Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh telah mengeluarkan fatwa haram terhadap game PUBG (19/6/2019). Game PUBG dan sejenisnya dinilai mengandung unsur kekerasan dan kebrutalan.
Game tersebut dianggap berpotensi mempengaruhi perilaku player-nya.
Pemain game PUBG dirasa akan mengalami kecanduan pada tingkat yang berbahaya. Hal itu akan menimbulkan dampak psikologis, yaitu perilaku agresif. Pembahasan tersebut dilakukan oleh MPU Aceh bersama ahli Teknologi Informasi dan para psikolog.
Mengutip Liputan6.com, Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk. Faisal Ali mengatakan bahwa game tersebut mampu mengajarkan perkelahian dan kekerasan. Selain itu juga terdapat penghinaan terhadap simbol-simbol suatu agama. Selain itu, MPU Aceh juga memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar memblokir PUBG dan sejenisnya.
“Setelah kita kaji dengan berbagai para ahli. Ahli IT, psikologi. Karena alasan-alasan terciptanya kebingrasan, mengajarkan perkelahian, kekerasan, kebrutalan, penghinaan terhadap simbol-simbol Islam. Gim PUBG dan sejenisnya, haram dimainkan,” kata Faisal Ali.
Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih mempertimbangkan fatwa haram pada skala nasional. Mengutip CNN Indonesia, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, Cholil Nafiz mengatakan perlu mendengar seluruh stakeholder terkait.
“Semua pendapat yang berbicara tentang gim baku tembak, kami akan jadikan pertimbangan. Baik lokal, nasional maupun internasional. Yang di Aceh juga dijadikan pertimbangan,” kata Cholil.
Di samping itu semua, ada beberapa sisi yang perlu dikaji. Selain PUBG, masih banyak game serupa. Pasalnya, banyak anak negeri kita yang berprestasi melalui game berjenis esport tersebut.
Pada Minggu (23/6/2019), grand final Mobile Legends Southest Asia Cup 2019 (MSC 2019) terlaksana. Acara tersebut berlangsung di Manila, Filipina.
Pada grand final tersebut, kedua tim yang bertarung berasal dari Indonesia. Tim tersebut adalah ONIC Esports sebagai juara 1 dan Louvre Esports sebagai juara 2. Jadi, tahta tertinggi Esports di Asia Tenggara diborong oleh tim asal Indonesia. Bukankah hal ini adalah kabar bahagia?
Bahkan, pada beberapa ajang serupa berskala anak benua, kedua tim asal Indonesia tersebut memborong juara. Itu terjadi berulang kali di tahun yang sama. Patut disayangkan jika prestasi ditahan hanya karena persepsi negatif.
Masih ingatkah dengan Asian Games 2018 di Indonesia? Kala itu pertama kali Esports dipertandingkan dalam ajang resmi nan bergengsi. Tidak hanya anak benua, melainkan seluruh Benua Asia. Dan Indonesia meraih meraih emas.
Kala itu, cabang olahraga nomor Clash Royal dimenangkan Ridel Yesaya Sumarandak. Ridel meraih medali emas setelah mengalahkan telak atlet Cina.
“Clash Royal memang salah satu nomor yang kita harapkan untuk mendapatkan medali, karena atlet kita masuk dalam ranking global,” ujar Ketua Asosiasi eSport Indonesia (IeSPA), Eddy Lim di kutip dari Tempo.co.
Menurut Eddy, Ridel merupakan sosok pemuda cerdas. Dia memiliki ranking yang cukup tinggi di level global. Pada Asian Games 2018, Ridel mampu mengalahkan pemain terbaik dunia di game tersebut. Ini membuktikan bahwa game online tidak serta merta berdampak buruk.
“Tentu saja ini merupakan prestasi yang sangat membanggakan (bagi Indonesia),” kata Eddy.
Jika bagi anak negeri ini bisa menjadi prestasi, lalu mengapa harus diharamkan?