Enviromental Arts harus dikenal sebagai bagian dari proses berkesenian yang sekaligus mempertahankan kelestarian alam.
Kondisi alam Bojonegoro mungkin beda dengan kota-kota besar lainnya. Bojonegoro masih memiliki sawah, hutan dan sungai alam. Karena itu, suasana mungkin terasa asri. Di beberapa sudut pun, memiliki pemandangan alam yang bagus.
Sebagai warga, menjaga kelestarian lingkungan merupakan kewajiban. Di tengah perkembangan yang begitu pesat, keadaan alam tidak boleh berubah secara total. Ekosistem yang alami harus dipertahankan.
Salah satu caranya adalah dengan memahami environmental arts atau eco arts. Boleh dikatakan, environmental arts adalah seni lingkungan. Berbicara mengenai seni, tentu tak bisa lepas dari budaya dan lingkungan.
Seorang seniman asal Jerman, Joseph Beuys yang kesohor akan kredo sosial sculpture-nya mengatakan, seni tak bisa terpisah dari kehidupan bermasyarakat dan alam sekitar.
Masyarakat dan alam, kata Beuys, merupakan ruang di mana sang seniman berkreasi dan terlibat secara langsung. Alam tentu kanvas. Alam tentu galeri.
Hal serupa diungkapkan seniman Bojonegoro, Dadang SB. Dia mengatakan bahwa penting bagi masyarakat untuk menyadari kelestarian lingkungan. Ini demi terjaganya keberlangsungan ekosistem alam — memuat makhluk hidup dan budaya yang ada di dalamnya.
“Pendidikan kita kurang menyentuh hal-hal yang prinsipal dan aktual, misalnya lingkungan alam,” kata Dadang.
Menurutnya, banyak teori dan ilmu yang diajarkan di wilayah pendidikan formal. Namun, yang diajarkan kurang menyentuh alam dan lingkungan secara langsung.
Pasalnya, lingkungan masih dianggap sebagai objek. Padahal, lingkungan merupakan subjek yang memiliki sistem tersendiri.
Sistem alam haruslah dipahami baik masyarakat. Sebagai seorang manusia, harus sadar bahwa alam beserta isinya harus dijaga. Tujuannya agar sistem tersebut tidak berbalik merugikan manusia.
Melalui pemahaman tentang environmental arts, kita akan berpikir bahwa kelestarian alam kita sangat penting untuk dijaga.
“Gerakan lingkungan berupaya melakukan perubahan dalam lingkungan, termasuk kampanye, perbaikan dan solusi,” ucap Dadang.
Menurutnya, pemahaman ini akan memunculkan gerakan perubahan terhadap lingkungan. Bermula dengan menggerakkan pikiran kita, lalu perbuatan. Ketika di dalam pikiran sudah sadar dan paham, kita perlu melanjutkan dengan tindakan.
Melihat belakangan ini, isu lingkungan sering naik ke permukaan media publik. Misalnya sampah plastik yang mengambang di laut dan memasuki pantai Indonesia. Tidak hanya Indonesia, sampah plastik ini pun sudah menjadi perhatian internasional.
Selain mengotori dan merusak pemandangan, sampah plastik mampu merusak biota laut dan organisme di dalam tanah. Pasalnya, plastik merupakan zat yang susah diurai. Butuh waktu ratusan hingga ribuan tahun.
Menanggapi hal tersebut, perlu pemahaman tentang environmental arts bagi kita. Seni lingkungan merupakan alternatif solutif untuk merespon isu lingkungan. Gerakan perubahan diawali dari mengubah cara berpikir hingga mengubah kebiasaan dalam mengelola sampah.