Konon, kanker masih belum ditemukan obatnya. Hingga muncul stigma bahwa penyakit ini begitu berbahaya. Namun, tak lama ini Indonesia digegerkan dengan munculnya kabar bahagia. Suatu karya ilmiah seorang pelajar SMA asal Palangkaraya berhasil menemukan obat kanker.
Karya ilmiah obat kanker ini disusun oleh tiga siswa SMAN 2 Palangkaraya. Tiga siswa itu bernama Aysa Aurealya Maharani, Anggina Rafitri, dan Yazid Rafli Akbar. Karya ilmiah tersebut meniliti khasiat pohon Bajakah. Pohon tersebut merupakan tanaman asli Pulau Kalimantan.
Pohon Bajakah diyakini berpotensi membunuh sel kanker. Nenek salah satu siswa peneliti yang bernama Yazid penah sembuh dari kanker payudara. Itu karena neneknya mengkonsumsi seduhan kayu bajakan. Berawal dari situ, ketiga peneliti itu mencobanya kepada mencit (tikus putih).
Dua mencit menjadi percobaan. Setelah keduanya disuntikan sel kanker, mencit yang diberi seduhan kayu bajakan sembuh. Bahkan, sel kanker musnah dan mencit berkembang biak. Satu mencit sisanya mati.
Berdasarkan penelitian tersebut, muncul kesimpulan yang menarik. Seduhan kayu bajakan mampu menyembuhkan pengidap penyakit kanker. Alhasil, karya ilmiah tersebut berhasil menyabet medali emas. Medali itu diperoleh saat ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Seoul, Korea Selatan pada Juli 2019. Tepatnya dalam kategori life science.
“Disimpulkan bahwa sesungguhnya bajakah mengandung senyawa fitokimia, yang berperan sebagai anti kanker, ada kanin (mampu melepaskan senyawa hidroksin yang bisa mengikat sel kanker sehingga menghambat pertumbuhan kanker itu sendiri), ada flavonoid, dan steroid, maupun senyawa lainnya,” kata peneliti Universitas Lambung Mangkurat, Eko Suhartono.
Tentu saja hal ini menjadi kabar yang menggembirakan. Baik dari sisi prestasi maupun hasil penelitian. Namun, hal ini mengundang sedikit kontroversi. Pasalnya, berbagai pihak masih meragukannya. Selain pada hasil, juga pada metode yang dilakukan. Khususnya menurut para ahli.
“Karena uji coba awal dengan tikus itu berbeda dengan uji coba kepada manusia. Sering kali penelitian itu berhasil digunakan untuk tikus, tetapi ketika (diuji coba) pada manusia hasilnya nihil, dan itu banyak terjadi,” kata Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Pusat, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo.
Berbagai pihak yang terlibat juga “membatasi jarak” dengan media. Melansir acara Aiman dari KompasTV, keluarga Yazid menolak untuk diwawancarai lebih dalam. Misalnya, nenek Yazid sebagai salah satu sumber terpercaya.
Selain itu, keluarga tersebut juga menolak untuk menyebutkan lokasi pohon Bajakah. Tempat itu sengaja dirahasiakan karena khawatir berpotensi diekspoitasi. Pasalnya, lokasi pohon Bajakah berada di area tanah adat Suku Dayak.
Kekayaan Indonesia dan Nasionalisme
Selama ini, dunia kedokteran menyatakan belum menemukan obat kanker. Pengobatan penyakit kanker paling terkenal adalah kemoterapi. Kemoterapi merupakan metode pengobatan, bukan obat untuk menyembuhkan sakit kanker.
Indonesia terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah. Berbagai jenis flora dan fauna ada di sini. Tentu saja, banyak sekali manfaat yang tersedia di alam Indonesia. Hanya saja, butuh tindakan khusus untuk ekspoitasi. Tidak dilakukan secara besar-besaran, tapi juga harus dikontrol.
Ekploitasi yang sangat berguna adalah dengan riset. Sumber daya manusia Indonesia bisa jadi yang terbaik. Namun, tetap butuh dukungan dan peran dari pemerintah. Pembiayaan terkait riset harus dimaksimalkan.
Jika selama ini kiblat farmasi dan medis adalah dunia barat, maka bangsa Indonesia bisa susah sendiri. Misalnya saja obat kanker. Jika merujuk pada riset global, bisa jadi obat kanker tidak ditemukan. Pasalnya, bisa jadi obat penyakit serius ini ada di Indonesia. Kita hanya perlu dukungan dana dan kebijakan untuk riset.
Sebelumnya, pernah muncul penelitian ekstrak daun sirsak sebagai obat kanker. Namun, hingga sekarang tidak pernah diproduksi. Mengapa demikian? Semoga bukan alasan politis yang berada dibalik semua itu.
Seperti yang dilakukan para pihak terkait karya ilmiah SMAN 2 Palangkaraya. Mereka terkesan “agak tertutup” terkait informasi. Namun, itu cukup beralasan. Potensi itu tidak dibuka secara lebar untuk melindungi potensi lokal. Tentu ini dilandasi rasa cinta mereka terhadap daerahnya. Ada rasa khawatir jika nantinya akan terjadi eksploitasi besar. Khususnya di wilayah tanah adat di Kalimantan.
Seperti halnya ganja Aceh yang dihabisi. Tanaman ini berstatus illegal secara hukum. Ganja dianggap tidak memiliki khasiat medis. Padahal, beberapa negara mulai menerapkan legalisasi ganja untuk medis. Bahkan, di Inggris ada perusahaan farmasi yang mengolah ganja sebagai obat.
Mengapa potensi yang dimiliki Indonesia sering kali terhenti di tengah jalan? Segala potensi harus terus digali. Salah satunya dengan cara penelitian. Tidak perlu menunggu negara asing mengekploitasi sumber daya kita. Sebagai warga negara, tentu kita sangat mencintai tanah air Indonesia.
Segala bentuk intervensi asing harus kita lawan. Bermodal nasionalisme, kita harus terus bergerak. Memajukan bangsa demi kesejahteraan harus selalu kita upayakan. Jangan sama intervensi global memangkas kemajuan bangsa ini. Indonesia harus mandiri!