Berikut jejak dan asal-usul Wali Songo (Wali Nusantara) ditinjau dari sudut pandang ilmiah, beserta analogi semiotika Nawa Dewata (Sembilan Dewa).
Wali Songo merupakan lembaga dakwah abad 15 M yang sering disebut sebagai Wali Nusantara. Berisi para ulama penyebar islam yang berdakwah di Nusantara. Dalam berbagai catatan historiografi, Wali Songo identik sebagai Waliyullah sekaligus Waliyul’amri.
Waliyullah: mereka yang dekat dengan Allah dan terpelihara dari kemaksiatan. Sementara Waliyul’amri: mereka yang memegang kuasa atas hukum dan berwenang memutuskan urusan dunia dan keagamaan umat.
Semiotika Nawa Dewata
Dalam buku Atlas Wali Songo (2012), KH Agus Sunyoto menyebut, angka sembilan dalam Wali Songo tak sekadar bilangan. Tapi simbol yang tak sederhana. Sembilan adalah bilangan magis di Nusantara (Jawa). Ini berkait dengan Kosmologi Hindu Jawa yang meyakini bahwa alam semesta diatur Sembilan Dewa penjaga mata angin.
Kosmologi yang sama juga dianut masyarakat Hindu Bali, dengan sedikit perbedaan nama dewa. Dalam kosmologi tersebut, ada delapan dewa penguasa mata angin dan satu dewa penguasa arah pusat, sehingga jumlahnya sembilan dewa. Kosmologi ini, dikenal dengan Nawa Dewata (Sembilan Dewa).
Wali Songo hadir di zaman Majapahit. Yang mana, mayoritas masyarakat Jawa kala itu, sudah memeluk keyakinan Nawa Dewata sebagai ageman tauhid. Bagaimana Wali Songo mendakwahkan islam secara damai — hingga akhirnya banyak yang menerimanya— tentu butuh proses dan metode yang tak sederhana.
Dari kosmologi Nawa Dewata, dapat diasumsikan bahwa dakwah sistematis yang dilakukan Wali Songo, sesungguhnya mengubah konsep Nawa Dewata menjadi konsep Wali Songo. Semacam proses transformasi aqidah, dari Sembilan Dewa yang bersifat hinduistik menjadi Sembilan Wali yang bersifat sufistik.
Kosmologi Nawa Dewata yang diatur oleh dewa-dewa penjaga mata angin, diubah menjadi kosmologi Wali Songo. Di mana, kedudukan dewa-dewa penjaga mata angin digantikan manusia-manusia yang dekat dengan Tuhan. Yaitu para Wali yang berjumlah sembilan orang.
Kosmologi Wali Songo, bersumber pada konsep “Sembilan Tingkat Kewalian”. Ini bisa dilacak dalam Kitab Futuhat Al Makiyyah, karya sufi besar Muhyiddin Ibnu Araby (1165-1240 M). Dalam kitab itu, Ibnu Araby memaparkan sembilan tingkat Wali dengan tugas masing-masing, sesuai pos dan kewilayahannya.
Kesembilan tingkat itu adalah: (1) Wali Aqthab atau Wali Quthub (pemimpin dan penguasa para wali di seluruh alam semesta; (2) Wali Aimmah (pembantu Wali Aqthâb dan menggantikan kedudukan Wali Aqthâb jika wafat). (3) Wali Autad (wali penjaga empat penjuru mata angin); (4) Wali Abdal (wali penjaga tujuh musim).
(5) Wali Nuqaba (wali penjaga hukum syariat); (6) Wali Nujaba (wali yang setiap masa berjumlah delapan orang); (7) Wali Hawariyyun (wali pembela kebenaran agama, baik dalam bentuk argumentasi maupun senjata). (8) Wali Rajabiyyun (wali yang karomahnya muncul setiap bulan Rajab); (9) Wali Khatam (wali yang menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan umat Islam).
Transformasi Nawa Dewata yang hinduistik menjadi Wali Songo yang sufistik, membawa dampak besar pada dakwah Islam di Nusantara. Konsep Wali Songo jadi representasi kosmologi Nawa Dewata. Gagasan abstrak yang semula melatari konsep Nawa Dewata, mawujud pada manusia-manusia keramat yang kala itu dapat ditemui secara langsung.
Proses transformasi di atas, jadi bukti penting bahwa dakwah yang dilakukan Wali Songo tak sekadar membuat panggung dan berceramah. Tapi mengubah sosio-kultur-religius lewat tradisi masyarakat setempat. Dakwah Wali Songo benar-benar melihat situasi-kondisi, mendalami tradisi berbasis kearifan lokal, lalu pelan-pelan mengubah esensinya dari dalam. Istilahnya, mengambil ikan tanpa mengeruhkan kolam.
