Jangan-jangan, KKN ini hanya jadi formalitas pencitraan kegiatan akademik, bukan aktualisasi keilmuan dan pengabdian yang diaplikasikan secara sistemik.
Sejak rektor kampus yang saya singgahi resmi melepas seluruh mahasiswanya Kuliah Kerja Nyata (KKN) di rumah masing-masing dengan bismillah, dalam hati kecil saya, “Baiklah. Modalnya cukup bismillah”.
Bagaimana tidak bismillah, KKN di tengah pandemi seperti ini bakalan menjadi catatan sendiri bagi saya dan seangkatan. Paling tidak, kalau nanti sempat menjadi tua dan ditanya anak sendiri, setidaknya bisa cerita kalau dulu bapaknya ini angkatan istimewa KKN Corona. Wqwq..
Sebab modalnya hanya bismillah, semoga tidak mengurangi esensi dari KKN itu sendiri. Tak lain, seperti dalam tri dharma perguruan tinggi, poin akhirnya adalah pengabdian. Pengabdian yang sesungguhnya bukan hanya pencitraan yang dipuja-puja.
Umumnya pengabdian masyarakat dimaknai sebagai aktualisasi dari pemahaman ilmu yang didapatkan mahasiswa di bangku kuliah. Pertanyaannya, sudahkan relevan antara ilmu yang dipelajari dengan masalah yang di hadapi di masyarakat? Saya pikir, ini yang belum difasilitasi oleh perguruan tinggi.
Jika memang belum ada, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah mahasiswa lebih giat untuk menjemput bola. Artinya, mahasiswa yang berusaha untuk mencari. Karena di ranah kampus, cara belajar mahasiswa tidak lagi pedagogi melainkan andragogi.
Pengabdian masyarakat sejatinya menjawab permasalahan yang ada. Karena mahasiswa di mata masyarakat dipandang sebagai sosok yang solutif, inovatif dan kreatif. Maka, sudah seharusnya mahasiswa melakukan tanggungjawabnya secara intelektual, sosial dan moral.
Saya yakin, pihak kampus sudah berusaha dengan maksimal agar segala aktivitas akademik tetap berjalan. Seperti halnya KKN di tengah pandemi. KKN istimewa ini dilakukan sendiri-sendiri.
Kampus memberikan kebebasan jika mahasiswa mau berkolaborasi dengan mahasiswa lain. Tentunya jika mahasiswa itu berdomisili sama, maka boleh melakukan KKN bersama dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Kolaborasi menjadi hal penting ketika KKN. Dari pelbagai latar belakang mahasiswa yang berbeda, mereka dapat berdiskusi untuk merumuskan solusi dari permasalahan yang ada. Tentunya ini berbeda dengan mereka yang terpaksa melakukan KKN sendiri seperti saya. Duh memang nasib jomblo, kemana-mana sendiri.
Tapi, bukan karena kesendirian itu yang mengganggu saya. Justru karena dilakukan sendiri dan di desa sendiri, saya dilema. Jangan-jangan, KKN ini hanya jadi formalitas pencitraan kegiatan akademik, bukan aktualisasi keilmuan dan pengabdian yang diaplikasikan secara sistemik.
Boleh jadi, apa yang saya pelajari selama di bangku kuliah tidak semuanya bisa menjawab permasalahan masyarakat. Toh, masyarakat tak akan peduli saya tahu teori-teori komunikasi, misalnya. Atau masyarakat juga tak akan bertanya apakah saya pernah bertemu pakar komunikasi hebat di Indonesia, ‘kan?
Pengabdian yang sesungguhnya tidak hanya sebatas dimaknai sebagai kegiatan tanpa pamrih. Apalagi erat dikaitkan dengan kegiatan sosial di masyarakat terpencil, tertinggal, terisolir dan terbelakang. Jauh dari itu, pengabdian ialah kesungguhan menghamba, ketulusan bederma terhadap sesama dan representasi kelompok yang peduli terhadap masa depan bangsa.
Masyarakat memang butuh sosok yang mampu mengabdi secara tulus bukan modus. Apalagi mahasiswa yang melakukannya hanya untuk meningkatkan citra. Saya pikir memang citra itu penting, tapi peduli kepada sesama jauh lebih penting.
Oleh karena itu, mari kita niatkan KKN ini sebagai rasa syukur kita berkesempatan belajar di perguruan tinggi. Institusi yang dipercaya sebagai penyambung lidah rakyat, jembatan rakyat dengan pemerintah dan garda masa depan yang gemilang.
Jauhkan dari segala praktik pencitraan. Kita perbaiki sebagai modal pengabdian tanpa imbalan. Karena masyarakat membutuhkan kalian, para pengabdi yang tak lelah berbakti untuk perubahan.
Mari membangun bangsa dari desa. Menjadi cahaya dalam gelapnya jalan. Jangan hanya pencitraan, tapi abdikan diri dengan keilmuan. Mari berbakti, kurangi selfie!