Awal Desember (3 Desember) ini, identik Hari Difabel Internasional. Nah, pada tahu gak sih, ada sosok ternama dunia yang juga seorang penyandang difabel? Yap, benar sekali. Dia adalah Ludwig van Beethoven. Si dewa musik itu lho, Nabs.
Sebenarnya, ada beberapa sosok ternama dunia yang memiliki keterbatasan atau difabel. Dan Ludwig van Beethoven adalah salah satunya. Komposer, musisi, sekaligus pianis legendaris asal Jerman itu, berkarya dalam kondisi fisik tuna rungu.
Mbah Beethoven dikenal sebagai pianis dan komposer musik yang hidup di abad 18. Banyak sekali karya Beethoven yang terkenal hingga kini. Seperti Simfoni ke-5, Simfoni ke-9, dan yang paling menancap di pendengaran saya: Fur Elise.
Entah kenapa, semasa kanak-kanak, lagu ini terdengar begitu menyeramkan bagi saya. Mungkin gara-gara nonton anime Jepang berjudul Ghost at School. Di salah satu episode anime tersebut, ada adegan di mana piano berbunyi sendiri dengan iringan lagu Fur Elise dari Beethoven. Hmm
Baiklah, balik lagi ke sosok Beethoven. Mungkin banyak yang belum tahu jika karya-karya dari Beethoven diciptakan ketika pendengarannya menghilang. Padahal, pendengaran menjadi modal utama bagi para pemusik untuk menciptakan karya. Tapi tidak bagi Beethoven. Justru, hilangnya fungsi pendengaran mengantarkannya ke puncak kreativitas.
Sebenarnya, Beethoven lahir secara normal. Namun, di usia remaja—sekitar usia 20-an — dia mulai kehilangan fungsi pendengaran. Pada 1817, dia kehilangan pendengaran sepenuhnya. Sejak saat itu, dia jadi suka menyendiri dan temperamen. Mungkin sifat penyendiri dan temperamental itu hadir gara-gara depresi akibat kekurangan yang dialaminya.
Akibat dari kurangnya fungsi pendengaran, dia tidak bisa lagi mendengar dengan baik ketika sedang konser. Dari sinilah kreativitas Beethoven muncul. Dia mulai meracik susunan notasi not balok sampai dia melahirkan sebuah nada yang menjadi sebuah mahakarya teramat besar. Contohnya; Simfoni ke-9, Simfoni ke-5 dan tentu saja Fur Elise.
Kreativitas Beethoven dalam menulis dan meracik not balok menjadi investasi besar bagi dirinya. Dari kekurangan fungsi pendengaran, dia justru menjadi soul linker atau jiwa penghubung bagi komposer di seluruh dunia. Sampai saat ini karyanya pun masih dibawakan, didengar dan dijadikan rujukan oleh banyak orang.
Beethoven menjadi salah satu contoh sosok yang tak menyerah di tengah keterbatasan yang dia miliki. Keterbatasan, bagi Beethoven justru menjadi pemompa semangat untuk mencipta sesuatu yang luar biasa. Buktinya, popularitas Beethoven tetap abadi, tak lekang oleh waktu.
Saya jadi berpikir, jangan-jangan Haji Bolot itu salah satu penggemar berat Beethoven. Buktinya, dia mengambil peran karakter tuli untuk dirinya. Tentu itu peran yang teramat sulit dan tidak mudah lho, Nabs. Dan dari peran tuli tersebut, nama Haji Bolot justru kian dikenal di seluruh Indonesia lewat lawakannya yang khas.
Dari Beethoven sebenarnya kita bisa ambil pelajaran bahwa tuna adalah tunai dengan “i” yang tak tampak. Tidak ada manusia yang nir-kekurangan. Semua pasti memiliki kekurangan. Hanya, tidak semua tahu jika kekurangan itu bisa menjadi senjata ekslusif.
Comments 1