Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) membuktikan bahwa kesunyian dan kesepian adalah guru dan mata pelajaran paling ditakuti sekaligus paling mencerahkan.
Lapas tak hanya jadi tempat yang membikin orang kapok bertindak kejahatan. Tapi juga ruang belajar sekaligus menerima pembinaan. Sebelum dikenal istilah Lapas, di Indonesia, tempat menyeramkan itu bernama penjara.
Kini, seiring meningkatnya informasi dan kesadaran akan hak-hak manusiawi, Lapas tak hanya ruang hukuman. Tapi juga ruang belajar. Lapas serupa sekolah tentang hidup.
Lapas, juga jadi semacam kampus bagi para mahasiswa. Mereka yang sebelumnya dekat dengan keriuhan, dikenalkan dengan kesunyian. Iya, kesunyian memang teman terbaik untuk merenung dan belajar.
Jadi, jangan heran ketika banyak orang sebelumnya jahat, bisa sadar akan kelakuannya pasca dilapaskan. Bisa jadi, karena mereka kerap berbincang dengan kesunyian.
John Refra Kei, sosok preman paling bengis dan ditakuti di Jakarta misalnya, bisa berubah bijaksana dan kian paham sisi kemanusiaan ketika ia dijebloskan di Nusakambangan.
Johny Indo, sosok perompak paling ditakuti di masanya juga berubah menjadi manusia bijaksana pasca ia dijebloskan ke Nusakambangan.
Apa yang dialami John Kei dan Johny Indo, tentu bukan gimik semata. Namun menunjukkan pada kita semua bahwa kesunyian dan kesepian adalah guru dan mata pelajaran paling ditakuti sekaligus paling mencerahkan.
Sahardjo, Menteri Kehakiman, pertama kali menggagas konsep pemasyarakatan pada 1962. Sehingga 27 April diperingati sebagai Hari Lembaga Pemasyarakatan Indonesia. Lahirnya hari peringatan ini, karena adanya Konferensi Lembang pada 27 April 1962.
Dalam konsep gagasan Sahardjo, Lembaga permasyarakatan bukan hanya sebagai lembaga yang melaksanakan hukuman. Melainkan mengemban tugas yang lebih berat. Dimana mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana kembali dalam masyarakat.
Pelaksanaan sistem pemasyarakatan sendiri dituangkan dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Selain itu terdapat pula landasan hukum Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999. Mengenai Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dengan adanya landasan hukum terkait pemasyarakatan ini. Maka diharapkan pilar-pilar pemerintah di tataran lembaga pemasyarakatan, di bawah Kementerian Hukum dan HAM. Makin baik kedepanmya untuk mewujudkan visi sistem pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila.
Gagasan mengenai pembinaan narapidana berdasar sistem pemasyarakatan. Menggantikan istilah kepenjaraan menjadi pemasyarakatan. Melalui amanat tertulis Presiden Republik Indonesia yang diberikan pada Konferensi Dinas Para Pejabat Kepenjeraan (pada waktu itu) di Lembang.
Dalam rangka mengadakan retooling dan reshapping dari sistem kepenjaraan. Yang dianggap tidak selaras dengan adanya ide pengayoman. Sebagai Konsepsi Hukum Nasional yang berkepribadian Pancasila.
Dengan adanya sudut pandang lain terhadap pelanggaran hukum dan pelakunya. Serta cara memperlakukan para pelanggar hukum. Serta keluarnya amanat Presiden Republik Indonesia pada Konferensi Lembang. Maka konferensi sepakat untuk menyatakan. Hari Pemasyarakatan Indonesia atau Hari Bhakti Permasyarakatan.
Masih banyak yang harus diperbaiki dalam lembaga permasyarakatan. Seperti kurangnya jumlah penjaga. Kapasitas LP karena jumlah narapidana yang berlebih. Serta masih banyak hal yang menjadi permasalahan utama bagi LP.
Dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM yang membawahi Direktorat Jenderal Permasyarakatan. Untuk lebih memperbaiki kondsi lapangan LP. Upaya memperbaiki LP terus dilakukan. Agar warga binaan tak perlu berdesakan bahkan berebut oksigen lagi.
Seperti kita tahu citra lapas sekarang sudah lebih baik dari yang dulu. Mungkin sebab dari kurangnya sumber informasi yang diterima jaman dulu. Menyebabkan citra lapas yang berkesan seram dan horor. Seperti apa yang digambarkan lewat sebuah film.
Putra Pratama sebagai salah seorang petugas pemasyarakatan, atau yang dulu kita kenal dengan nama sipir, bercerita bahwa sistem LP sekarang sudah berbeda dengan yang dulu terkesan menyeramkan.
“Sistem lapas yang sekarang sudah berbeda dari jaman dulu, yang kesannya seram dan horor,” kata petugas pemasyarakatan tersebut.
Sesuai dengan salah satu dari 3 fungsi ASN. Yaitu sebagai pelayan publik, terutama zero pungli. Sekarang semua UPT pemasyarakatan, terutama lapas dan rutan. Menerapkan sistem pemasyarakatan yang mengedepankan sisi kemanusiaan. Lebih memahami kebutuhan warga binaan pemasyarakatan.
“Lapas sekarang lebih mengedepankan sisi manusiawi, memahami kebutuhan warga binaan,” tambahnya.
Mungkin sebagian orang awam masih memandang kalau lapas dan rutan. Merupakan Instansi yang berpotensi tinggi untuk terjadinya praktek korupsi dll. Namun bagi Kemenkumham Kanwil Jatim. Berupaya dengan tetap teguh merubah citra itu sedikit demi sedikit.
Dengan dimulainya pencanangan deklarasi ZI (Zona Integritas). Dalam rangka mewujudkan WBK (Wilayah Bebas dari Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani).
Kalau sistem lapas sudah lebih baik bagaimana dengan sistem hukumnya? Mungkin perlakuan hukum di Negeri ini terkesan kaku. Apapun dilaporkan lalu mesti dihukum dan dimasukan dalam lapas.
Bagaimana lapas tidak over kapasitas, kalau sistem hukum masih seperti ini? Melihat data 2018, secara nasional, jumlah napi di Indonesia sebanyak 247,803 orang, lapas hanya mampu menampung 124,953 orang.
Kini citra lapas mulai berubah. Tidak seperti dulu lapas yang lebih terkesan hukuman dibanding dengan binaan. Selamat hari Lembaga Pemasyarakatan Indonesia. Dan semoga Lapas kian manusiawi sehingga hukum di Indonesia juga kian lebih baik.