Tanpa gerakan pemuda desa, Balai Desa hanya sekadar bangunan dan tinggal nama saja.
Pemuda menjadi ujung tombak, yang digadang-gadang memiliki gerakan masif. Desa tidak luput dari peran pemuda yang ada. Oleh karena itu, pemuda harus diberi ruang gerak.
Saya akan bercerita tentang Desa Bogangin. Desa tempat saya tinggal. Berikut cerita yang saya alami.
Dalam lingkup kehidupan desa ada yang sudah berusia tua. Nah, ini tandanya pemuda sudah saatnya bergerak di berbagai sektor. Desa Bogangin memiliki pemuda yang amat sangat banyak.
Namun, pemuda desa memilih mencari proses di luar desa. Inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi seluruh masyarakat desa. Tentunya ada beberapa faktor yang dirasakan pemuda.
Menurut kacamata analisa saya, melihat antropologi Desa Bogangin harus njelimet. Kamu juga harus pandai masuk dan meneliti bagaimana gerak orang-orang desa tersebut.
Nabs, kamu bisa melihat betapa solidnya pemuda saat acara peringatan 17 Agustus. Pemuda yang berproses di luar kampung halaman memilih pulang dan singgah sebentar. Karena melihat jerih payah dan upaya pemuda plus pemudi desa.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemuda memilih proses di luar desa. Kurangnya dorongan dari masyarakat, minimnya sumbangsih diri sendiri (pemuda), sifat apatis dan merasa kurang yang ada dalam diri beberapa pemuda.
Saya akan bercerita sedikit. Ketika saya menjadi Ketua Pemuda-Pemudi Desa Bogangin. Organisasi ini dibentuk atas dasar kedasaran dan daya saing pemuda.
Karena melihat dukuh sebelah sangat kompak, pemuda dan pemudi tentu merasa iri. Tetapi iri yang positif.
Sebelumnya, Desa Bogangin vakum dari berbagai sektor organisasi. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa hal, salah satu di antaranya belum ada tokoh organisasi yang menjadi figur.
Selain itu juga lemahnya daya saing dan kesadaran pemuda akan pentingnya organisasi. Saya dan beberapa kawan pada saat itu, mencoba menggalang masa dan mengkampanyekan pentingnya organisasi melalui warung kopi.
Tentu saja sangat sulit saat memulai. Tetapi momentum yang cocok juga mempengaruhi pikiran dari para pemuda. Strategi pertama yang saya lakukan adalah mengundang seluruh jajaran pemuda dan tokoh masyarakat.
Atas dasar memeriahkan hari kemerdekaan Indonesia. Menjadi landasan terkumpulnya 30 pemuda dan pemudi, 5 tokoh masyarakat yang rela memberi dorongan dan sumbangsih secara nyata.
Dari berbagai rintangan, saya dan kawan-kawan lalui dengan proses yang tidak cukup enteng. Sebelumnya, acara peringatan 17 Agustus vakum 2 kali. Hanya ada acara ketika Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unesa Surabaya saat datang ke Desa Bogangin.
Nah, tentu membentuk solidaritas dan semangat membara pada diri pemuda, agak sulit. Karena mengumpulkan berbagai macam pemuda, dari yang nyaman duduk di warkop hingga fokus bekerja di luar kota.
Bagaimana upaya saya dan 2 kawan saya ini? Ada berbagai cara, yaitu memberi motivasi dan doktrin yang positif. Sehingga organisasi “Anti Wong Ruwet” yang menaungi pemuda dan pemudi khusus Desa Bogangin terbentuk.
Perjuangan dan kempanye organisasi inilah sangat sulit awalnya. Itulah hasil yang tidak mengkhianati proses. Tidak hanya itu, masyarakat juga sangat mendukung. Kepala desa dan jajaran perangkat juga mendukung.
Itulah, Nabs. Sedikit ihwal perjuangan pemuda dan pemudi desa, untuk memberikan perubahan dalam hal yang kecil. Walaupun kecil tetapi ada yang bisa dibanggakan. Jangan ingin menjad besar, kalau belum pernah merasakan kecil dan tertindas.