Yang baik belum tentu baik, yang buruk belum tentu buruk. Barangkali, keburukan adalah jalan menuju kebaikan. Itu terekam jelas pada riwayat Bisyr bin Harits.
Kisah tentang Bisyr bin Harits dan pertobatannya sangat populer bagi sejumlah kalangan. Fariduddin Attar, dalam buku Tadzkiratul Auliya meriwayatkan, sewaktu muda, Bisyr adalah pemuda berandal yang suka mabuk-mabukan.
Suatu hari, dalam keadaan mabuk, ia berjalan terhuyung-huyung. Tiba-tiba ia menemukan secarik kertas bertuliskan: “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”.
Bisyr lalu membeli minyak mawar untuk memerciki kertas itu, kemudian menyimpannya dengan hati-hati di rumahnya.
Di sebuah malam, salah seorang Waliyullah bermimpi. Dalam mimpi yang sangat aneh itu, ia diperintah Allah untuk menemui Bisyr dan mengatakan sebuah pesan kepadanya:
“Engkau telah mengharumkan nama-Ku, maka Aku pun telah mengharumkan dirimu. Engkau telah memuliakan nama-Ku, maka Aku pun telah memuliakan dirimu. Engkau telah mensucikan nama-Ku, maka Aku pun telah mensucikan dirimu. Demi kebesaran-Ku, niscaya Ku-harumkan namamu, baik di dunia maupun di akhirat nanti”.
“Bisyr adalah seorang pemuda berandal dan pemabuk”, Waliyullah itu berpikir. “Mungkin aku telah salah bermimpi”.
Karena itu, ia pun segera bersuci, shalat, kemudian tidur kembali. Namun tetap saja mendatangkan mimpi yang sama. Ia ulangi perbuatan itu untuk ketiga kalinya, dan tetap mengalami mimpi yang demikian juga.
Keesokan harinya, pergilah Waliyullah tadi mencari Bisyr. Dari seseorang yang dia tanya, ia mendapati jawaban bahwa Bisyr sedang mengunjungi pesta minum-minuman keras.
Maka, pergilah Waliyullah itu ke rumah orang yang sedang berpesta minuman keras tersebut untuk menemui Bisyr. Setelah ketemu, dia pun menyampaikan pesan dari mimpinya tersebut kepada Bisyr.
Dengan penuh keheranan, Bisyr berkata kepada teman-teman minumnya, “Sahabat-sahabat, aku dipanggil, oleh karena itu aku harus meninggalkan tempat ini. Selamat tinggal! Kalian tidak akan pernah melihat diriku lagi dalam keadaan yang seperti ini!” Ucap Bisyr pada teman-temannya.
Fariduddin Attar selanjutnya meriwayatkan, sejak saat itu, tingkah laku Bisyr berubah begitu saleh. Sedemikian asyiknya ia menghadap Allah bahkan mulai saat itu, ia tak pernah lagi memakai alas kaki. Ini menjadi penyebab mengapa Bisyr dijuluki ‘si manusia berkaki telanjang’ (al-hâfî).
Baik dan buruk begitu abstrak. Kadang, keburukan hanya satu tahap menuju kebaikan.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Selama Ramadhan ini, redaksi Jurnaba.co berupaya menghadirkan kisah-kisah pendek bermuatan hikmah. Semoga bisa jadi kisah yang asyik dibaca sambil menunggu waktu berbuka.