Saat menanam bibit pohon yang mungkin butuh waktu 200 tahun menjadi pohon dewasa, seseorang bisa merasakan indahnya janji masa depan dan hadiah yang akan diberikan pada generasi yang belum lahir.
(Fiona Stafford)
Bojonegoro identik dengan hutan dan pepohonan. Namun, belum banyak — untuk tidak mengatakan tak ada sama sekali — karya seni maupun perhatian khusus pada pohon dan hutan di Bojonegoro.
Fakta itu menunjukkan betapa kesadaran masyarakat akan keberadaan pohon dan hutan masih belum terbangun. Padahal, di luar sana, berbagai macam karya — terutama tulisan— tentang pohon sudah marak bermunculan.
Produser Konten dan Editor Feature BBC, Lindsay Baker dalam sebuah esai-nya menyatakan, sangat banyak karya sastra terinspirasi pohon dan hutan. Bahkan, tema itu sudah bermula sejak abad ke-19 silam.
Dari sekian banyak buku bertema pohon yang kini masih beredar, kata Lindsey, ada satu buku berjudul Arboreal: A Collection of New Woodland Writing — buku ini melibatkan banyak penulis dan membahas pohon secara luas.
Selain membahas sastra, ia juga membahas sejarah, mitologi, serta cerita rakyat yang pernah ada tentang pohon dan hutan. Dalam buku ini, ada esai-esai karya arsitek, seniman, akademisi, hingga penulis yang menceritakan kedekatan mereka dengan pohon dan kawasan hutan.
Kontributornya pun cukup banyak. Antara lain; penyair Zaffar Kunnial, penulis Tobias Jones, Hellen Dunmore, Ali Smith, Germaine Greer, Richard Mabey, hingga banyak lagi yang lainnya.
Salah satu Kontributor Arboreal: A Collection of New Woodland Writing, Fiona Stafford melihat bahwa perkembangan sastra tentang pohon adalah refleksi dari meningkatnya tren penulis baru di bidang alam dan lingkungan.
Penulis The Long, Long Life of Trees itu mengatakan bahwa sebagian besar tema pohon lahir akibat tingginya kepedulian masyarakat terhadap kondisi lingkungan saat ini.
Bagi Stafford, pohon mampu memicu rasa bahagia bagi manusia. ”Pohon membangkitkan segala rasa,” begitu kata dia. ”Baunya segar, ada suara daun gemerisik dan nyanyian burung, ranting pohon juga bertekstur”.
Stafford menyatakan, segala yang berhubungan dengan pohon sangat menarik. Khususnya di kehidupan perkotaan yang modern. Pohon, kata Stafford, membuat kita terhubung dengan sesama. Baik yang hidup di masa sekarang maupun mereka yang hidup di masa lampau, sekaligus di masa mendatang.
Saat menanam bibit pohon yang mungkin butuh waktu 200 tahun menjadi pohon dewasa, kata Stafford, seseorang bisa merasakan indahnya janji masa depan dan hadiah yang akan diberikan pada generasi yang belum lahir.
“Perasaan seperti ini, saya kira menyenangkan hati.” ungkap Stafford.
Tobias Jones, seorang penulis yang juga berkontribusi dalam buku Arboreal: A Collection of New Woodland Writing mengatakan, pohon dan hutan adalah obat sekaligus tempat penyembuhan yang mujarab.
Jones, misalnya, mendirikan sebuah komunitas di Inggris bernama The Windsor Hill Wood — sebuah tempat pengungsian bagi mereka yang sedang bergelut dengan krisis hidup.
Jadi, tidak heran ketika penyair dan filsuf Jerman, Hermann Hesse mengatakan: Pohon adalah tempat menumpang hidup. Dari pohon, kita bisa melatih kepekaan dalam mendengar. Pohon itu rumah. Pohon itu sumber kebahagiaan.
Dalam salah satu bukunya berjudul Trees: Reflections and Poems, Hesse berfilosofi tentang pohon dan mengungkapkan bahwa pohon itu kunci memahami kebenaran, keindahan, rumah, peran, sekaligus juga kebahagiaan.
Nabs, penggunaan pohon sebagai inspirasi karya sastra bukan subjek baru di dunia sastra. Banyak banget penulis, penyair, seniman, hingga filsuf yang terinspirasi keberadaan pohon dan hutan.
Sejak abad ke-19, penyair Inggris John Clare sudah membikin puisi berjudul The Fallen Elm. Melalui puisi itu, John berkisah tentang untung dan rugi industrialisasi dan setiap jengkal hutan yang lenyap. Sedang William Wordsworth, dalam puisi berjudul It Was an April Morning, berkisah tentang keindahan yang dijanjikan pepohonan kala musim semi.
Berbagai contoh di atas menunjukkan betapa pohon dan hutan sangat berperan positif bagi kehidupan. Lalu, bagaimana dengan Kota Bojonegoro yang identik dengan hutan?
Perhatian terhadap pepohon dan hutan di Kota Bojonegoro
Pohon dan hutan sebagai sumber inspirasi karya, memang belum begitu banyak ditemukan di Bojonegoro. Sebab, perhatian masyarakat pada pepohonan pun masih lemah dan perlu dikuatkan.
Secara personal, saya pernah mencoba menulis buku kumpulan esai berjudul Pohon Yang Membaca pada akhir 2016 lalu. Sayang, minimnya materi dan malasnya saya melanjutkan tulisan itu, membikin buku itu tak segera terbit.
Nabs, kini sudah waktunya kesadaran akan manfaat pepohonan dan pengelolaan hutan mulai diprioritaskan. Sebab, — selain urusan kedamaian dan inspirasi —hutan memegang peranan penting bagi kehidupan masyarakat.
Direktur Alas Institute Bojonegoro, Arul Evansyah mengatakan, perhatian terhadap hutan di Bojonegoro memang patut ditingkatkan. Sebab, hutan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Pengelolaan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, kata pria akrab disapa Arul itu, menjadi perkara yang perlu diperhatikan bersama. Baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha.
“Pemanfaatan hutan harus seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan, sehingga hutan tetap dapat dimanfaatkan secara adil,” kata Arul.
Arul menjelaskan, berdasar data BPS Provinsi Jawa Timur, luas lahan hutan Bojonegoro mencapai 95,800 hektar dan pernah dikenal sebagai hutan jati terbesar di Jawa Timur. Sehingga tidak heran jika 40 persen wilayah Bojonegoro memang hutan.
Dengan lahan seluas itu, jelas Arul, sudah seharusnya mampu mengembangkan potensi lahan hutan menjadi lahan produktif guna kesejahteraan masyarakat.
Kolaborasi tanaman antara jati, sengon, kesambi dan palawija dengan sistem silang — dengan menysesuikan kondisi tanaman dan jarak — bisa menjadi alternatif pemanfaatan lahan hutan yang berkelanjutan.
“Selain itu, keterlibatan masyarakat harus dikuati karena sumberdaya yang ada di hutan harus berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” imbuh dia.
Nabs, dengan melahirkan karya — entah dalam bentuk apapun — berbasis pepohonan dan hutan, harapannya mampu memicu masyarakat untuk kembali meningkatkan kesadaran akan betapa pentingnya pepohonan dan hutan.