Peristiwa diskriminasi rasial yang menimpa mahasiswa asal Papua di Surabaya jadi sorotan publik. Akibat kasus yang tak jelas juntrungannya, warga Papua di Surabaya mendapat perlakuan diskriminatif. Ini menunjukkan fakta bahwa rasialisme terhadap warga Papua masih terus terjadi.
Aksi rasial yang dilakukan oleh sejumlah orang yang merazia mahasiswa asal Papua di Surabaya berbuntut panjang. Warga Papua melakukan aksi turun ke jalan dan memprotes diskriminasi yang dilakukan terhadap para mahasiswa tersebut.
Ini tentu jadi pukulan yang cukup telak bagi Pemerintahan Joko Widodo yang kerap mengedepankan konsep Bhinneka Tunggal Ika dan keberagaman. Masyarakat Indonesia pun menunjukkan simpatinya terhadap Papua.
Sejumlah aksi damai dan simpati baik di media sosial maupun di lapangan langsung muncul. Tagar #PapuaBukanMonyet dan #KitaPapua pun jadi trending di media sosial Twitter. Peristiwa ini tak hanya melukai warga Papua, tapi seluruh rakyat Indonesia.
Gestur simpati dan prihatin juga datang dari klub sepakbola kebanggaan warga Papua, Persipura. Sebelum pertandingan melawan Borneo FC dimulai pada Senin (19/8/2019), para pemain Persipura melakukan sesi foto bersama. Dalam sesi foto tim tersebut, para pemain Persipura membentangkan kertas yang bertuliskan “Stop Rasis”.
Aksi para pemain Persipura tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap saudara mereka yang mendapatkan diskriminasi rasial di Surabaya oleh beberapa pihak. Sebagai satu di antara reperesentasi Papua di Indonesia, Persipura memang punya peran penting bagi warga masyarakat Papua.
Persipura yang mayoritas diperkuat oleh para pemain asli Papua juga pernah mendapatkan diskriminasi rasial. Contohnya saat Persipura bertanding melawan PSIS Semarang di turnamen Piala Presiden 2019 di Stadion Moh Soebroto, Magelang, Jawa Tengah.
Para pemain Persipuran menerima ejekan rasial dari suporter PSIS Semarang berupa sebutan “Asu Ireng” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Anjing Hitam”. Ejekan rasial tersebut sempat membuat para pemain Persipura geram. Namun pertandingan terus berjalan hingga usai tanpa ada gangguan yang berarti.
Kapten Persipura Jayapura, Boaz Sollossa sempat mencetak gol dan melakukan selebrasi di depan suporter PSIS Semarang. Boaz seperti ingin membungkam mulut para suporter PSIS yang memberikan ejekan rasial kepada para pemain Persipura.
Aksi Boaz tersebut membuat suporter PSIS geram. Tapi justru di akhir laga, Boaz yang akhirnya meminta maaf. Penyerang kelahiran 1986 tersebut sempat mendatangi suporter PSIS dan mengulurkan tangan untuk bersalaman. Papua yang dihina. Papua pula yang harus minta maaf. Miris.
Kita tidak bisa memungkiri fakta bahwa rasisme memang masih terus terjadi di Indonesia. Tak perlu jauh-jauh ke Papua. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tanpa sadar telah melakukan aksi rasial terhadap sesama.
Ungkapan “Dasar pelit, kayak orang Cina,” atau “Lelet banget kayak Putri Solo,” merupakan aksi rasial yang kerap ditemui di kehidupan sehari-hari. Meski dalam konteks bercanda, ungkapan tersebut tergolong dalam ejekan rasial.
Sudah saatnya mengentikan ejekan-ejekan rasial di kehidupan sehari-hari. Tak perlu berseru ke sana-sini. Mulailah dari diri kita sendiri.
Peristiwa yang melibatkan mahasiswa Papua di Surabaya ini agaknya jadi pembelajaran bersama untuk mengehentikan seruan atau ejekan rasial terhadap sesama. Sebagai sesama manusia, kita musti saling mengasihi satu sama lain.
“Hating people because of their color is wrong. And it doesn’t matter which color does the hating. It’s just plain wrong.” Muhammad Ali.