Jejak Ilmiah Wali Songo
Selama ratusan tahun, riwayat Wali Songo sempat dimitoskan dan difiksikan oleh oknum-oknum tertentu. Padahal, Para Wali adalah tokoh historis yang jejaknya benar-benar terbukti secara empiris. Data-data ilmiah tentang Wali Songo, kini sudah mulai banyak bermunculan.
“Menilik nama, nama orang tua, cerita asal-usul, dan garis silsilah yang ditinggalkan tokoh-tokoh Wali Songo diketahui bahwa sebagian di antara mereka adalah keturunan tokoh yang berasal dari negeri yang jauh dari Jawa seperti Champa (Vietnam), Gujarat (India), Samarkand (Uzbekistan), Maghribi (Marokko), Mongolia, dan Persia” (KH Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, hal: 153).
Hasil riset KH Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo di atas, membuktikan bahwa Wali Songo memang tokoh historis. Tokoh yang secara empiris, benar-benar pernah ada dan hidup sebagai manusia. Mereka tak hanya meninggalkan nama, tapi juga ideologi, ajaran, hingga karya yang masih terlacak hingga saat ini.
Sayangnya, diakui atau tidak, baru beberapa dekade ini, silsilah dan asal-usul Wali Songo sempat diisukan berasal dari Yaman. Namun, dalam kutipan buku Atlas Wali Songo di atas, KH Agus Sunyoto menegaskan Wali Songo tak berasal dari Yaman. Tapi dari Maroko dan Asia Tengah (Uzbekistan).
“Meski belakangan bermunculan silsilah-silsilah dan cerita-cerita baru yang berusaha menjelaskan susur-galur dari asal-usul para tokoh Wali Songo, namun dalam konteks keilmuan, usaha-usaha tersebut kurang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.” (KH Agus Sunyoto, Atlas Wali Songo, hal: 153).
Jauh sebelum terjadinya perdebatan Nasional masalah Nasab Wali Songo, pada 2012 lalu, Al Maghfirullah KH Agus Sunyoto sudah menyinggung dalam bukunya. Kutipan di atas merupakan kritik tegas KH Agus Sunyoto pada oknum yang berupaya membelokan sejarah Wali Songo melalui pembuatan silsilah berbasis dongeng yang tak ilmiah.
Wali Songo, terbukti secara empiris melalui catatan manuskrip dan data Naqib Internasional — disertai hasil Tes DNA — sebagai dzuriyah Nabi Saw. dari jalur Al Kazimi Al Husaini dan Al Jailani Al Hasani. Riwayat Wali Songo, ternyata juga dicatat sejumlah Naqobah Ansab (Lembaga Nasab) dari berbagai negara.
Selain lewat data lembaga nasab internasional, dari tes Y DNA yang dilakukam dzuriyah Wali Songo juga membuktikan fakta menarik. Melalui hasil tes Y DNA, genetik keluarga Wali Songo terbukti bersambung pada Ahlul Bait Nabi Muhammad Saw. Kode mutasi genetiknya, ada yang lewat jalur Al Husaini dan ada yang Al Hasani.
Dengan tes Y DNA, juga bisa diketahui peta genetik migrasi leluhur. Dan dari peta genetik migrasi leluhur itu, leluhur Wali Songo tercatat berasal dari Hijaz (Makkah-Madinah), pindah ke Irak-Iran, pindah ke Asia Tengah (Uzbekistan), pindah ke Asia Selatan (India-Pakistan), baru kemudian pindah ke Asia Timur dan Asia Tenggara (Nusantara).
Hasil dari tes DNA ini, sesuai dengan analisis ilmiah yang dilakukan KH Agus Sunyoto pada 2012 silam dalam buku Atlas Wali Songo. Bahwa leluhur Wali Songo tak berasal dari Yaman. Melainkan dari Asia Tengah (Uzbekistan) dan Asia Selatan (Pakistan).
Wajib diketahui, Wali Songo tak hanya sembilan orang yang hidup sezaman. Banyak Para Wali yang tak hidup sezaman. Maulana Malik Ibrahim (Gresik), Syekh Jumadil Kubro (Tosora Bugis), Syekh Hasanuddin Quro (Karawang), hingga Maulana Ibrahim Asmoroqondi (Tuban), merupakan sesepuh Wali yang berdakwah jauh sebelum era dakwah Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel).
Ini belum termasuk Wali Songo yang tak begitu dikenal seperti Sayyid Ali Murtadho (Raja Pendito), Raden Usman Haji, Syekh Siti Jenar, hingga Raden Fatah. Berikut jalur nasab Wali Songo sesuai data Naqobah Ansab (lembaga pencatat nasab) Maroko, Irak, Pakistan, hingga Uzbekistan.
