Nabsky, 3 Desember ditetapkan PBB sebagai International Day of Persons with Disabilities atau Hari Penyandang Disabilitas Internasional. Yuk, kita obral-obrol tentang fakta yang harus Nabsky ketahui tentang disabilitas.
Pertama nih Nabs, yuk kita senggol soal istilahnya terlebih dahulu. Ada yang bilang penyandang disabilitas? Difabel? Hmm, istilah mana yah yang paling tepat untuk kita gunakan? Sebenarnya, dua istilah tersebut bermakna sama. Yakni istilah yang mengacu pada mereka, saudara-saudara kita yang memiliki hambatan. Baik secara fisik, intelektual, ataupun psikologis.
Nah, istilah disabilitas dan difabel sendiri merupakan kata serapan dari Bahasa Inggris. Disabilitas diambil dari disability. WHO menyatakan seseorang dikatakan menyandang disability apabila mengalami ketunaan, keterbatasan dalam aktivitas, dan hambatan partisipasi dalam kegiatan kehidupan di masyarakat.
Sedangkan difabel merupakan kepanjangan dari differentially able atau dapat dikatakan memiliki kemampuan yang berbeda. Contohnya, apabila teman-teman tunanetra dapat membaca dengan meraba huruf braile, kita bisa membaca dengan mata. Intinya, kita sama-sama bisa membaca, namun caranya saja yang berbeda.
Jadi, bebas sih Nabs mau pakai istilah disabilitas atau difabel. Yang penting adalah cara kita saling berinteraksi. Ya kan? Ya toh?
Kedua, peringatan Hari Penyandang Disabilitas Internasional telah berlangsung sejak 1992 dengan tujuan mempromosikan kesadaran terhadap isu-isu disabilitas, terutama mendorong tercapainya hak dalam aspek politik, sosial, ekonomi, dan budaya.
Nah, untuk membuat kampanye yang strategis, PBB mengubah tema utama setiap tahunnya, disesuaikan dengan urgensi dan isu terkini. Tema Hari Penyandang Disabilitas Internasional 2018 adalah “memberdayakan penyandang disabilitas serta memastikan inklusivitas dan kesetaraan”.
Ketiga, perkembangan terkini, negara-negara dunia sedang mencoba mengimplementasikan langkah yang inklusif. Karena era eksklusivisme sudah usai, Nabs. Apa gunanya kaya dan sejahtera kalau sendiri. Uang tak bisa jadi teman berbagi sedih atau senang loh, Nabsky.
Kini kita telah memasuki era yang inklusif, yaitu kebijakan yang mencakup semua orang tanpa terkecuali. Jadi, kalau sejahtera ya semuanya, bukan kelompok tertentu saja. He he~
Dapat dilihat bahwa tema 2018 ini berfokus mendorong negara-negara dunia terlibat dalam Agenda untuk Pembangunan Berkelanjutan 2030 yang memiliki agenda untuk menginklusifkan semua kelompok. Melalui tema ini, pembangunan tidak hanya menempatkan penyandang disabilitas sebagai objek, namun juga agen pembangunan dan perubahan itu sendiri.
Pemerintah, penyandang disabilitas, dan lembaga swadaya masyarakat, lembaga akademis dan sektor swasta perlu bekerja sebagai tim untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).
Keempat, bagaimana sih kalau kita pengen cari tahu tentang bagaimana Indonesia menanggapi isu disabilitas? Apakah Indonesia ramah penyandang disabilitas? Hmm, tenang Nabsky~
Jadi, pada 2016, Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. UU ini tersusun atas 13 bab, dan 153 pasal terkait aturan, hak, dan kebijakan terkait penyandang disabilitas. Nah, pengesahan UU ini menjadi #kabarbaik bagi para penyandang disabilitas yang selama ini mendapatkan diskriminasi dalam hal hak dan fasilitasi.
Sebenarnya, UU terkait penyandang disabilitas sudah ada. Namun, telah usang dan tidak sesuai dengan keadaan terkini. UU yang lama adalah UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. UU tersebut tidak lagi sesuai dalam hal penggunaan istilah yang terkesan mendiskreditkan.
Kemudian, UU yang lama lebih menggunakan pendekatan belas kasih, bukan upaya pemberdayaan penyandang disabilitas. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pembangunan yang inklusif itu tadi, revisi UU terkait penyandang disabilitas harus lebih memenuhi kesamaan hak untuk berinteraksi, bersosial, berpolitik, maupun berekonomi.
Comments 1