Kota Bojonegoro bergabung dengan Smart City Indonesia sejak 2017 silam. Kini, pengembangan Smart City di Kota Ledre masih terus dikembangkan.
Smart City merupakan istilah bagi kota yang mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam tata kelola kehidupan sehari-hari. Tujuannya, meningkatkan efisiensi dan memperbaiki layanan publik. Sehingga, kesejahteraan masyarakat meningkat.
Nabs, integrasi teknologi tersebut, bisa terjadi karena keberadaan internet of things (IoT): jaringan perangkat elektronik yang saling terhubung dan mampu berkirim data dengan sesedikit mungkin peran manusia di dalamnya.
Karena itu, internet of things memiliki peranan penting bagi konsep Smart City. Experienced Solution Architect di Ericsson Indonesia, Hilman Halim mengatakan, Implementasi IoT dalam mewujudkan Smart City bisa beraneka ragam dan hanya dibatasi kemampuan dan imajinasi para pengembang saja.
Dalam pengoperasiannya, perangkat IoT hanya memerlukan tiga elemen utama, yakni: perangkat fisik, jaringan internet dan aplikasi. Kalau 3 elemen itu sudah terpenuhi, sejumlah perangkat bisa disesuaikan kebutuhan pengguna.
Pengembangan Smart City di Kota Bojonegoro
Kabid Layanan e-Government Dinas Komunikasi dan Informasi (Dinkominfo) Bojonegoro, Alit S. Purnayoga menjelaskan, pada 2019 ini, pengembangan dan inovasi terkait Smart City di Bojonegoro benar-benar dimaksimalkan, dibanding tahun sebelumnya.
“Tahun ini, banyak pengembangan Smart City yang kami kerjakan,” ungkap Alit pada Jurnaba.co
Bojonegoro, kata Alit, bergabung dengan Smart City Indonesia sejak 2017 silam. Namun, pada 2019 ini, sejumlah pengembangan dan inovasi dilakukan secara lebih masif. Bahkan sudah dimulai sejak hampir setahun lalu.
Ada sejumlah program pengembangan yang kini dilakukan dalam mendukung program Smart City di Kota Bojonegoro, di antaranya:
1. Aplikasi data statistik sektoral
Intinya, kebijakan daerah/ bupati terkelola dalam satu dashboard data. Sehingga masing-masing SKPD memunculkan data yang dikelola pada aplikasi. Kini, aplikasi tersebut sedang dikerjakan Kominfo.
2. Pengembangan sistem informasi desa
Desa didorong memiliki aplikasi yang memuat database penduduk dengan menu-menu program daerah dan surat menyurat online. Sejumlah desa sudah menggunakan aplikasi tersebut.
3. Pelayanan SKPD berbasis elektronik
Peran SKPD dalam Smart City sangat krusial. Terlebih berhubungan langsung dengan masyarakat. SKPD yang tidak gagap teknologi tentu berdampak pada pengembangan Smart City. Meski, baru sedikit SKPD berbasis layanan elektronik. Yang lain, sedang didorong melalui rakor dan sosialiasai.
4. Proses integrasi data kependudukan
Data kependudukan sangat penting. Karena itu, SKPD harus memiliki aplikasi data kependudukan sehingga mempermudah proses implementasi program-program. Sampai kini, baru 2 SKPD bekerjasama dengan Dukcapil untuk pemanfaatan data kependudukan. Yakni DPM PTSP dan Disperinaker Bojonegoro.
5. Penerapan tapping box
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Bojonegoro sudah menerapkan tapping box (alat perekam transaksi) untuk restoran, hotel dan tempat hiburan. Harapannya, transaksi real time bisa terpantau di dashboard PAD daerah.
Alit menambahkan, untuk mewujudkan Smart City, tidak hanya tugas Dinkominfo. Melainkan seluruh SKPD harus berlomba mengubah layanan konvensional menjadi lebih inovatif, cepat dan mudah.
Selain itu, kata dia, stakeholder lembaga dan instansi di Bojonegoro yang lain; termasuk BUMD, perbankan, dan swasta lainnya sangat berperan dalam pengembangan Smart City.
“Kita lihat, perbankan semakin menguat dengan berbagai layanan e-banking, perhotelan menguat dengan transaksi yang semakin mudah, transportasi, keamanan masyarakat juga terjamin dengan pantauan aplikasi layanan di kepolisian. Itu contoh-contoh kemajuan Smart City di daerah,” ungkap Alit.
Untuk itu, imbuh Alit, dibutuhkan gerakan bersama dalam mewujudkan konsep Smart City. Sebab, program itu sendiri bertujuan menyelesaikan masalah-masalah utama di daerah serta meningkatkan eksistensi kota sekaligus masyarakatnya.