Sayyid Bahauddin Naqsabandi atau Syah Naqsaband (1317 – 1389 M) merupakan Waliyullah dan sufi besar dari Bukhara (Uzbekhistan). Ia merupakan pendiri Tarekat Naqsyabandiyah. Sebuah tarekat yang memiliki pengaruh besar dalam gerakan tasawuf dunia.
Baca Juga: Biografi Sayyid Abul Hasan Syadzili, Seri Wali Quthub Pendiri Thoriqoh Mu’tabaroh (6)
Sayyid Bahauddin juga dikenal dengan nama Syah Naqsaband. Tarekat yang ia dirikan, Naqsabandiyah, kelak memiliki banyak pengikut di seluruh dunia Islam, dan terus berkembang hingga kini. Pesan inti ajaran Naqsabandiyah adalah pentingnya praksis zikir dalam mencapai kedekatan dengan Allah.
Biografi Sayyid Bahauddin
Beliau memiliki nama lengkap Maulana As-Sayyid Bahauddin al-Husaini al-Uwaisi al-Bukhari. Nasabnya bersambung pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW melalui cucunya, yaitu Sayidina Husein bin Ali. Ia lahir di Qasrel Arifan, Bukhara, Asia Tengah pada 1317 M. Beliau wafat pada 1389 M di tanah kelahirannya.
Sayyid Bahauddin belajar pada banyak guru. Di antara guru-guru yang sangat mempengaruhinya adalah; Khawaja Al Ghuzdawani (w. 1179 M), Sidi Baba As-Samasi (w. 1354 M), dan Sayyid Amir Kullal (w. 1371 M). Tiga guru itulah, yang kelak sangat mempengaruhi kebesarannya sebagai seorang Wali.
Sayyid Bahauddin memang tak sezaman dengan Khawaja Abdul Kholiq Ghuzdawani. Masa hidupnya pun jauh ratusan tahun. Namun, melalui Khawaja Al-Ghuzdawani, Sayyid Bahauddin mendapat tarbiyah (pendidikan) secara ruhani, bil madad ar-Ruhil A’zham.
Sementara dengan Sidi Baba As-Samasi dan Sayyid Amir Kullal, Sayyid Bahauddin mengalami masa hidup yang sezaman, hanya beda usia. Ketika ia mendapat tarbiyah batin dari Khawaja al-Ghuzdawani, ia juga memperoleh tarbiyah ruhiyah di alam dhahir dari Sidi Baba Samasi dan Sayyid Amir Kullal.
Dari proses tarbiyahnya itu, kelak Sayyid Naqsabandi menambah azas yang telah diletakkan Khawaja Ghuzdawani dalam Tarekat Khawajagan (cikal bakal Tarekat Naqsabandiyah). Azas yang semula 8, ditambah 3 azas lagi, yaitu: wuquf-izamani, wuquf-i adadi, wuquf-iqalbi. Sejak saat itu, Tarekat Khawajagan dikenal dengan Naqsyabandiyah.
Tarekat Naqsyabandiyah termasuk tarekat yang menganjurkan keterlibatan dalam pembangunan spiritual, kaitannya dengan pembangunan mental bernegara. Banyak guru-guru mereka, seperti diteladankan Sayyid Naqsyabandi sendiri, dikenal dekat, hingga memberi pengaruh yang besar, terhadap para penguasa.
Meski dikenal dekat dengan penguasa dan memiliki pengaruh besar terhadap mereka, Sayyid Naqsabandi tetap mengambil jarak terhadap kalangan bangsawan. Sayyid Naqsabandi hidup secara sederhana dari hasil kepemilikan sepetak tanah yang dikerjakan orang lain. Suatu ketika ia ditanya, mengapa tak memiliki hamba (budak), ia menjawab: “Rasa memiliki tidak mungkin bersatu dengan kewalian.” ucap Sayyid Naqsabandi.
Karya Sayyid Naqsabandi
Meski masyhur Wali dengan banyak karomah, Sayyid Naqsabandi juga meninggalkan karya ilmiah berupa risalah berjudul: al-Aurad al-Baha’iyah. Risalah ini diberi syarah oleh para muridnya dan diberi judul Manbaul Asrar; Tanbihul Ghafilin, Sulukul Anwar, hingga Hidayatus Salikin wa Tuhfatuth Thalibin.
Murid-murid Sayyid Naqsabandi
Sayyid Bahauddin Naqsabandi memiliki banyak sekali murid. Namun, yang sangat terkenal ada tiga orang, yakni: Khawaja Ala’udin Athar, Khawaja Ya’qub al-Jarkhi, dan Khawaja Muhammad Parsa. Tiga ulama tersebut menjadi rantai silsilah penting dalam transmisi sanad Tarekat Naqsyabandiyah di dunia islam.