Berikut sebuah ulasan atau resume dari buku karya Umar Maulana dalam forum Jurnalisme Sastrawi dan Bedah Buku di Warkop Semata Bojonegoro.
Nabs, di malam hari, ketika aku sedang rebahan sambil menonton film. Tiba-tiba, si Bahrudin salah satu temanku dari Komunitas Semata memberi pesan via Whats App.
Dia berpesan agar aku menjadi pemantik pada pertemuan bedah buku hari sabtu.
Dan aku memutuskan untuk membedah buku cara berdamai dengan diri sendiri. Alasan memilih buku tersebut karena halaman buku yang tergolong sedikit dan tidak terlalu berat untuk pemula dalam membaca sepertiku.
Karena belum selesai membaca, aku membaca dan mencatat setiap poin-poin penting yang ada di dalam buku tersebut.
Karena aku selalu terbata-bata dalam menerangkan sesuatu karena lambatnya kemampuan berfikirku.
Aku semalaman berlatih berbicara dan merekam setiap perkataanku. Dan mendengarkan apakah suaraku terdengar terbata-bata atau tidak?
Dan poin yang saya baca dan saya latih kurang lebih sebagai berikut:
Pertama, contoh kasus, si pembanding, ya sebenarnya di dalam buku tidak tertulis seperti itu. Tetapi saya menulis seperti itu agar tidak kesulitan dalam mengingat.
Poin tersebut mengisahkan tentang seorang perempuan yang selalu membandingkan keadaan dia dengan lingkungan sekitarnya. Dia dapat bersyukur ketika ia dapat menerima keadaan, dan fokus terhadap apa yanga dapat ia capai. Tanpa membandingkan dia dengan orang lain.
Kedua, Si Menderita. Ini mengisahkan tentang anak yang berasal dari keluarga broken home. Kemudian, dia diasuh oleh ibunya yang penuh kasih sayang. Dan dia tumbuh menjadi pribadi yang tegar. Sampai suatu ketika dia sudah dapat menjalani kehidupan yang lebih baik.
Akan tetapi, tragedi pun terjadi, dia mengalami kecelakaan dan dia kehilangan kedua kakinya. Lantas dia ingat nasihat ayah nya untuk tetap bersyukur dengan apa yang terjadi. Lalu perlahan ia dapat berdamai dengan diri sendiri.
Ketiga, si bucin. Mengisahkan tenteng cinta perempuan yang tidak direstui oleh orang tuanya. Dan dia rela berselisih dengan orang tua dan keluarganya demi lelaki pujaannya.
Lalu, dia sadar dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan petunjuk. Apakah keputusannya sudah tepat atau tidak? Lalu, diapun dapat berdamai dengan dirinya sendiri lagi.
Keempat, si beban ganda. Mengisahkan tentang seorang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai penyiar radio.
Suatu ketika, anaknya sakit dan tidak ada yang merawatnya. Ibu mertuanya menganggap dia ibu yang tidak baik.
Karena kondisi tersebut, dia mengundurkan diri dari pekerjaannya dan fokus untuk merawat anaknya.
Dan berfikir bahwa keputusan yang dia ambil adalah keputusan terbaik.
Kelima, ada Si Ambisius. Mengisahkan tentang seorang anak dengan ambisi yang sangat besar walaupun selalu gagal di setiap prosesnya.
Pada suatu ketika, temannya meraih prestasi yang seharusnya ia raih. Perasaan iri bercampur cemburu bercampur aduk. Lantas ia mencoba untuk mensyukuri dan mengambil hikmah dari kejadian.
Untuk apa kita berdamai dengan diri sendiri ? Ya, pertanyaan itu sering kali ditanyakan oleh sebagian orang.
Pada hakikatnya, berdamai dengan diri sendiri adalah salah satu cara kita untuk mensyukuri dan menerima keadaan diri kita sebagaimana adanya.
Bukan berarti pesimis, tetapi kita mengimprove diri kita agar menjadi lebih baik versi kita, bukan orang lain.
Bagaimana cara untuk berdamai dengan diri sendiri ? Cara yang pertama adalah dengan mengenali diri sendiri bisa dengan mencatat kekurangan dan kelebihan, Nabs.
Selain itu, bisa bertanya kepada support system (orang yang tulus mendukung kita) dan mencoba untuk melakukan meditasi atau serupa hal itu semacam healing.
Nabs, cara yang kedua adalah mengikhlaskan kejadian masa lalu sebagai pelajaran hidup dan belajar untuk tidak mengulang kembali. Dan jangan berfikir kalau Anda adalah korban dari sebuah kejadian masa lalu.
Cara yang ketiga, yaitu fokus dengan apa yang bisa Anda kendalikan. Salah satu di antaranya, berhenti berfikir pendapat orang lain dan pencapaian orang lain.
Cara ke empat, yaitu mencintai Tuhan dan berfikir bahwa yang terjadi adalah kehendaknya untuk kita dapat bertumbuh dan berkembang menjadi orang yang lebih baik, Nabs.
Dengan mencintai Tuhan, kita juga dapat mencintai sesama dengan tulus, tanpa berharap sesuatu dari mereka.