Kisah kenangan masa kecil tentang Dukuh T dan sungai Bengawan Solo.
Mendengar kata Bengawan Solo, sebagian besar orang mungkin telah mengetahui bahwa Bengawan Solo adalah sungai terpanjang yang berada di pulau Jawa.
Lepas dari kegaharan Bengawan Solo, kali ini ada cerita dari masa kecil si Tole, anak pinggir nggawan/bengawan.
Siapa to, Si Tole? Perlu diketahui, Si Tole adalah seorang anak kecil yang dilahirkan dari keluarga sederhana yang hidup di pinggir bantaran sungai Bengawan Solo. Tepatnya di sebuah Dukuh T. Berada di kabupaten yang katanya lumbung pangan dan energi.
Nabs, kehidupan Si Tole tak jauh beda dari anak-anak pada umumnya. Orang tua Si Tole adalah seorang petani dan pada saat panen biasa menjual hasil buminya ke seberang bengawan yang tepatnya di bumi Ronggolawe.
Hasil bumi yang dijual biasanya berupa singkong (menyok), jagung, terong, bahkan cabe-cabean. (Apa? cabe-cabean?, candaan saja kok, Nabs, xixixi. Ya, pastinya cabai sungguhan, dong.)
Begitupun juga kebanyakan dari warga Dukuh T yang menjual hasil buminya di bumi Ronggolawe. Sepulang dari menjual hasil bumi, Si Tole biasa dibawakan jajanan pasar oleh orang tuanya seperti jipang, kerupuk manggar kesukaan Tole, tak lupa pula minuman yang sempat viral belakangan ini yaitu Cendol dawet, cendol dawet seger, piro, lima ratusan, terus, gak pakek ketan. Ingat bacanya biasa saja jangan sambil nyanyi, Nabs, wkwkwk.
Untuk pertama kalinya Si Tole kecil diajak mbahnya untuk menjual hasil bumi di seberang bengawan dengan dibonceng menaiki ontel tua milik mbah. Ada yang menarik sesampainya di tambangan (tempat penyeberangan yang ada di sekitar sungai Bengawan Solo) warga lokal biasa menyebutnya dengan Tambangan.
Si Tole dan Si Mbah di sambut oleh kakek-kakek sepuh, seraya bertanya kepada Si Mbah, “Putunem wis tuku banyu urung?” (Cucumu sudah beli air apa belum?) Waktu itu Si Tole belum mengerti apa maksudnya. Dan ternyata di Dukuh T mempunyai sebuah adat yang di percayai sejak dulu secara turun temurun bernama Tuku Banyu.
Yaitu, setiap warga lokal yang pertama kali menyeberangi sungai Bengawan Solo wabilkhusus untuk anak-anak, diharuskan menjalani adat Tuku Banyu.
Si Tole kecil pun menjalani adat tuku banyu tersebut, di karenakan Si Tole baru pertama kalinya menyeberangi bengawan menggunakan perahu. Dan persyaratanya berupa sebutir telur ayam jawa dan uang koin yang diarumkan ke dalam bengawan.
Setelah itu, Si Tole dibasuh menggunakan air bengawan pada mukanya sebanyak 3 kali. Biasanya adat tersebut dipimpin oleh orang yang dituakan.
Kebetulan adat yang di lakukan Si Tole dipimpin oleh kakek-kakek sepuh tadi. Merupakan orang yang memiliki tempat penyeberangan penghubung pangan di Dukuh T. Adat tersebut di percaya yang bertujuan agar di beri keselamatan oleh yang Maha Kuasa setiap saat menyeberangi sungai Bengawan Solo.
Inilah memorabilia masa kecil Si Tole mengenai salah satu adat istiadat yang berada di dukuhnya. Yang mana di zaman sekarang, perlahan adat tersebut mulai dilupakan. Si Tole yang sekarang telah tumbuh menjadi seorang pemuda dan amat sangat menyayangkan hal tersebut.