City Brand Hexagon menjadi referensi penting bagi sebuah kota yang ingin atau telah menjalankan proses city branding. Sebab, ia mengandung 6 pertanyaan yang harus dijawab sebagai tolok ukur utama bagaimana proses city branding dijalankan.
Menjalankan city branding memang sederhana sekaligus rumit. Sederhana kalau dijalankan, dan menjadi rumit jika hanya berhenti di angan-angan. Karena itu, memahami konsep City Brand Hexagon sangat penting bagi sebuah kota agar tidak salah melakukan branding.
City Brand Hexagon merupakan konsep pengukur keberhasilan city branding yang dicetuskan Simon Anholt. Peneliti sekaligus ahli kebijakan publik asal Inggris tersebut, menyajikan 6 aspek sebagai pengukur efektivitas city branding.
6 aspek tersebut, menjadi perkara penting yang harus dijawab Pemerintah Kota Bojonegoro, jika berniat melakukan city branding. Terutama sebagai titik picu kemana arah city branding dijalankan.
6 aspek itu, antara lain: Presence (kehadiran), Potential (potensi), Place (tempat), People (orang), Pulse (semangat), dan Prerequiset (prasyarat).
1. Presence (kehadiran)
Menjelaskan status dan kedudukan kota di mata dunia internasional dan seberapa jauh kota tersebut diketahui oleh warga dunia. Sekaligus dalam hal apa kota itu berkontribusi. Misalnya, budaya, sains atau jalannya pemerintahan.
Nabs, ingat nggak sih kalau Bojonegoro pernah dapat predikat sebagai Kota Open Government Partnership (OGP) Subnational Government Pilot Program atau Program Percontohan Pemerintah Daerah Terbuka pada 2016 silam.
Nah, jika OGP dirasa kurang aktual misalnya, tentu pemerintah bisa mengangkat prestasi dalam hal kebudayaan ataupun sains. Sebab, tema budaya maupun sains dari Bojonegoro juga sangat banyak yang bisa dipopulerkan.
2. Place (tempat)
Mengukur bagaimana persepsi aspek fisik setiap kota; apakah publik merasa nyaman apabila melakukan perjalanan keliling kota, seberapa indah penataan kota, serta bagaimana cuaca di kota tersebut.
Nabs, pada tahap ini, tentu butuh observasi dan penelitian memadai. Cara sederhananya, Pemerintah Kota Bojonegoro bisa memberi pertanyaan pada sejumlah responden melalui kuisioner. Asal mau melakukan, saya kira, itu perkara yang tidak sulit. Bahkan, bisa di-sampling pada sejumlah responden saja.
3. Potential (potensi)
Berfungsi mengevaluasi kesempatan ekonomi dan pendidikan yang ditawarkan Kota Bojonegoro pada pengunjung, pengusaha, imigran, sekaligus mencari tahu mudah tidaknya mencari pekerjaan di Kota Bojonegoro.
Nabs, aspek potensi tentu sangat penting. Sebab, dari sana bisa diketahui bahwa Bojonegoro tidak hanya sekadar menjual tempat wisata— yang itu-itu saja. Melainkan juga potensi lain seperti kesempatan hidup sejahtera.
4. People (orang-orang)
Menilai apakah penduduk Kota Bojonegoro bersahabat dan memberikan kemudahan dalam bertukar budaya dan berbahasa. Selain itu, ini menentukan apakah masyarakat setempat menimbulkan rasa aman ketika ada pendatang tinggal di dalam kota.
Bojonegoro, kau tahu, sejauh ini selalu identik sebagai kota yang toleran dan nyaman. Namun, itu masih sekadar konsep katanya-katanya. Karena itu, harus dibuktikan secara otentik melalui penelitian yang memadai.
5. Pulse (semangat)
Untuk menganalisa apakah Kota Bojonegoro memperlihatkan nuansa gaya hidup urban sebagai bagian terpenting dari citra kota. Selain itu, apakah publik dapat dengan mudah menemukan hal-hal yang menarik sebagai pengunjung maupun sebagai penduduk kota untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Anak-anak muda Bojonegoro, kita tahu, identik pemuda-pemuda kreatif. Bahkan, tidak sedikit yang sudah mampu menyerap banyak tenaga kerja melalui kreativitas yang dimilikinya. Tentu ini modal bagus. Sangat disayangkan jika tidak pernah ada penelitian memadai tentang perkara tersebut. Karena itu, harus dibuktikan sehingga bisa dipamerkan ke khalayak internasional.
6. Prerequisite (prasyarat)
Aspek terakhir memaparkan pandangan publik terhadap Kota Bojonegoro. Apakah senang tinggal di Bojonegoro, apakah Bojonegoro memberi akomodasi yang memadai. Serta, apakah infrastruktur di Bojonegoro mudah diakses.
Sejumlah pertanyaan tersebut, tentu harus dijawab masyarakat luar Kota Bojonegoro yang memiliki hubungan dengan Kota Bojonegoro. Kita tahu, banyak masyarakat luar kota yang bekerja di Bojonegoro. Tentu ini menjadi modal bagus untuk membikin pembuktian bahwa Bojonegoro memang kota yang nyaman bagi warga luar kota.
Nabsky yang budiman, 6 aspek City Brand Hexagon dari Simon Anholt tersebut, tentu pertanyaan sederhana sebagai titik dasar Bojonegoro mau di-branding kemana. Karena itu, sudah selayaknya Pemerintah Kota Bojonegoro harus memulainya.