Tema cinta jadi berubah wujud ketika Wisnu dan Dito yang membicarakannya. Memang membingungkan, tapi sangat mencerahkan. Terlebih buat kamu yang sedang jatuh cinta.
Wisnu adalah maestro dalam perkara visual, sedangkan Dito adalah begawan dalam urusan bebunyian. Selain berbeda keahlian, mereka juga memiliki perbedaan dalam memaknai cinta.
Menurut pandangan Dito, untuk urusan karya, cinta memang tema yang sulit dihindari. Sebab, cinta adalah sumber dari berbagai macam rasa dan fenomena yang ada di muka bumi.
Itu alasan kenapa hampir setiap buku, film, lagu, patung, atau apapun yang berbasis kreativitas, bakal sulit jika tidak menghadirkan tema cinta. Sebaliknya, kreasi sangat mudah tercipta jika menyinggung tema cecintaan.
Cinta, kata Dito, melahirkan berbagai macam rasa turunan seperti dendam, cemburu, rindu, gelisah, bahkan berbagai macam masalah yang bertolak belakang dari unsur cinta itu sendiri.
Rasa ingin berkuasa, cemburu, hingga kejahatan adalah anak kandung dari perasaan cinta. Ia lahir dari perasaan cinta yang terlalu berlebih pada sebuah objek.
Kenapa cinta melahirkan banyak turunan rasa yang aneh dan bahkan bertolak belakang pada induknya? Kata Dito, agar seimbang. Itu alasan kenapa cinta tidak melulu soal bahagia. Tapi soal pertempuran berbagai macam rasa.
Cinta, kata Dito, hadir sebagai bunyi. Tanpa cinta, alam semesta bakal menjadi ruang hampa tanpa suara. Cinta yang Dito maksud, tentu cinta yang bukan hanya sebatas cinta pada pasangan saja. Tapi cinta yang maha luas.
Cinta memang menimbulkan turunan rasa yang teramat banyak. Dari gelisah hingga rasa dendam. Saking cintanya, orang bisa merasakan gelisah. Dari saking cintanya pula, orang juga bisa memendam dendam hingga amarah.
Mereka yang marah dan dendam padamu, kata Dito, adalah orang-orang yang teramat mencintaimu. Karena terlalu cintanya, sampai melahirkan berbagai macam rasa.
Macam-macam rasa yang timbul dari cinta, disebabkan oleh respon dari apa yang dicintai. Alam sangat mencintai manusia dengan memberikan banyak hal. Tapi, karena manusia tidak bisa merespon cinta alam, lahirlah bencana.
Kata Dito, cinta juga berperan sebagai penyeimbang. Itu alasan kenapa turunan cinta bisa bersifat jahat. Sebab, dengan itu, lahirlah keseimbangan. Meski, kelahirannya, tentu melalui amarah dan air mata.
Dari berbagai macam turunan cinta itulah, Dito menyimpulkan jika apapun yang berbasis karya, pasti bakal menyertakan cinta. Sebab dia sumber dari rasa. Dan rasa, adalah pemicu lahirnya sebuah kreativitas.
Penjelasan Dito tentang cinta, tentu mendapat sambutan interogatif dari Wisnu. Perkara cinta, Wisnu memberi penjelasan yang berbeda. Tidak hanya pada dampaknya, tapi juga pada komponen pembentuknya.
Menurut Wisnu, cinta tidak bisa menurunkan apapun. Sebab ia berdiri sendiri. Cinta tidak butuh imbal balik. Tidak akan ada amarah maupun dendam yang lahir dari cinta. Sebab cinta bersifat paripurna. Kalaupun menurunkan sifat, yang turun dari cinta hanyalah ikhlas dan bijaksana.
Dari pandangan Wisnu, cinta adalah warna. Bukan merah, biru, putih atau jingga, tapi warnanya. Sehingga, ia tidak bisa dipengaruhi apapun. Sebab ia warna — rumah dan ibu dari merah, biru, putih, maupun jingga.
Meski sama-sama butuh objek, cinta tidak akan hilang. Sebab kecenderungannya hanya memberi dan menguarkan. Bukan menerima. Wisnu mengibaratkan, cinta itu seperti seseorang yang suka bernyanyi.
Mereka yang mencintai giat bernyanyi, tidak akan pernah peduli, seberapa banyak bunyi yang keluar dari tubuhnya. Yang dia butuhkan hanya bernyanyi dan tidak pernah menghitung banyaknya suara yang keluar.
Lebih dalam Wisnu menjelaskan, sesuatu yang menimbulkan dendam, amarah dan rasa sakit hati bukanlah cinta, namun kasih sayang. Bagi Wisnu, kasih sayang berbeda dengan cinta. Kasih sayang butuh imbal balik dan balasan.
Itu alasan kenapa kata “kasih” selalu bergandeng dengan “sayang”. Sebab mereka saling melengkapi dan saling membutuhkan. Tanpa imbal balik, kasih sayang tidak akan bisa tumbuh.
Dan ketika kasih sayang tidak timbul, lahirlah berbagai macam rasa lain seperti cemburu, sakit hati, dendam. Bahkan, tidak menutup kemungkinan terjadinya giat kejahatan.
Wisnu menegaskan, cemburu, sakit hati, hingga dendam lahir dari kasih sayang. Bukan dari cinta. Cinta tidak memerlukan apa-apa lagi. Kalau kasih sayang, masih memerlukan sesuatu untuk diterima.
Karena itu, jika masih berbasis pasangan dan imbal balik, itu bukan cinta. Tapi kasih sayang. Sehingga, kata-kata untuk mengungkapkannya pun, kata Wisnu, harusnya berbeda.
Bukan “aku cinta pada kamu” tapi “aku kasih sayang pada kamu”. Sebab, jika yang diucap adalah cinta: ditolak maupun diabaikan, tidak boleh marah. Tapi kalau kasih sayang: saat ditolak, marah adalah hal yang lumrah.
Cinta pada hobi adalah contohnya. Meski hobi tak memberikan apapun pada kita, toh kita masih cinta untuk melakukannya. Tapi untuk urusan kasih sayang, benar-benar butuh imbal balik. Pasangan adalah contohnya. Harus ada imbal baliknya.
Meski berbeda memaknai cinta, saat ditanya soal jodoh, Wisnu dan Dito punya jawaban yang sama: jodoh berbeda koridor dari cinta maupun kasih sayang. Weqiweqi
Nabs, ternyata cinta itu luas ya. Bahkan, cinta dan kasih sayang saja memiliki disiplin makna yang berbeda. Atas informasi yang mencerahkan itu, mari berterimakasih pada Mz Wisnu dan Mz Dito.
Semoga Mz Wisnu dan Mz Dito segera dipertemukan dengan jodohnya ya, Nabs. Hmm