Kamu, mereka dan segala hal yang tersebar di alam semesta adalah diri sendiri. Diri yang kau kehendaki.
Alam raya merupakan tempat belajar sesungguhnya. Apapun yang ada di alam raya, terkandung ibrah di dalamnya. Salah satu di antaranya dandelion.
Dalam hidup selalu melakukan suatu hal. Ketika mata terpejam, latihan meninggal dunia atau tidur, itu merupakan suatu hal. Berkelana di alam mimpi, dari yang menimbulkan senang di sanubari, ketakutan, dan mengeluarkan sesuatu, itu merupakan suatu hal dalam kehidupan yang fana dan penuh tanda tanya.
Kamu ingin menjadi bak teratai, benalu, bunga bangkai, mawar, melati, anggrek, atau dandelion? Itu terserah kamu. Setidaknya, entah kamu sadar atau tidak ketika memilih mau menjadi apa? Itu merupakan suatu hal.
Alangkah indahnya, jika kamu banyak yang membenci secara objektif maupun subjektif, namun senantiasa hidup dan menebar kebaikan secara sunyi. Dan kamu senantiasa mengalur-alur di udara bak bagian dari puspa dandelion.
Hingga pada suatu waktu, orang-orang yang memandang kamu buruk, akan mengernyitkan dahi, dan selalu bertanya-tanya tentang kamu.
Ketika kamu bak dandelion, ada ujaran, “Oh, kamu.., bukan puspa Nusantara, antek asing”. Ada ujaran lagi, “Oh, dandelion, makhluk hidup yang rapuh, mengalah terlebih dahulu sebelum berjuang di medan kehidupan”. Dan juga, “Dandelion, apa itu?”. Dan kemudian juga ada yang berujar, “Wow..dandelion, makhluk hidup karya Tuhan yang indah”.
Ya, itu beragam pandang tentang dandelion. Ada pandangan yang memuji, dan ada juga yang kurang suka. Namun, apakah dandelion selalu berbicara pada alam sekitarnya? Apakah dandelion selalu meminta pertimbangan bunga mawar tentang bagaimana cara mengeluarkan bau harum?
Apakah dandelion senantiasa berkomunikasi dengan putri malu, yang melakukan adaptasi tingkah laku ketika daunnya disentuh? Atau, dandelion bertanya kepada teratai, bagaimana cara agar senantiasa hidup di berbagai jenis air, dari yang bersih hingga keruh?
Bukan dandelion namanya, jika kamu senantiasa bertanya pada lingkungan sekitar, namun kamu melupakan dirimu sendiri yang menurutmu bak dandelion.
Padahal, kamu memiliki beberapa hal yang tidak dimiliki makhluk hidup yang lain. Bagian tubuh kamu bisa terbang kesana kemari, tanpa berfikir apa yang terjadi di sekitarmu. Engkau menari-nari di atas cakrawala dengan bebas.
Hingga pada suatu masa, ada makhluk hidup yang memiliki akal dan pikiran memegangmu. Makhluk hidup itu berkata dalam sanubari, “Ya Tuhan, puspa apakah ini?”. Makhluk hidup yang memiliki akal dan pikiran itu, bukan hanya sekadar mengagumi dandelion yang benihnya menari-nari di cakrawala, melainkan mengagumi penciptanya juga.
Kemudian makhluk hidup itu mencari, dimana sesungguhnya bagian inti dari puspa itu? Dan ternyata, dandelion yang merupakan bunga dari dataran Eropa itu, mampu menyihir dan membuat degup jantung makhluk hidup yang berakal, berdegup dengan bahagia. Setelah mengetahui bunganya, namun seorang kawan dari manusia yang berakal itu, juga ada yang tidak suka dengan dandelion.
Selamat, apabila kamu mengibaratkan dirimu bak dandelion, terkadang tumbuh dan berkembang di sekitar ilalang yang menutupi keindahanmu dan bahkan bisa menghancurkanmu. Namun engkau tetap tumbuh dan berkembang, dan bagian dari tubuhmu, ada yang menari-nari di cakrawala untuk melakukan petualangan.
Bermigrasi dari satu lokasi, ke lokasi yang lain. Bisa tumbuh dan berkembang di tempat yang baru, entah itu bersama ilalang, di sekiar tanaman padi, tulip, dan lain sebagainya.
Kamu, bisa memilih menjadi dandelion, tumbuh dan berkembang dalam kesunyian, namun menyalurkan bagian puspa ke dataran lain dan bisa tumbuh dan berkembang di lain tempat juga, selamat, selamat untuk kamu yang mencoba menjalani kehidupan bak puspa atau bunga bernama dandelion, unik dalam hal rupa dan sunyi ihwal mengukir makna.