Bersepeda menjadi giat yang khas dan identik dengan Kota Bojonegoro. Di Kota Ledre, kultur bersepeda pernah berjaya pada dekade 2001-2010 lalu. Banyak anak sekolah gandrung bersepeda melebihi kegandrungan naik kendaraan lainnya.
Putra Ramadhana masih ingat, dulu, jika berangkat ke sekolah tidak naik sepeda, rasanya seperti alien. Sebab, mayoritas dan hampir semua pelajar yang ada di Kota Bojonegoro, berangkat sekolah semuanya naik sepeda.
Bersepeda bukan berarti tidak bisa naik kendaraan yang lainnya. Mengingat, di saat yang sama, berbagai jenis sepeda motor juga sudah mulai diproduksi. Namun, tren bersepeda jauh lebih greget dibanding naik sepeda motor.
“Semuanya naik sepeda. Kalau tidak naik sepeda, rasanya seperti bukan anak Bojonegoro,” kata Putra yang saat ini masih aktif menjalani hobi bersepeda tersebut.
Pagi hari dan menjelang sore menjadi momen menyemutnya sepeda di Kota Bojonegoro. Sebab, di saat itu, hampir semua anak-anak sekolah di Bojonegoro, baik SMP atau SMA, bakal terlihat ceria menunggangi sepeda.
Pada dekade 2001-2010, para pelajar di Bojonegoro teramat bangga menjadi penunggang sepeda. Bukan karena tak bisa membeli sepeda motor. Namun lebih memilih sepeda dibanding naik sepeda motor.
Sebagai warga kawasan kota, dia ingat betul setiap pagi dan sore di tahun-tahun itu, sejumlah kawasan seperti Jalan Panglima Polim, Jalan Untung Suropati, Jalan Pattimura hingga Jalan Rajekwesi selalu dipenuhi pelajar yang asyik bersepeda.
Bahkan, kata Putra, orang-orang dari kota tetangga seperti Tuban dan Lamongan mengakui identitas itu. Setiap melihat pelajar dan naik sepeda, pasti anak Bojonegoro. Kota-kota tetangga sangat respect dengan kultur tersebut.
Mereka yang memilih naik sepeda motor saat berangkat ke sekolah, kata dia, justru dianggap lebih kampungan. Sebab, anak-anak Bojonegoro, terutama pelajar yang berdomisili di kawasan kota, lebih identik dengan bersepeda.
Menurut Putra, berbagai macam jenis sepeda, mulai dari BMX, city bike berkeranjang (untuk perempuan) hingga mountain bike (untuk laki-laki), bakal memenuhi aspal jalan saat pagi hari menjelang pukul tujuh. Kebanggaan naik sepeda melebihi kebanggaan naik kendaraan apapun.
“Kalau ada yang naik motor, justru malah dianggap kampungan,” imbuh Putra.
Melihat kondisi saat ini, Putra mengakui bahwa ketertarikan remaja untuk naik sepeda mengalami penurunan. Buktinya, banyak remaja dan anak sekolah lebih memilih naik sepeda motor dibanding sepeda biasa.
Padahal, dengan naik sepeda, selain mengurangi polusi udara juga menyehatkan. Lebih dari itu, naik sepeda terkesan lebih pembelajar dibanding dengan naik sepeda motor yang justru identik seperti orang dewasa yang memenuhi kebutuhan.
Masalah utama saat ini. Anak muda sangat gengsi dan malu untuk naik sepeda. Sebab, banyak anak yang sudah naik sepeda motor. Padahal, naik sepeda motor identik pelajar dari kampung yang bersekolah ke kota. Itu pun perkara jarak saja.
Kalau untuk pelajar dari kawasan kota, sejak dulu naik sepeda sudah menjadi budaya urban perkotaan yang sudah melekat. Hanya, saat ini jumlahnya sangat sedikit.
“Asal tidak gengsi, kebiasaana bersepeda para pelajar di Bojonegoro tentu masih bisa dikembalikan,” ucapnya.
Pemuda Bojonegoro lainnya, R. Dahlan menambahkan, selain tidak gengsi, kebiasaan pelajar untuk naik sepeda juga harus dipicu. Tanpa ada pemicu, sangat sulit mengembalikan kultur bersepeda di kalangan pelajar.
Dahlan mengatakan, kebiasaan bersepeda memang tidak hilang secara total. Buktinya, masih banyak komunitas bersepeda di Bojonegoro. Jumlahnya banyak. Sekitar 20 komunitas.
Tapi, banyaknya komunitas juga tidak berdampak pada kembalinya budaya bersepeda di kalangan pelajar Bojonegoro. Sebab, mayoritas komunitas bersepeda, diikuti orang-orang dewasa dengan usia di atas 30-an tahun.
“Harus ada pemicu. Terutama di kalangan pelajar. Itu bisa mengembalikan kultur bersepeda di Bojonegoro,” tutur Dahlan.
Pemicu agar kalangan pelajar kembali mau bersepeda, kata Dahlan, bisa dilakukan dengan membikin Festival Pelajar Bersepeda. Sebab, tanpa membikin pemicu, sangat sulit mengembalikan kultur tersebut. Terlebih, di era banyak pelajar naik sepeda motor.
Saat ini, sudah jarang anak muda berpacaran sambil naik sepeda. Sebab mayoritas pada gengsi. Padahal, naik sepeda bersama si dia itu elegan lho. Selain sehat juga tidak kesepian. Hehe
Nabs, yuk bersama-sama mengembalikan kultur bersepeda di kalangan para pelajar Bojonegoro. Sehingga, kultur positif di kalangan anak muda Bojonegoro tersebut tidak hilang.