Media sosial (medsos) sudah mendarah daging bagi kehidupan masyarakat digital. Di Bojonegoro, medsos menjadi perhatian utama generasi milenial. Lalu, apa dampak medsos bagi sisi psikologis penggunanya?
Disadari atau tidak, hampir setiap mereka yang memegang smartphone, pasti memiliki akun medsos. Minimal, medsos berbasis cechatingan: WhatsApp. Hebatnya, pengguna medsos tak peduli usia.
Pada survei bertajuk Indonesian News Reading Habits 2017 yang dilakukan DailySosial.id menunjukkan, masyarakat mengkonsumsi berbagai informasi dan berita melalui media sosial.
Survei dilakukan terhadap 1022 responden (diambil dari populasi pengguna smartphone se-Indonesia) tersebut, ditujukan untuk mendapat gambaran umum bagaimana masyarakat Internet Indonesia mengkonsumsi berita dari Internet.
Dari survei tersebut, terlihat betapa media sosial menjadi pusat perputaran informasi. Sarana utama mencari berita didominasi Facebook (70,85%) dan LINE Today (50,64%).
Dari survei tersebut, diketahui bahwa responden lebih banyak membagikan link artikel online via Facebook sebanyak (44.86%) dan WhatsApp Group (28.85%). Sedangkan Twitter hanya (11.76%).
Fakta itu menunjukkan betapa media sosial, dalam hal ini Facebook, Line maupun Twitter, menjadi poros utama persebaran informasi. Terutama bagi mereka yang melek teknologi.
Karena sudah jadi poros utama persebaran informasi, medsos punya dampak besar terhadap sisi psikologis penggunanya. Jadi jangan heran kalau masalah di medsos bisa terbawa ke ranah offline.
Sebuah studi yang terpublikasi di Journal of Preventive Medicine Amerika pada 2017 mensurvei, 7 ribu orang yang berusia 19 hingga 32 tahun yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial, memiliki risiko dua kali lipat mengalami keterkucilan sosial.
Nabs, Para peneliti menyebutkan, menghabiskan waktu lebih banyak di media sosial, dapat menggantikan interaksi tatap muka. Selain itu, juga membikin orang merasa terasing. Sehingga dampak sosial berkurang.
Yang lebih buruk dari itu, tentu masalah kecanduan medsos. Pada 2011, Daria Kuss dan Mark Griffiths dari Universitas Nottingham Trent di Inggris menganalisa 43 studi yang mengkaji masalah kecanduan medsos.
Mereka menyimpulkan bahwa kecanduan medsos merupakan gangguan mental yang “mungkin” membutuhkan perawatan profesional. Tentu, gangguan yang dimaksud, jika sudah pada taraf yang sangat membahayakan.
Salah seorang pengguna medsos Bojonegoro, Ihya Ulumuddin mengatakan, baginya medsos penting. Terutama untuk urusan bisnis. Dia menggunakan medsos untuk urusan bisnis.
“Tentu bagus. Bisa mempermudah kita untuk jualan,” kata Ihya.
Tapi, Ihya juga paham jika penggunaan medsos berlebih akan berakibat buruk. Karena itu, dia, secara pribadi, sangat membatasi penggunaan medsos. Membatasi sekadar pada apa yang diperlukan saja.
Nabs, medsos memang penting. Ia membawa kemudahan dalam berbagai hal. Tak terkecuali urusan bisnis. Tapi, kita tahu, apapun akan berdampak buruk jika dilakukan secara berlebihan. Jadi, gunakan medsos seperlunya ya.