Sekitar tiga belas tahun yang lalu pada Idul Qurban ada aktivis perburuhan yang menghembuskan napas terakhir. Kaos oblong, sarung kotak-kotak, dan sandal jepit menjadi pengindah dalam bingkai perjuangan.
Dalam perjuangan terkandung pengorbanan di dalamnya.Kegiatan sema’an di Maktabah pada akhir juni memutuskan “pengorbanan” untuk dikaji, Nabs.
Ketika membahas “pengorbanan” dalam pikiran saya, sudah ada nama “Fauzi Abdullah”. Dia juga memiliki hubungan dengan semangat pengorbanan yang bisa dimaknai pada Idul Qurban atau Hari Raya Idul Adha.
Saya belum pernah bertemu dengan Fauzi Abdullah. Di telinga kawan-kawan, nama Fauzi Abdullah juga terdengar asing?
Lantas, siapa Fauzi Abdullah? Mengapa dia memiliki hubungan dengan pengorbanan? Dan bagaimana kehidupannya? Berikut secuil kisah tentangnya.
***
Malam yang sunyi. Untuk menghidupkan kesunyian. Saya putar video wawancara pejuang hak asasi manusia (HAM) yang identik dengan, “cendol…mana..cendol?”, siapa lagi kalau bukan Haris Azhar.
Dalam suatu kesempatan wawancara santai di VDVC Talk, Haris Azhar mengungkapkan beberapa kawan belajarnya, salah satunya Fauzi Abdullah.
Rasa penasaran mendorong saya mengetik nama “Fauzi Abdullah” di mesin pencari, Google. Ada beberapa karya tulis tentang Fauzi Abdullah, seperti Memetakan Gerakan Buruh, dan beberapa tulisan kawan-kawan untuk mengenang kepergian aktivis perburuhan yang identik dengan kaos oblong dan sarung kotak-kotak itu.
Fauzi Abdullah merupakan aktivis panutan. Ihwal kesederhanaan, pengorbanan, ketelatenan dalam belajar dan mengorganisir buruh, kelucuan, dan lain-lain.
***
Fauzi Abdullah atau ada yang memanggil Wan Oji, Fauzi, Ojie, dan lain-lain, merupakan aktivis dari Bogor, Jawa Barat.
Dia tumbuh dan berkembang di lingkungan Arab yang ada di Bogor. Dia sosok yang suka belajar dan telaten dalam mengorganisir buruh.
Pendiri Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS) yang bermarkas di Bogor itu, bukan hanya sosok panutan dalam bergerak, mengorganisir, dan belajar, melainkan juga sosok panutan dalam berkeluarga.
Ada tulisan yang mampu membuat air mata keluar dengan sendirinya. Sebuah tulisan prolog dari istri Fauzi Abdullah dalam Wan Oji Sudah Pindah Rumah (2010) .
Bagaimana kehangatan dan kesederhanaan Wan Oji atau Fauzi Abdullah dalam keluarga merupakan inspirasi tiada dua. Saya yang belum pernah berinteraksi secara langsung dengan Fauzi Abdullah, mampu membangun imajinasi tentang sosok Fauzi Abdullah dari tulisan-tulisan tentangnya.
Fauzi Abdullah, sebagai manusia, memiliki kelebihan dan kekurangan. Aktivis yang tidak gandrung akan senioritas, publisitas, dan hal-hal yang bersifat materi.
Aktivis yang menghembuskan napas terakhir di suatu hari pada bulan Dzulhijah 1430 H atau November 2009 itu, semangat pengorbanan, perjuangan, dan ketelatenan dalam mengorganisir buruh patut menjadi teladan.
Aktivis yang juga pernah bergiat di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta tersebut, mengingatkan saya pada sebuah petikan syair dari Hamzah Fansuri. Syair tersebut bak menggambarkan aktivisme Fauzi Abdullah.
Hamzah Fansuri terlalu karam
Ke dalam laut yang maha dalam
Berhenti angin ombaknya padam
Menjadi Sultan pada kedua alam
Lal salam! Alfatihah!