Pantat truk terkadang bisa membuat senyum-senyum sendiri. Bukan karena bodi semoknya. Gambar atau tulisan unik sering ditorehkan di kendaraan kotak tersebut. Entah gambar receh atau kalimat yang cukup lucu. Tidak jarang pula tulisan begitu absurd.
Pernahkah kamu melihat pantat truk dengan gambar mantan presiden Soeharto? Biasanya, gambar sosok yang kerap tersenyum itu lekat dengan sebuah kalimat tanya “Piye, penak jaman ku tho?”
Wajah beserta tulisan tersebut membuat tersenyum kecut. Pasalnya, berbagai catatan hitam ada saat itu. Meski begitu, Indonesia sempat terkesan sebagai negara besar kala itu. Indonesia menjadi negara yang cukup disegani. Juga, Indonesia mengalami kejayaan pada bidang pangan.
Jika melihat masa kini, belum tentu kita semua ingin kembali pada masa orde baru. Setiap generasi memiliki eranya masing-masing. Tidak bisa dibanding-bandingkan. Masa lalu, masa kini dan masa depan memiliki banyak perbedaan. Mulai dari kebutuhan, informasi, IPTEK dan sebagainya.
Misalnya, jaman dahulu masih banyak permainan tradisional yang dimainkan. Misalnya egrang, gobak sodor, petak umpet, perang-perangan, gasing dan masih banyak lagi. Permainan tersebut dimainkan di setiap tempat, setiap hari, setiap sore.
Sedangkan saat ini, teknologi sudah semakin maju. Masyarakat tidak bisa menghindarinya. Permainan tradisional mulai jarang terihat. Masyarakat beralih mengunakan teknologi. Untuk sekadar bermain atau bahkan menjadi media belajar.
Seperti kata Ali bin Abi Thalib yang cukup terkenal. “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya.”
Kalimat itu mengajarkan bahwa kita semu memiliki era masing-masing. Mendidik pun perlu menyesuaikan era. Tidak bisa berhenti pada satu era saja. Semakin berkembangnya IPTEK, semakin berkembang pula peradaban. Pendidikan harus disesuaikan dengan yang terjadi pada zaman ini.
Sebab, perbandingan zaman tidak tepat digunakan sebagai bentuk keluhan. Terkadang lucu jika mendengar orang mengatakan “Jaman biyen kuwi …” atau “Aku disek iku …”
Mungkin, ada orang yang menganggap alangkah indahnya masa kecil tanpa gadget. Bagi setiap generasi, tentu itu sangat obyektif. Tidak bisa dipadankan dengan keadaan yang terbentang masa.
“Tapi tetap saja membuat kangen dan nostalgik bagi generasi zaman old seperti saya,” kata Haidar Bagir melalui akun twitternya.
Itu memang benar. Masa generasi sebelumnya tentu tidak bisa dipaksakan kepada generasi selanjutnya. Jelas sekali ada perbedaan. Dan juga, hal itu tidak pantas jika dikeluhkan saat ini. Setiap generasi harus belajar tentang kebutuhan eranya masing-masing.
Melihat masa kini, warisan generasi sebelumnya yang tersisa memicu munculnya kenangan. Apa yang ditangkap mata memaksa otak membongkar berkas-berkas lama. Gambar, video atau aktivitas masa lalu seperti permainan tradisional merupakan hal nostalgik.
Kita tidak bisa memaksakan generasi saat ini untuk mengalaminya. Itu disebut egois. Hal nostalgik tersebut memang harus kita nikmati dengan mengenang. Kenangan tersebut perlu untuk kita wariskan pula pada generasi selanjutnya.
Kita harus mengikhlaskan setiap yang kita alami. Meskipun pernah patah hati yang dahsyat, itu akan menjadi kenangan manis. Dengan catatan segala pengalaman harus kamu ikhlaskan.
Setiap kenangan akan membuat kamu tersenyum. Entah tersenyum bahagia atau tersenyum geli. Yang jelas, itu membuat kamu tersenyum. Itu yang perlu kamu dapatkan. Karena senyuman merupakan garis lengkung yang mampu meluruskan kehidupan.