Sunan Ampel, Sunan Bonang (beserta keluarganya, termasuk leluhurnya yang bernama Syekh Jumadil Kubro) adalah dzuriyah Nabi Saw. dari keluarga Al Kazimi Al Husaini. Datanya dicatat Naqobah Ansab Negara Irak, Mesir, dan Pakistan. Hal ini juga dibuktikan dengan sampel tes DNA.
Sunan Giri, Sunan Kudus (beserta keluarganya) adalah dzuriyah Nabi Muhammad Saw. dari keluarga Al Jailani Al Hasani. Data-datanya dicatat Naqobah Ansab Maroko dan Uzbekistan. Ini juga dibuktikan dengan sampel tes DNA.
Sementara untuk Sunan Gunung Jati, secara ilmiah, ada 4 ulama bergelar Sunan Gunung Jati. Syekh Datuk Kahfi atau Gunung Jati I (Al Jailani Al Hasani), Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati II (Al Kazimi Al Husaini), Sayyid Zen Abdul Qadir atau Sunan Gunung Jati III (Al Jailani Al Hasani), dan Fatahillah atau Sunan Gunung Jati IV (Al Kazimi Al Husaini).
Secara umum, ketersambungan genealogi Wali Songo menuju Kanjeng Nabi Muhammad Saw. melintas lewat dua jalur keluarga. Yakni jalur keluarga Al Bukhori Al Kazimi Al Husaini atau biasa disebut Al Husaini dan jalur Al Jailani Al Hasani atau biasa disebut Al Hasani.
Al Kazimi Al Husaini
Jalur keluarga ini juga sering disebut dengan Al Bukhori Al Kazimi Al Husaini. Al Bukhori karena leluhurnya berasal dari Bukhoro (Uzbekistan), yakni Sayyid Husain Jalaluddin Al Bukhori, yang merupakan keturunan Sayyid Musa Al Kazim dan keturunan Sayyid Husain.
Leluhur Wali Songo dari jalur ini, adalah Sayyid Jamaluddin (Makhdum Jumadil Kubro). Nasabnya: bin Mahmud Nasiruddin (Makhdum Mahmudinil Kubro) bin Jalaluddin Husain bin Ahmad Kabir bin Husain Jalaluddin al-Bukhori bin Ali bin Jafar bin Muhammad bin Mahmud bin Ahmad bin Abdullah bin Ali Al-Asyqori bin Jafar az-Zaki bin Ali Al-Hadi An-Naqi bin Muhammad At-Taqi Al-Jawad bin Ali Ar-Ridho bin Musa Al-Kazim bin Jafar Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Fatimah Az-Zahra binti Rasulillah SAW.
Jalur Aljailani Al Hasani
Jalur keluarga ini juga sering disebut dengan Al Jailani Al Hasani. Atau Al Hasani saja. Mereka adalah Wali Songo yang leluhurnya berasal dari Maroko. Nasabnya bertemu di Syarif Maulana Ishaq bin Syarif Junaid Al Jailani Al Hasani. Mereka adalah keturunan Sulthonul Aulia Syekh Abdul Qodir Al Jailani yang merupakan keturunan Kanjeng Nabi Saw. lewat cucu bernama Sayyid Hasan.
Leluhur Wali Songo dari jalur ini, adalah Syarif Maulana Ishaq bin Syarif Junaid yang merupakan keturunan dari Sulton Aulia Syekh Abdul Qodir Jailani. Ini alasan mereka sering disebut berasal dari keluarga Al Jailani Al Hasani.
Nasabnya: Syarif Maulana Ishaq bin Syarif Junaid bin Syarif Abdul Qodir bin Syarif Syu’aib bin Syarif Abdul Jabbar bin Syarif Abdurozak bin Syarif Abdul Aziz bin Syarif Sholeh bin Sulton Aulia Syekh Abdul Qodir Jailani bin Syarif Abu Sholeh Musa Jaki Dausat bin Syarif Yahya az-Zahid bin Syarif Muhammad bin Syarif Dawud Amir Makkah bin Syarif Musa ats-Tsani bin Syarif Abdullah ats-Tsani bin Syarif Musa al-Jun bin Syarif Abdullah al-Kamil bin Syarif Hasan al-Mutsanna bin Sayyidina Hasan bin Sayyidah Fatimah binti Kanjeng Nabi Muhammad Rasulillah Saw.
Wali Songo merupakan tokoh-tokoh ulama yang jejaknya terdeteksi secara ilmiah. Mereka berdakwah dengan cara ber-akulturasi dan ber-asimilasi dengan masyarakat setempat. Itu dilakukan agar dakwah mereka bisa diterima tanpa konflik dan peperangan. Mereka dikenal sebagai Waliyullah (figur yang dekat dengan Allah), sekaligus Waliyul’amri (penguasa pemerintahan).