Tas paralon dulu pernah eksis dan viral di kalangan remaja. Kedepan, mungkin eksistensinya akan berulang.
Beberap hari lalu, ketika melintas di belakang rumah yang dulunya pluruan, tampak tabung berwarna merah. Benda itu mampu menyedot perhatianku. Seakan-akan benda itu, ingin bercerita kepadaku, bahwa ia pernah menjadi kawan di masa kecilku.
Langkah kakiku perlahan menuju benda itu. Tak jarang hewan-hewan liar seperti kadal menampakkan diri di sekitarnya. Juga ada tikus, yang lari terbirit-birit ketika aku mendekati benda berbentuk tabung berwarna (dominan) merah dan hitam itu.
Jarak semakin dekat. Posisi benda itu berada di timbunan kayu-kayu. Benda itu tak terawat, seingat saya ia bisa berpindah-pindah sendiri. Pernah saya melihat, ia berada di atas lemari di rumah nenek, berada di kandang unggas, dan lain-lain. Namun upaya untuk menyelamatkan baru saja terngiang dalam kepala, beberapa hari yang lalu.
Ketika saya jalan-jalan di belakang rumah, yang dulunya merupakan jomblang dan pluruan, ia menampakkan diri. Dari situlah, muncul niat untuk menyimpan kembali dan mengabadikannya dalam bentuk tulisan.
Sebelum mengabadikan dalam bentuk tulisan. Tidak harus menunggu malam suro, untuk membersihkan benda yang bertahun-tahun berpindah-pindah sendiri plus tidak terawat itu.
Ketika saya membersihkan benda itu, ibu berkata kalau benda itu pernah digunakan oleh tikus sebagai media mengamankan anaknya yang biasa disebut cindel. Setelah saya bersihkan dengan detergen, pewangi, dan dibilas berkali-kali, kemudian saya jemur di bawah teriknya mentari.
Benda itu ialah tas paralon. Yang dulu pernah eksis. Ketika saya berada di usia anak-anak menginjak remaja, saya menggunakan tas paralon dengan kombinasi warna merah dan hitam untuk bersepeda bersama kawan-kawan.
Tas tersebut biasanya digunakan oleh kawan-kawan yang hobi panahan. Tas paralon digunakan untuk menyimpan busur panah. Namun ketika saya dan kawan-kawan membuat tas itu, digunakan untuk wadah botol minum, makanan ringan, buku tulis, pensil, dan beberapa benda lain. Kita gunakan untuk bersepeda berkeliling Kota Bojonegoro.
Tas paralon juga terkadang digunakan oleh kawan-kawan so called ana-ana punk. Digunakan untuk menyimpan bekal selama berkelana. Entah itu uang, pakaian, celana, dan sebagainya. Sebab, eksistensi tas paralon berkelindan dengan budaya ngepunk.
Selain itu, ada yang menggunakan tas paralon sebagai tas utama ketika belajar di sekolah. Dan juga ada yang memakai tas paralon ketika sebelum berlatih latihan sepak bola di sebuah SSB. Digunakan untuk menyimpan minuman dan Kartu Tanda Anggota (KTA).
Tas paralon pernah eksis di masanya. Saya dan kawan-kawan yang lain, menjadi saksi hidup di mana tas paralon pernah eksis dan digandrungi khalayak remaja.
Cara membuatnya bisa dibilang mudah, apabila alat dan bahan tersedia. Yaiyalah!!111!!
Pergi ke toko bangunan, akan menemui bahan dasar untuk membuat tas itu. Paralon yang biasanya digunakan untuk jalan aliran air, di tangan orang kreatif bisa disulap menjadi tas yang menarik.
Jangan lupa memberi penutup pada bagian atas dan bawah. Agar benda-benda yang nantinya dimasukkan ke dalam tas paralon, bisa aman dan tidak berjatuhan. Kemudian pasangkan tali di bagian tubuh tas paralon yang kiranya pas. Tali yang digunakan biasanya tali tas model slempang.
Setelah tas paralon jadi. Dalam hal mempercantiknya, entah disadari atau tidak, dapat secara tidak langsung mencerminkan empunya. Bagi penggila bola, terkadang di tas paralon diberi stiker yang ada kaitannya dengan sepak bola.
Misalnya sticker pemain favorit, logo tim kebanggaan, dan lain-lain. Bagi yang memiliki jiwa-jiwa santai dan melankolis ala Bob Dylan dan Bob Marley, bisa ditemukan sticker dengan kombinasi warna hitam putih atau merah, kuning, dan hijau.
Begitupun pada bagian tali. Bagi penggemar musik, biasanya terdapat pin yang ada hubungannya dengan grup band favorit pada masa itu. Pin dari grup band dunia hingga lokal.
Tentu bagi penggila bola, pin bernafaskan olahraga yang paling digemari sejagat raya menjadi penghias pada bagian tali tas paralon. Eksistensi tas paralon bak eksistensi sepeda fixie yang dulu pernah ramai di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini.
Keberadaan pengguna tas paralon juga marak ketika Laskar Angling Dharma berlaga. Ketika tas paralon eksis di masa itu, bisa ditemui penonton yang menggunakan tas yang cara pakainya dislempangkan itu.
Ketika tas paralon eksis, memberi angin segar bagi penjual stiker. Penjual stiker yang biasanya ada di pinggir jalan, juga memperoleh berkah dari ramainya pengguna tas paralon.
Seperti mengeblok bagian tas paralon dengan skotlet, atau hanya dengan mempercantik tas paralon dengan stiker-stiker (kecil) yang biasanya dijual dengan diletakkan di plastik, dan bergoyang ketika angin menerjang.
Itulah, Nabs. Kisah di balik tas paralon yang dulu pernah eksis. Mengingat kehidupan di dunia bak siklus, tak menutup kemungkinan kalau tas paralon akan kembali eksis seperti dulu lagi. Bahkan, bisa lebih eksis dari periodisasi sebelumnya.