Bojonegoro dikenal sebagai satu dari beberapa daerah penghasil tembakau terbaik di Jawa Timur. Kualitas tembakau Bojonegoro sudah diakui oleh banyak pihak. Bahkan tembakau produksi Bojonegoro ada yang diekspor ke luar negeri.
Di Bojonegoro, tembakau masih jadi tanaman unggulan selain padi. Tanaman yang punya nama latin Nicotiana Tabacum ini memberikan kontribusi besar terhadap pembangunan di Bojonegoro.
Satu di antara daerah penghasil tembakau di Bojonegoro adalah Kecamatan Ngasem. Ada beberapa desa di Kecamatan Ngasem yang punya banyak lahan tembakau. Seperti di Desa Ngantru, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro.
Ketika masuk ke Desa Ngantru, kita bisa dengan mudah menemui tanaman tembakau. Baik yang masih berada di ladang, maupun yang sudah diolah jadi tembakau kering. Bau tembakau juga kadang menyeruak hingga indera penciuman.
Setiap hari, kita bisa melihat aktivitas para petani tembakau yang ada di Desa Ngantru. Mereka dengan tekun dan penuh dedikasi memberikan perawatan maksimal kepada tembakau yang ditanamnya.
Tembakau memang hanya bisa ditanam di lahan kering. Di Ngasem, kebanyakan lahan pertanian yang ada tanahnya kering. Sehingga, sangat cocok untuk ditanami tembakau.
Salah satu petani tembakau yang ada di Desa Ngantru adalah Lahono. Ia menyewa lahan pertanian milik perangkat desa untuk ditanami tembakau.
Setiap hari, Lahono datang ke ladang untuk merawat tembakau yang ditanamnya. Saat ditemui oleh tim Jurnaba.co, Ia sedang memberikan pupuk ke ladang tembakaunya.
Menurut penuturan Lahono, tembakau bisa dipanen setelah berumur 3 bulan. Jadi, dalam setahun petani tembakau bisa panen hingga 4 kali. Tanda dari tanaman tembakau yang sudah siap panen adalah daunnya yang lebar sempurna.
“Kalau sudah berumur 3 bulan, tembakau sudah bisa dipanen. Nanti sudah ada pengepul yang membeli,” ujar pria asli Ngantru tersebut kepada Jurnaba.co
Lahono menambahkan jika harga daun tembakau yang belum diolah cukup fluktuatif. Untuk saat ini, harga daun tembakau yang belum diolah berada di kisaran Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram. Jika sudah diolah dan jadi tembakau kering, harga bisa naik jadi Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu per kilogramnya.
Karena ingin maksimal dalam menggarap tembakau di ladang, Lahono tak berniat untuk ikut mengolah daun tembakau yang sudah dipanen. Ia memilih untuk menjualnya langsung ke pengepul. Dengan begitu, dia bisa fokus menggarap ladang tembakau.
“Saya nggak punya waktu untuk ngolah tembakau kering. Jadi langsung dijual saja ke pengepul biar lebih mudah dan nggak repot,” kata Lahono.
Hasil dari petani tembakau di Bojonegoro kebanyakan memang langsung dioper ke pabrik. Ada beberapa pabrik pengolahan tembakau kering di Kota Ledre. Pabrik-pabrik pengolahan tembakau kering tersebut kemudian menyuplai pabrik rokok besar di Indonesia.
Bahkan, ada produk tembakau Bojonegoro yang sempat diekspor hingga ke Amerika Tengah. Tepatnya adalah tembakau jenis Virginia yang jadi bahan utama pembuatan cerutu. Tembakau Virginia Bojonegoro tersebut merupakan produk kelas atas yang sangat berkualitas.
Tembakau di Bojonegoro memang tak perlu diragukan lagi kualitasnya. Ekspor hingga Amerika Tengah jadi salah satu buktinya. Kita semua tentu berharap kualitas tembakau Bojonegoro juga berbanding lurus dengan kuantitas pendapatan para petaninya.