Perempatan Bombok Kota Bojonegoro jadi saksi bisu saat massa pelajar SMP Negeri Bojonegoro melucuti senjata tentara Jepang. Sesaat setelah Pekik Merdeka! Disiarkan radio-radio.
Apa yang kau bayangkan ketika mendengar Bojonegoro pra dan pasca 17 Agustus 1945? Apapun jawabannya, tidak bisa lepas dari pahlawan yang berasal dari berbagai elemen. Salah satu di antaranya pelajar dan tentara.
Pada masa penjajahan Nippon, sekitar tahun 1944-1945 , secara umum pelajar Bojonegoro yang duduk di bangku SMP sederajat tergabung dalam Gakukotai. Barisan pelajar tersebut digunakan Jepang untuk membantu pertahanan, namun tak jarang dari anggota Gakukotai memiliki kesadaran untuk merdeka.
Pelajar Bojonegoro yang tergabung dalam Gakukotai telah mengenyam pendidikan dasar ilmu kemiliteran. Eits, sebelum lanjud, sila ngopi plus ngudud terlebih dahulu. Karena bahasan selanjutnya akan lebih seru. Kira-kira bagaimana ya, Nabs?
Situasi Bojonegoro pada tanggal 17 Agustus 1945? Apakah daun-daun dan pepohonan wabilkhusus yang berada di sekitar Kota Bojonegoro mampu bercerita kepada kita? Atau situasi dan kondisi daerah yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini pada masa itu serupa namun tak sama dengan di Jalan Pegangsaan Timur (Jakarta)?
Teks proklamasi yang dibacakan oleh Bung Karno menyebar melalui siaran radio-radio. Hal itu sampai di Bojonegoro. Setelah Bung Besar dan Bung Hatta (atas nama rakyat Indonesia) memproklamasikan kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 M, bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H, daerah Bombok yang memiliki land mark perempatan Bombok menjadi saksi bisu massa pelajar SMP Negeri Bojonegoro turut serta melucuti senjata tentara Jepang (kempetai).
Apabila Nabsky melalui perempatan yang terbentuk dari Jalan Teuku Umar, AKBPM Soeroko, Panglima Sudirman (Pangsud), dan di bilangan Jalan Diponegoro — dekat dengan lampu bangjo — arahkan matamu ke sana. Karena sebuah bangunan yang dulunya pernah digunakan sebagai toko sepatu, pernah difungsikan sebagai markas tentara Jepang. Ya, tempat itu!!
Masa pelajar SMP Negeri Bojonegoro menduduki dan menjaga rumah Jepang yang telah ditawan oleh pihak Indonesia. Peristiwa itu dipengaruhi oleh luluh lantah kota Hiroshima dan Nagasaki yang dibom oleh Sekutu sehingga menyebabkan Jepang mengibarkan bendera putih. Nippon/Jepang kalah perang dan menyerah pada Sekutu dalam Perang Dunia (PD) II pada 15 Agustus 1945.
Jika di beberapa dearah lain terbentuk Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) untuk berjuang, di Bojonegoro, pelajarnya membentuk kelompok-kelompok yang bergerak secara indie — kamu kira anak indie sejak dulu belum ada?— Selain itu juga ada yang menggabungkan diri dalam badan atau laskar perjuangan.
Dalam Sejarah Perjuangan TRIP Bojonegoro (Bojonegoro: Tentara Republik Indonesia Pelajar Bojonegoro, 1980) oleh Padang Soedirjo, disebut bahwa ada beragam kelompok yang meriuhkan pekik kemerdekaan saat itu.
Kelompok yang berdiri sendiri, anggotanya antara lain: Man Hendri, Mas Wok, Margono, Sahardjo Biduhardjo, dan lain-lain. Kelompok yang terdiri dari anak-anak abonemen kereta api (Trein jongen) antara lain: Sanidjo, Ngapirin, Soegeng Prawirodirjo, dan lain-lain yang menggabungkan diri pada Badan Perjuangan.
Kelompok yang tergabung dalam BPRI-Pelajar yang memiliki nama “Pasukan Taruna” antara lain: Mochmad Irsan, Wiryodihardjo, Hari Sadimin, Moestakim, Padang Soedirdjo, dan lain-lain.
Kelompok pelajar yang tergabung dalam Polisi Istimewa di Bojonegoro antara lain: Budidarno, Lego Nirwhono, Herlan, Rochmad, Achmad Supangkat, Pengki Lego Nirwahono, Widji, Wahjudi, dan lain-lain.
Dengan adanya Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada masa permulaan revolusi kemerdekaan Republik Indonesia (RI), BKR kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Kelompok pelajar yang tergabung dalam BKR disebut sebagai BKR-Pelajar, begitupun ketika berubah menjadi TKR yakni TKR –Pelajar, kemudian menjadi TRI-Pelajar yang dikenal khalayak dengan nama TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar).
Untuk mengenang dan mengabadikan perjuangan TRIP, Nabsky bisa melihat monumen TRIP yang berada di Alun-Alun Bojonegoro dekat dengan perempatan yang terbentuk oleh Jalan Imam Bonjol, Hasyim Asyari, dan Mastrip.
Banyak halang rintang yang telah dilalui pejuang. Salah satu di antaranya dari kelompok TRIP Bojonegoro. Setelah Indonesia meraih kemerdekaan, tugas mereka tidak selalu begitu saja, mereka juga ikut menghadang pasukan Ratu Wilhelmina (Belanda) di Agresi Militer Belanda (AMB).
Kemerdekaan lahir atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa. Ketika tiba tanggal 17 Agustus sebagai bentuk penghargaan dan memanjatkan do’a kepada segala elemen yang telah ikut berjuang memerdekakan bangsa, diselenggarakanlah upacara.
Pasca kemerdekaan, tahun 1949 TRIP Bojonegoro bersama-sama unsur Kecamatan Dander dan B.O.D.M memerintahkan rakyat untuk memasang bendera merah putih wabilkhusus bagi seluruh rumah yang ada di pinggir jalan. Selain itu, juga menyelenggarakan perayaan-perayaan, hiburan, dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan RI.
Lebih kurangnya begitu, Nabs. Gambaran Bojonegoro di bulan kemerdekaan RI. Nuansa di tahun menjelang kemerdekaan penuh dengan perjuangan. Baik perjuangan yang sifatnya fisik (pertempuran) maupun non fisik (diplomasi). Sorak-sorai dan kegembiraan hadir di tengah rakyat Indonesia ketika Bung Besar dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tak terkecuali di Bojonegoro.
Ada juga umbul-umbul, pengibaran bendera, kelap-kelip lampu, malam tirakatan, syukuran, nonton bareng (nobar) di perempatan jalan, dan lain sebagainya menjadi penghidup di bulan kemerdekaan.
Ya, perempatan Bombok Kota Bojonegoro jadi saksi bisu saat massa pelajar SMP Negeri Bojonegoro melucuti senjata tentara Jepang. Sesaat setelah Pekik Merdeka! Disiarkan radio-radio.
Mengingat, sekarang kita berada di agustus pandemi, mungkin tidak akan menemui beberapa kegiatan yang identik dengan agutsusan seperti: lomba, karnaval, gerak jalan tinggang yang telah lama tidak digelar kembali, dan lain sebagainya.