Budidaya lebah madu merupakan usaha menjanjikan. Sebab, selain dibutuhkan banyak orang, dari sisi edukasi wisata juga berpotensi ekonomi.
Aroma segar tanah langsung menohok hidung, kala kakimu menginjak kawasan Desa Mojodeso Kecamatan Kapas. Mengingat, beberapa hari ini, kawasan tersebut sempat diguyur hujan.
Nabs, Desa Mojodeso seolah tak pernah berhenti menyuplai kekaguman. Identik sebagai kawasan asri nan banyak inovasi, di tempat ini, ternyata terdapat peternakan lebah madu yang cukup produktif.
Desa yang memang identik wisata edukasi ini, terdapat dua titik lokasi budidaya lebah madu. Tepatnya di RT 2 dan RT 7. Atau di sebelah utara Balai Desa Mojodeso.
Madu yang dibudidaya di Mojodeso, Nabsky, merupakan madu dari lebah jenis Apis Mellifera— notabene punya kecenderungan selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, mencari musim pembungaan tanaman.
Karena itu, madu yang dihasilkan jenis lebah ini di dapat dari bunga di kawasan tersebut seperti pohon randu, rumput liar, jagung dan sejumlah tanaman berbunga lain yang mampu menyuplai makanan bagi lebah.
Wahyu Setiawan, pemilik budidaya lebah tersebut, kepada Jurnaba.co menceritakan, dikembangkannya budidaya lebah madu Ini, masyarakat bisa mendapat Informasi dan peluang usaha. Terutama soal budidaya lebah.
Selain itu, budidaya lebah madu juga memiliki potensi ekonomi dari sisi wisata edukasi. Mengingat, wisata edukasi hingga kini masih terbuka lebar. Sehingga, dapat berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan.
Wahyu mengatakan, panen lebah ini punya durasi waktu berkisar 15 hingga 20 hari. Tergantung kondisi dan ketersediaan bunga sebagai makanan pokok lebah. Semakin banyak bunga, kata dia, madu yang dihasilkan makin banyak dan cepat.
“Kalau banyak persediaan tanaman dan bunga, (madu yang dihasilkan) juga cepat bisa dipanen,” kata Wahyu (18/11/2019).
Wahyu menceritakan, bisnis maupun usaha madu — terlepas budidaya maupun jual-beli belaka— merupakan bisnis berbasis trust atau kepercayaan. Adanya budidaya tentu membuat konsumen kian percaya pada kualitas madu yang diproduksi.
Dia mengaku jika sejauh ini, rata-rata pembeli madu dari Bojonegoro tak pernah mempedulikan kualitas madu. Sebab, tak pernah ada yang tahu bagaimana proses ia diproduksi. Yang diketahui sekadar label asli.
“Karena itu, adanya lokasi budidaya madu membuka peluang agar konsumen tahu bagaimana madu diproduksi,” imbuh lelaki yang mengaku mempelajari obat herbal sejak lama itu.
Sarjana perikanan berusia 45 tahun itu menjelaskan, dia sejak dulu memang sudah suka meneliti objek berbasis herbal-herbalan. Mulai tanaman yang tak diketahui namanya hingga tanaman rumput liar. Termasuk khasiat dan kegunaannya.
“Sejauh yang saya pahami, herbal yang langsung bisa dikonsumsi ya madu dari lebah ini,” katanya. “Ia kan tercipta dari sari bunga dan rumput liar.” Imbuhnya.
Selain bisa langsung dikonsumsi, Setiawan mengaku jika bisnis lebah madu cukup menggiurkan. Sebab, madu menjadi kebutuhan primer masyarakat. Baik untuk obat maupun dikonsumsi biasa.
Menurutnya, dalam sebulan, rata-rata lebah madu bisa panen sebanyak 3 hingga 4 kali panen. Bahkan, setiap Minggu bisa panen. Sebab, dibikin selang-seling. Beberapa kotak panen sekarang, sementara beberapa lagi panen hari berikutnya.
Sejauh ini, dia memiliki sebanyak 400 kotak kandang lebah. Yang jika ditotal rata-rata, dari seluruh kotak itu, tiap bulan bisa memproduksi 21. 500 liter madu. Karena itu, jika harga madubkini minimal Rp 350.000, tiap bulan dia bisa dapat Rp 525 juta. Belum lagi prospek wisata edukasi ternak madu.
Lebah madu bisa cepat berproduksi asal koloninya tidak dirusak atau diperas. Untuk proses pengambilan madu, kata dia, pihaknya tidak melakukan pemerasan. Melainkan hanya diangin-anginkan saja hingga madu menetes sendiri.
“Itu netes sendiri, nggak diperas. Kalau diperas rugi karena merusak koloni dan proses produksinya lama.” Pungkasnya.