Hanya mereka yang berani terbang yang bisa terbang.
Salut tuturor prietenilor. Tau artinya? Tau gak? Sama kalau begitu. Dikala fana merah meraung di atap langit, dengan burung – burung emprit yang mengepakkan sayapnya.
Terbang melintasi awan dengan tujuan yang tak dapat dilandaskan. Wassek. Nak indie. Disaat selesai berdiskusi tentang rutinitas bedah buku komunitas Sematta, tibalah akhirnya dimana giliranku untuk membedah sebuah buku.
Sebelumnya, memang sudah terpikirkan untuk membedah buku apa. Apatah buku Seni mencintai? Tentu saja bukan. Aku sempat berpikir untuk membedah suatu buku yang mungkin di pandangan orang lain itu hanyalah sebuah buku yang sepele, tetapi mempunyai makna yang amat dalam.
Dan memang kebetulan disaat itu aku sedang membaca buku yang berjudul Kisah Seekor Camar dan Kucing yang Mengajarinya Terbang. Yang ditulis oleh Luis Sepúlveda, dan diterbitkan oleh Marjin kiri.
Sang penulis menulis buku ini dengan tujuan memberi anak – anak bacaan yang mengasah kepekaan, empati, dan kesadaran kritis. Melalui karya berlatar belakang aneka permasalahan sosial. Misalnya, pencemaran lingkungan, maupun – apapun itu. Untuk kepemilikan buku ini sebenarnya bukanlah milikku pribadi.
Tetapi, milik dari teman saya yang berada di Sematta. Haruskah menyebut namanya(?). Baiklah, akan saya ceritakan sedikit tentang story persahabatan Si Kucing dan Camar.
Pertemuan berawal dari Zorbas si Kucing Hitam Gendut yang sedang ditinggal tuannya untuk berlibur. Dimana dia sedang berada di atas balkon rumah. Tidak disangka, dia mendapati seekor burung camar betina bernama Kengah yang sedang sekarat dengan minyak yang berlumuran di bulu – bulunya. Zorbas kebingungan.
Lalu dia mencoba membantu si Kengah. Karena semua energi yang dipunyai Kengah sudah habis dikarenakan memakai semua energinya untuk lolos dari minyak, si Kengah pun berpesan dan membuat janji kepada si Zorbas agar tidak memakan telur si Camar dan merawatnya hingga menetas, bahkan mengajarinya terbang. Dikarenakan Zorbas dalam keadaan panik, maka Zorbas menyetujuinya.
Setelah itu, Zorbas mencoba mencari pertolongan ke beberapa kucing pelabuhan di sana. Dia mendapati Kucing Kolonel, dan Secretario. Karena mereka pun tidak tahu harus berbuat apa, pada akhirnya ketiga kucing itu menghampiri si Kucing Profesor. Disaat bertemu dengan Profesor, dia sempat di hadang oleh Matías, Sipanse juru karcis ditempat itu yang sedang mabuk.
Disaat bertemu dengan Profesor, Zorbas menceritakan semua permasalahan. Pada akhirnya, Si Profesor yang mengagumi buku itu mencoba mencari pemecahan masalah di Ensiklopedia.
Tanpa disangka – sangka, Profeser itu tidak menemukan pemecahan permasalahan didalamnya. Dengan rasa kecewa, merekapun pergi kembali ke tempat dimana Kengah berada, yaitu di rumah Zorba. Ke 4 kucing itu mencoba untuk mengubur Kengah dan menyanyikan khas penghormatan hingga disambut dengan semua hewan yang berada di pelabuhan.
Setelah selesai mengurus Kengah, Zorbas tetap melaksanakan janjinya kepada burung camar tersebut dengan merawat telur itu hingga menetas. Beberapa halangan yang mendatangi, seperti tikus yang ingin mencuri, bahkan menyembunyikan telur tersebut disaat teman pemilik rumah datang untuk membersihkan bak pasir Zorbas. Disaat menetas, terlihatlah bayi camar yang sedang memanggili zorbas dengan sebutan Mami.
Zorbas mencoba mencarikan makanan dan menghidupi kehidupan si Camar kecil. Tidak disangka, permasalahan tidak selesai begitu saja. Ternyata kucing – kucing liar pelabuhan pun sempat ingin memakan si Camar kecil. Setelah itu, tumbuh lah besar si Camar dengan bulu dan sayang yang indah. Si camar kecil itu diberi nama, Fortuna. Seperti kapal Fortuna yang berwarna putih di pelabuhan.
Pada saat itu, Zorbas mencoba untuk memenuhi janjinya yang kedua, yaitu mengajarinya terbang. Zorbas dan yang lainnya sempat mengajarinya terbang dengan teori yang berada di dalam buku Ensiklopedia si Profesor. Setelah 17 kali percobaan, tidak ada hasilnya.
Setelah itu, bertemulah Zorbas dengan Banyu biru. Si kucing yang dianggap paling berpengalaman di laut. Tetapi, tetap saja. Tidak ada hasilnya. Akhirnya, Zorbas pun mencoba untuk mencari ide. Dan ide terakhirnya hanyalah satu, yaitu berbicara dengan manusia. Setelah berdiskusi dengan beberapa kucing pelabuhan, akhirnya mereka menyetujuinya. Mereka sempat memikirkan manusia mana yang mampu mengajari Fortuna terbang. Setelah berdiskusi, mereka menemukan seseorang yang mampu membantu Kengah untuk terbang, yaitu si Penyair.
Zorbas mencoba mendatangi si penyair dengan sedikit membuat kegaduhan. Setelah itu, dia mencoba masuk kedalam rumah si Penyair dan berbicara dengannya. Si penyair merasa tidak menyangka. Setelah beberapa perkataan yang membuatnya yakin, si Penyair pun penyetujuinya. Mereka sepakat akan bertemu di atas tower saat tengah malam.
Di atas sana, Zorbas dan Fortuna bertemu dengan si Penyair. Si penyair mencoba untuk menerbangkan si Fortuna. Karena sedikit keraguan Zorbas, akhirnya Fortuna ditaruhlah di atas pagar tower tersebut. Setelah menguatkan niatnya, Fortuna terjun dari tower lalu mengepakkan sayapnya dan terbang. Selesai.
Setelah membaca itu, apa yang mungkin ada dipikiran kalian? Menarik bukan?. Mungkin, lebih lengkap ceritanya akan lebih menarik lagi. Dan dari cerita tersebut, ada beberapa makna yang membuat saya tersadar.
Misalnya, Niat hal yang baik, tidak selalu menghasilkan yang baik juga. Contohnya Sipanse, Matías. Tuannya mengetahui bahwa dia suka meminum bir, dan memberinya bir. Dan, ada beberapa persoal yang disinggung di dalam sana yang berkaitan dengan ekosistem hewan.
“Tak ada taring yang tak retak” kata – kata yang dibuat oleh Zorbas. Maka dari itu, bagaimana cara kita bisa membuat taring itu bisa kembali sedia kala.
Makna dari cerita tersebut adalah, “Hanya mereka yang berani terbang yang bisa terbang”. Kata – kata terlintas dari meongan Zorbas.