringkali disodorkan padaku. Namun, aku tetap menyanggah bahwa Puthut EA sebagai penulis idolaku.
Dan (spe)sialnya, aku baru berjumpa semalam alias kemarin malam. Beberapa unek-unek yang ingin aku salurkan terwujud malam itu, bahkan lebih dari (unek-unek) itu. Sehingga membuat malam mampu menjadi begitu ‘khusuk’ dan ‘mabuk’ untuk tenggelam bersama sang penulis idola.
Puas?, gembira?, lebih dari sekadar puas dan gembira; dan kata ‘puas dan gembira’ aku rasa seolah hanya seperseribu dari debu untuk mengungkapkan kata yang tepat.
Tulisan ini saya beri judul Bab Khusus, Tentang Tulisan, Untuk Puthut karena terinspirasi dari bagian buku dengan sub judul: Bagian Khusus, Tentang Kamu, Untuk Kamu. Hehe
Agustus, 2019