Tulisan ini berisi tentang orientasi dan curah gagas terkait penataan Ormada Bojonegoro ke depan.
Menurut hemat penulis, jaminan legalitas dan legitimitas ormada Bojonegoro dapat dilakukan dengan beberapa langkah diantaranya: Pertama, menjalin komunikasi, silaturahmi, serta hubungan “informal” antar ormada Bojonegoro dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang berkala dan berkelanjutan.
Nabs, hal tersebut bertujuan untuk menjaga komunikasi serta koneksi masing-masing ormada Bojonegoro dengan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
Kedua, terkait legalitas ormada Bojonegoro di lingkup kampus dapat dilakukan dengan dikeluarkannya produk hukum berupa Peraturan Menteri yang bersifat mengatur (regeling) ataupun berupa Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang bersifat ketetapan (beschikking) yang menetapkan bahwa organisasi mahasiswa daerah/ormada merupakan bagian dari Organisasi Kemahasiswaan dan masing-masing kampus dapat memberikan fasilitas sekaligus pembinaan.
Dalam hal ini, perlu melihat dan menyesuaikan dengan karakteristik ormada yang menurut hemat penulis ormada Bojonegoro memiliki tiga karakteristik yaitu: (i) satu ormada, satu kampus, dan satu daerah, contohnya: HIMABO Universitas Negeri Malang, FORMAVERO UPN Veteran Jawa Timur, Mliwis Putih Universitas Muhammadiyah Malang, dan ormada lainnya.
Terkait ormada dengan karakteristik satu ormada, satu kampus, dan satu daerah ini, kampus dapat langsung memfasilitasi dengan cukup dibuat peraturan teknis dan pembinaan secara berkala, (ii) satu ormada,beda kampus, dan satu daerah, misalnya: MABES Semarang (semua mahasiswa Semarang asal Bojonegoro), IMAGO Yogyakarta (semua mahasiswa Yogyakarta asal Bojonegoro), dan FORBBITS (mahasiswa dari kampus ITS, PENS, dan PPNS Surabaya asal Bojonegoro).
Terkait ormada dengan karakteristik satu ormada, beda kampus, dan satu daerah ini, maka terdapat opsi dua hal, yaitu dapat dibentuk dengan adanya cabang ormada di tiap kampus meskipun koordinator tetap di ormada pusat contoh: MABES Semarang cabang UNNES Semarang, MABES Semarang cabang UNDIP Semarang, dan seterusnya sehingga memudahkan masing-masing kampus untuk memberikan pembinaan.
Selain itu, jika kurang relevan dapat juga dilakukan Peraturan Bersama Perguruan Tinggi (Peraturan Bersama Rektor) untuk memfasilitasi ormada beda kampus satu daerah, misalnya; Peraturan Bersama Rektor UGM, UNY, UIN Sunan Kalijaga, dan beberapa kampus lainnya di Yogyakarta terkait fasilitasi dan pembinaan ormada IMAGO, dan seterusnya, (iii) beda ormada, satu kampus, dan satu daerah, contohnya: FKMB UIN Sunan Ampel dan SASB UIN Sunan Ampel.
Dalam hal ini, dapat dilakukan pengaturan, fasilitasi, serta pembinaan dari Rektor atau kampus terkait sebagaimana pengaturan ormada dengan karakteristik satu ormada, satu kampus, dan satu daerah.
Ketiga, terkait legalitas ormada Bojonegoro di lingkup Pemerintah Kabupaten Bojonegoro perlu mendorong Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk membuat Peraturan Bupati sebagai peraturan pelaksana Pasal 33 ayat (6) Perda Kabupaten Bojonegoro No. 1 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kepemudaan yang memberikan ruang partisipasi serta wadah bagi ormada Bojonegoro untuk menjalin silaturahmi sekaligus ikut memberikan sumbangsih bagi pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Bojonegoro, Nabs.
Keempat, jika ormada Bojonegoro telah mendapatkan legalitas, maka perlu juga jaminan legitimitas ormada seperti dibentuknya forum perkumpulan ormada Bojonegoro yang bersifat joint session sehingga semua berkedudukan sama dan setara serta ikut dilibatkan dalam program kepemudaan, pendidikan, serta pengabdian masyarakat yang diselenggarakan serta dibina oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.
Nabs, penulis berharap, orientasi serta gagasan yang telah diuraikan di atas dapat menjadi upaya untuk menata dan memfasilitasi terkait legalitas dan legitimitas ormada Bojonegoro.
Semoga, dengan adanya jaminan legalitas dan legitimitas ormada Bojonegoro, maka ormada Bojonegoro dapat memberikan sumbangsih yang lebih baik bagi Kabupaten Bojonegoro dan di internal kampus masing-masing ke depannya.