“Laki-laki sejati tidak menangis, tapi dalam hatinya berdarah. Malam ini, izinkan saya jadi laki-laki sejati dengan tidak banyak berbicara, tapi hatinya berdarah,”
Kalimat tersebut meluncur dari mulut Bambang Pamungkas pada Selasa (17/12/2019). Saat itu Bepe — sapaan akrab Bambang Pamungkas — mengucap salam perpisahan pada laga kandang terakhir Persija di Jakarta untuk musim 2019.
Salam perpisahan memang selalu melankolis. Selalu memendam kesedihan yang amat eksotis. Ia lahir dari perasaan tegar bercampur getir yang terus bergetar. Ia lahir dari kesedihan juga kedewasaan, kebijaksanaan.
Kontrak Bambang Pamungkas dengan Persija memang berakhir pada 2019 ini. Bepe tak memperpanjang kontraknya. Ia memilih untuk gantung sepatu di usia 39 tahun.
Jalan panjang pemain bernomor punggung 20 ini bersama Persija Jakarta akhirnya menemui babak akhir.
Bambang Pamungkas memang jadi ikon Persija Jakarta. Persija jadi klub terlama yang pernah dibela jebolan diklat Salatiga Jawa Tengah tersebut. Dua gelar Liga Indonesia jadi persembahan manis Bambang kepada Macan Kemayoran.
Saking ikoniknya, ada analogi yang berbunyi; Persija adalah Bambang Pamungkas dan Bambang Pamungkas adalah Persija. Lebih dari itu, bahkan, Bepe menjadi pemain paling kharismatik yang pernah dimiliki Timnas Indonesia.
Dipuja dan Disakiti
Tak melulu cerita indah yang datang dari Bambang Pamungkas dan Persija. Ibarat sebuah hubungan, ada masa-masa sulit yang harus dilewati Bepe saat masih berseragam orange dan merah Persija.
Dalam pidato singkatnya di pertandingan terakhir Persija di Jakarta, Bepe mengatakan jika di Persija Ia mendapatkan segalanya. Dari trofi Liga Indonesia, serta gelar top skor dan pemain terbaik. Namun di Persija pula Bambang pernah patah kaki dan patah hati karena dicap pengkhianat oleh suporter Persija sendiri.
Bepe memang pernah dicap sebagai pengkhianat oleh para pendukung Persija. Itu terjadi setelah Bambang memilih hengkang ke Pelita Bandung Raya pada Desember 2013 lalu. Ia meninggalkan Persija. Klub yang lebih dari satu dekade dibelanya.
Keputusan tersebut mematahkan hati suporter Persija, Jakmania. Kepindahannya ke Bandung membuat Bambang langsung dicap sebagai pengkhianat.
Namun, ada alasan besar di balik keputusan Bambang tersebut. Saat itu, Bambang dan Persija memang lagi berseteru. Pesepakbola kelahiran 1980 tersebut mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap Persija. Itu terjadi setelah gaji Bambang Pamungkas selama berbulan-bulan tidak dibayar oleh manajemen Persija kala itu.
Gugatan itu membuat manajemen Persija geram. Jakmania pun tak habis pikir. Bagaimana seorang pemain yang dianggap sebagai ikon dan legenda, bisa menuntut klub yang membesarkannya. Tapi Bambang tetap teguh pada pendiriannya.
Langkah tak populer itu tetap diambil Bambang Pamungkas. Ia mengedepankan profesionalitas di atas segalanya.
Konsekuensi pun harus diterima Bambang Pamungkas. Ia terpinggirkan dari Persija. Selama hampir setahun penuh, Bepe tak memiliki klub. Itulah mengapa Bepe mengambil keputusan besar dengan menerima pinangan Pelita Bandung Raya pada Desember 2013.
Perpisahan Bepe dan Persija memang tak lama. Pada 2014, Bambang dan Persija CLBK. Ibarat mantan yang tak bisa pindah ke lain hati, Bambang akhirnya kembali ke pelukan Persija Jakarta.
Akhir Kisah Indah Bambang Pamungkas
Pensiunnya Bambang Pamungkas tentu jadi kehilangan besar bagi sepakbola Indonesia. Sosok panutan yang sangat menjunjung tinggi profesionalitas dalam karirnya itu kini telah gantung sepatu.
Tak banyak, bahkan bisa dibilang tak ada pesepakbola Indonesia yang bisa mem-branding dirinya sebaik dan sebagus Bambang Pamungkas. Selain tampil cemerlang di atas rumput hijau, Bepe juga mampu membuat dirinya jadi sosok panutan di luar lapangan.
Pemain yang amat bijaksana, berkharisma, dan sosok pemimpin lapangan yang ideal. Serupa Francesco Totti atau Steven Gerrard-nya Indonesia.
Perjalanan panjang karir Bambang Pamungkas berhenti di musim 2019. Di laga terakhirnya di Gelora Bung Karno Jakarta, Bepe diberi kesempatan untuk mengucapkan beberapa patah kata.
Bepe membuka pidato singkatnya tentang konsep laki-laki sejati. Dalam kesempatan singkat tersebut, dia ingin menjadi seorang lelaki sejati yang sedikit bicara, tidak menangis, tapi berdarah di dalam.
Sedikit bicara, tidak menangis, tapi berdarah di dalam. Hanya lelaki yang bisa melakukan itu, meski tak semua lelaki mampu melakukannya, dan tak semua perempuan tak mampu melakukannya.
Perasaan berdarah di dalam adalah ungkapan kesedihan dan kesakitan paling paripurna. Seperti halnya lelaki yang harus meninggalkan atau melupakan kekasih yang sangat disayanginya, hanya karena suatu alasan tertentu.
Pada akhirnya, segala sesuatu memang bakal menemui titik akhir. Hanya, Bambang Pamungkas menunjukkan pada kita tentang bagaimana menjadi seorang lelaki, tentang bagaimana seorang pemimpin yang mengalami titik akhir sebuah episode kisah dan suasana.
Selamat menikmati hari-hari baru sebagai eks pesepakbola, Mas Bambang Pamungkas!