Trend memelihara ayam hias ekor lidi (elid) kini mengalami peningkatan. Ayam jantan yang dulu identik hewan aduan, kini dipertandingkan lewat cara yang lebih elegan: diadu dari sisi keindahan.
Tangan Handoyo cekatan memindah ayam-ayam ke kandang yang baru dibersihkan. Sesekali, ia mengamati dengan serius kondisi ayam itu dari bagian kaki hingga kepala, lalu bergegas membersihkan jika ada kotoran yang menempel di sana.
Handoyo sangat hapal mulai jumlah, umur, hingga bermacam jenis ayam yang saat ini berada di peternakannya. Ayam-ayam itu, mayoritas ayam hias yang kini mulai banyak diminati para pehobi ayam.
“Yang di sebelah sini paling tua, ini indukannya” kata pria 42 tahun itu, sambil menunjuk sederet kandang di depannya.
Sekitar 4 tahun lalu, Handoyo mengubah dapur rumahnya menjadi kandang ayam. Di ruangan cukup besar itu, ia membikin banyak kandang dengan ukuran variatif, yang ditata berjajar mengelilingi dinding. Hampir semua kandang, terdapat isinya.
Mindset ayam jantan petarung memang mengalami pergesaran menjadi ayam jantan hias. Sebab, selain tidak aman karena rentan digrebek, hobi adu ayam juga terkesan kurang etis. Karena itu, kini banyak pehobi ayam mempertandingkan ayam jantan lewat sisi keindahan.
Pasca runtuhnya harga burung lovebird, banyak pehobi burung yang kini hobi ayam hias. Menurut Handoyo, ayam hias karakternya lebih kalem. Ini alasan yang dikonteskan bukan sisi bertarungnya, tapi sisi elegan: keindahan, kebersihan, dan warnannya.
Di peternakan yang kini ia kelola, terdapat ayam hias dengan berbagai macam usia. Mulai usia telur yang dierami, usia sebulan, usia lancur (remaja), hingga ayam-ayam berukuran besar yang sudah jadi indukan.
Handoyo bercerita, ayam-ayam yang ia ternak, di antaranya berjenis Ekor Lidi (Elid), Aseel, dan Siam. Awalnya, ia beli indukan ayam-ayam tersebut Ayam-ayam dari Solo dan Sragen. Kemudian ia ternak sendiri dan kini jumlahnya kian banyak.
Di antara berbagai jenis ayam hias itu, yang saat ini paling banyak diminati adalah ayam jenis Elid. Ayam Elid (ekor lidi) memiliki ukuran tubuh cukup besar, jika dibanding ayam biasa. Selain itu, yang paling identik, adalah ukuran ekornya.
“Untuk ayam dewasa, panjang ekornya bisa sampai sekitar 40 cm”. Ucapnya.
Handoyo menjelaskan, tidak semua ayam ekor lidi anaknya bisa ekor lidi. Sebab, ekor lidi merupakan katuranggan (ciri fisik tertentu, bukan jenis tertentu). Ekor lidi bukan jenis, tapi gen bawaan lahir. Karena itu, satu peranakan kadang bisa keluar ekor lidi, kadang tidak.

Hal itu, menurut dia, harus dipahami calon pembeli. Sebab, banyak juga kejadian membeli ayam ekor lidi di usia sebulan. Tapi saat dewasa ekor lidinya malah tidak muncul. Karena itu, dia berpesan agar membeli di peternakan.
“Karena itu, belinya kalau bisa di peternak, sehingga tahu indukannya seperti apa”. Ungkapnya.
Lebih jauh Handoyo menjelaskan, diketahui ekor lidi atau tidak, umumnya saat ayam sudah usia 5 bulan keatas. Hanya, harga beli tentu sudah lebih mahal. Beda lagi saat beli usia 1 hingga 3 bulan, lebih murah tapi masih belum jelas jadinya, muncul ekor lidi atau tidak.
Di peternakannya, saat ini terdapat 10 indukan ayam ekor lidi betina dan 4 ekor indukan jantan. Itu indukan-indukan yang produktif menetaskan telur. Satu indukan, bertelur antara 8 hingga 11 telur. Kadang semua menetas. Kadang hanya 8 yang menetas. Tergantung kondisinya.
Dari sejumlah indukan yang ada di peternakannya itu, tiap 10 hari ada yang menetas. Jumlah tetasannya variatif. Satu induk ada yang 8 dan 10 tetasan. Menurutnya, sampai saat ini, tiap bulan pasti ada yang beli. Harganya pun variatif.
“Bahkan ada yang masih telur sudah diindent orang”. Katanya sambil menunjuk telur yang masih dierami.
Memelihara ayam hias, menurut dia, tak beda dengan memelihara ayam biasa. Makanannya serupa ayam biasa. Yakni wur, dedak, katul, dan nasi. Secara umum, tak beda dengan ayam biasa.
Tantangan utama bagi para peternak, menurut dia, adalah haratan (penyakit musiman) yang biasa menyerang unggas. Dan itu tergantung kelembaban tanah. Selama kandang tidak lembab, potensi penyakitnya pun kecil. Yang baik, menurut dia, memang di dalam ruangan.
Handoyo bercerita, ayam hias hasil peternakannya dijual secara online dan offline. Karena itu, sirkulasi<span;> penjualan tak hanya berada di daerah Bojonegoro. Tapi juga luar kota seperti Blora, Semarang, Solo, bahkan Kota Banyuwangi.
Harga yang ditawarkan pun beragam. Dari paling murah, Rp 150 rb (usia sebulan). Tapi ada juga yang usia sebulan harganya Rp 300 rb. Untuk ayam lancur (umur remaja) seharga Rp 1,5 juta. Bahkan lebih. Untuk yang kualitasnya bagus, bahkan bisa sampai Rp 7 hingga 10 juta.
Besar kecilnya harga, dipengaruhi jenis warna, ukuran ekor, dan kondisi blangkon (mahkota). Namun, terlepas itu semua, pehobi ayam hias punya sense dan kalkulasi yang berbeda-beda. Itu yang membuat harganya relatif. Tergantung kesukaan pembeli.