Pada episode Ngluyur Bareng Jurnabis (NBJ) kali ini, kita bersama sang pendongeng kehidupan, Widodo Ramadhoni.
Beberapa kali saya melakukan kegiatan ngluyur bersama Widodo. Lebih banyak dilakukan pada malam hingga dini hari. Menikmati sudut kota yang sepi, semilir angin dini hari, melintasi kabupaten, dan menziarahi beberapa objek yang jarang dikunjungi orang.
Di kalangan aktivis di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini, Widodo Ramadhoni identik sebagai tukang dongeng kelas kakap. Ia mampu mendongengkan segala hal, khususnya cerita mistis.
Dialah sosok di balik Diksi Pergerakan, web tentang aktivisme yang tulisannya tak banyak-banyak amat itu. Namun, meski tak banyak tulisan, setidaknya masih terus dia rawat hingga hari ini.
Selain sebagai hamba Tuhan yang suka mendongeng, lelaki berbadan subur itu merupakan penabuh darbuka. Namanya tak asing di kalangan orang-orang yang menggeluti seni hadrah di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini.
Selain itu, dia juga aktivis yang bukan hanya sekadar aktivis. Meskipun nama kanal pribadinya Bhok Tangi, namun gerakan bhok dan tanginya bisa menghasilkan karya.
Bagi perempuan yang ingin lelaki tidak merokok, Widodo bisa dijadikan opsi, wkwkwk. Selain itu, dia juga mememiliki pengetahuan tentang filsafat Jawa, pewayangan, dan lain sebagainya.
Di beberapa kesempatan, saya pernah meziarahi beberapa objek yang jarang didatangi manusia wabilkhusus di dini hari. Beraktivitas di dini hari bagi kami, seperti berada di pagi hari.
Karena saya dan Widodo merupakan punggawa Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Insomniah wa Jurnabiyah yang memang tak begitu berbakat tidur malam hari wqwq ~
Saya dan Widodo sering menziarahi bangunan cagar budaya pada dini hari. Seperti Jembatan Kali Ketek Lama, Pos Pengintai, Tugu TRIP yang berada di dekat Gedung Organisasi Wanita (GOW), makam kuno, petilasan, dan lain sebagainya.
Menyusuri jalanan kota yang pernah berganti nama, yakni Jalan Mastrip yang dulunya Jalan H.O.S Tjokroaminoto. Jalan yang sekarang bernama Jalan Mastrip, dulu ada landmark bernama ringin condong/rencong yang berada di pertigaan dekat SMPN 1 Bojonegoro.
Selain itu, kami juga sering mencoba kuliner malam di kabupaten dengan semboyan jer karta raharja mawa karya. Seperti Warung Jangkar di sekitar Pasar Kota, Sukijan, Dessin, dan lain sebagainya.
Jurnabis yang sering merebahkan badan di surga pojok kota, juga pernah mengenyam dunia sopir menyopir truk lintas pulau itu, pernah melakukan kritik konsturktif di desanya, dimana pengalamannya bisa dijadikan pembelajaran siapa saja.
Itulah, Nabs. Edisi perdana Ngluyur Bareng Jurnabis (NBJ) bersama Widodo Ramadhoni. Widodo, bukan hanya sekadar pendongeng mistis belaka, tapi dalam darahnya kadang berdegup, “membaca, membaca, dan menulis”. Kadang-kadang tapi. Banyak nggak nya.
Ditulis di sekitar titik 0 km Bojonegoro. Disaksikan lalu-lalang kendaraan dan atap Rumah Padang dan di bawah cakrawala mendung yang bergelantungan.