Mahasiswa tingkat akhir memang tinggal ngerjakan skripsi. Tapi, kondisinya tak akan seenak kehidupan mahasiswa di FTV.
Debar bahagia kala tahu bahwa mata kuliah di kartu rencana studi hanya tinggal satu saja, yakni skripsi.
Artinya ini merupakan salah satu dari sekian banyak jalan merealisasikan keinginan orang tua, apalagi kalau memakai toga dan menjadi ajang foto bersama.
Meski pada dasarnya kebahagian tersebut adalah imaginer sebelum mahasiswa itu sendiri merasakan betapa peliknya mengerjakan tugas akhir.
Butuh banyak ratapan, butuh banyak semangat, dan butuh banyak puk-puk dari pasangan agar masa itu sangat berkesan, eh.
Jika tidak, maka akan banyak anomali sebagai mahasiswa akhir—katanya sih— seperti mahasiswa yang menempuh jurusan filsafat yang tidak kuat dan akhirnya menjadi gila.
Jelas, banyak drama, minimal antara dosen pembimbing yang super nggateli, dan kalau itu tak mampu teratasi akan berakibat fatal.
Jauh lebih fatal dari komplikasi penyakit, sebab ini nantinya akan menyerang pula terhadap kejiwaan seseorang.
Untuk kamu para umat santuy a.k.a Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Insomniah wa Jurnabiyah yang sekarang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas dan masih menganggap perjalanan menjadi seorang mahasiswa akan enak laiknya suguhan cerita FTV, mulai sekarang harus meralat keinginan tersebut sebelum kalian menyesal, minimal seperti saya. Wqwq
Daripada melanjutkan pendidikan tinggi yang belum jelas masa depannya, alangkah lebih baiknya kalian bekerja atau menikah saja.
Sebab, menimba ilmu itu berat, saya yakin kalian tidak bakalan kuat cukup Mas Dul saja yang merasakan. Kalian jangan.
Kembali pada bahasan penyakit yang di derita oleh mahasiswa, terlebih mahasiswa akhir, Nabs.
Penyakit yang diakibatkan oleh pergulatan diri sendiri dengan dosen. Dari pergulatan tersebut akan muncul beragam penyakit turunan, berikut inilah, Nabs, daftar penyakit-penyakit tersebut.
Pertama, puyeng. Selain obat asam lambung, obat puyer adalah salah satu starter pack mahasiswa akhir yang bisa kalian temui di saku maupun tas mereka.
Faktor yang menjadi alasan utama mengapa ada persediaan obat puyer ialah revisi berjibun dari dosen pembimbing.
Maka tak mengherankan kalau puyeng menjadi daftar penyakit yang diderita oleh para mahasiswa, terutama bagi mereka yang mempunyai orang tua suka bertanya “Nak, kapan kamu lulus?” What the f*cklmnopqrstuvwxyz.
Kedua, meriang. Tugas akhir membutuhkan tenaga ekstra baik tenaga, pikiran serta waktu. Hal ini yang kemudian menuntut mereka agar fokus.
Dari fokus yang berlebih ini akan menjadikan mereka teralienasi atau terasingkan lingkungan sosial, nggak semuanya memang, tapi ada.
Sebab terlalu fokus, mahasiswa sering sendirian dalam gelapnya malam, temaramnya lampu-lampu jalanan tapi mereka malah tidak merasakan syahdunya, sebab ia harus bergelut dengan tugas akhir di bilik sempit kamar kos-kostannya.
Faktor tersebut mendasari timbulnya meriang ini.
Dan ketiga, susah move on.
Teralienasi dari lingkungan sosial tidak akan membuat meriang saja, namun juga berakibat menjadikan seorang mahasiswa akhir itu susah moveon.
Sebab apa yang dianggap ideal salah satunya ialah vakum menjalin hubungan bersama pacar.
Memutuskan vakum menjalin hubungan memang berat, namun jika tidak dilakukan akan sampai kapan tugas akhir selesai.
Berangkat dari sana, maka susah move on terhadap pasangan, tentu ini akan sangat logis, karena bagaimapun prinsipnya setiap orang butuh yang-yangan. Peace haha.
Nah, itulah Nabs, dinamika menjadi mahasiswa wabilkhusus yang hanya tinggal menyelesaikan skripsi. Lebih banyak dukanya, dari pada sukanya. Meski bagitu bukan berarti mahasiswa di tingkat berapapun yang belum ada pada tingkat akhir tidak mampu mengalami.
Sebab itulah, melanjutkan pendidikan tinggi adalah pilihan, tidak perlu dipaksakan. Jika terlalu memaksakan tapi tidak kuat mengimbangi, itu malah akan berakibat fatal sekali.