Bojonegoro memiliki pencak silat tradisional. Ia lahir dan tumbuh di masyarakat akar rumput Bojonegoro. RASA, begitu masyarakat menyebutnya. Pencak silat yang berasal dari Desa Sukorejo Kecamatan Bojonegoro itu sudah berusia 70 tahun.
Pencak silat sebagai budaya bangsa memiliki nilai seni tersendiri. Seni dalam pencak silat dapat dilihat dari keindahan gerakan yang lembut namun lincah. Berirama namun mantap bertenaga.
Selain sebagai seni, pencak silat juga dikategorikan sebagai olahraga yang cukup keras. Hal tersebut terbukti dengan jurus-jurus pencak silat yang bertujuan membela diri hingga mampu melumpuhkan lawan.
Perkembangan pencak silat di berbagai penjuru Indonesia tergolong cukup pesat. Termasuk Kota Bojonegoro yang turut berperan dalam mengembangkan budaya leluhur ini. RASA menjadi satu diantara sekian banyak perguruan pencak silat di Indonesia.
RASA merupakan perguruan pencak silat asli dari Kota Bojonegoro. Pencak Silat RASA ini lahir di Desa Sukorejo, desa yang cukup besar di tengah Kecamatan Bojonegoro. Perguruan ini memiliki nama lengkap Organisasi Olahraga Seni Beladiri Pencak Silat RASA Bojonegoro.
Nama RASA sendiri merupakan singkatan dari Rukun Angudi Santosoning Anggo. Kalimat tersebut memiliki makna bahwa hidup secara rukun itu jalan untuk mencari kesehatan, baik lahir dan batin, serta kejayaan dalam hidup.
Ketua Cabang RASA Bojonegoro, Ahmad Su’udi menceritakan sejarah awal berdirinya RASA. Semua dimulai saat masa sebelum kemerdekaan. Mbah Rusiman, seorang pegawai PJKA pada saat itu, secara sembunyi-sembunyi melatih masyarakat agar mampu melawan penjajah.
Cara melatihnya adalah dengan kamuflase belajar pencak silat yang dibungkus dengan seni tari dan jidoran. Menurut Su’udi atau akrab disapa Udin, hal itu dilakukan agar tidak ketahuan oleh penjajah.
Seni jidoran memang sangat lekat dengan perguruan RASA. Sampai saat ini, RASA masih memanfaatkan jidoran untuk mengenalkan diri ke khalayak yang lebih luas. Biasanya, jidoran juga diikuti dengan peragaan silat oleh para anggotanya.
Setelah melewati kemerdekaan Republik Indonesia, RASA resmi didirikan pada tanggal 1 Mei 1948 sebagai perguruan pencak silat. Peresmian tersebut dilakukan oleh Ahmadi, salah satu murid dari Mbah Rusiman.
Pada saat itu, Ahmadi menjabat sebagai Kepala Desa Sukorejo. Area belakang Stasiun Bojonegoro dijadikan sebagai tempat latihan rutin. Latihan tersebut diikuti oleh para remaja dari Desa Sukorejo sendiri. RASA resmi bergabung ke dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) pada 1986.
Guru Besar perguruan pencak silat ini sudah sampai generasi keempat. Mulai dari Mbah Rusiman, Ahmadi, H. Sulaiman dan yang terakhir saat ini adalah Kyai Dzuhri sebagai Guru Besar RASA. Pemilihan guru besar bukan berdasarkan silsilah keluarga, melainkan dari titah guru besar sebelumnya.
Pencak silat dengan logo trisula di dalam segitiga ini beraliran beladiri tradisional. Terdapat 4 jenjang tingkatan yang harus ditempuh setelah menjadi siswa latihan. Jenjang tingkatan tersebut, secara berurutan disimbolkan dengan sabuk berwarna hijau, merah, kuning dan putih.
Setiap tingkatan ditempuh dalam waktu 6 bulan. Bagi warga RASA yang sudah menyandang tingkatan sabuk putih, mereka sudah berhak untuk melatih atau mengajarkan ilmunya. Keilmuan yang diajarkan pun bervariasi. Mulai dari olah fisik, olah nafas hingga olah batin.
“Yang terpenting adalah kanuragannya, olah fisik agar sehat. Untuk pernafasan dan olah batin ya ada, menyesuaikan tingkatan saja.” kata Udin.
Selain membawa filosofi tersebut, RASA juga mengajarkan prinsip hidup bagi anggotanya. Hal itu diungkapkan oleh Ketua RASA Rayon Tanjungharjo, Rudi. Prinsip hidup tersebut adalah ijen wani, yang berarti setiap anggota RASA harus berani menghadapi apapun sendirian.
“RASA itu mengajarkan bela keselamatan, bukan soal bela dirinya. Jadi bukan soal membela diri, tapi bagaimana agar diri ini selalu berada dalam keselamatan.” tukas Rudi.
Di Bojonegoro sendiri, anggota RASA sudah cukup banyak. Mulai dari usia SD hingga remaja. Untuk anggota-anggota dari usia dewasa biasanya berlatih secara privat atau menyesuaikan sendiri jadwal latihan dengan pelatih. Penyebaran kelompok latihan pun sudah cukup luas.
Di Desa Sukorejo sendiri sudah ada 6 kelompok latihan. Di Kabupaten Bojonegoro pun RASA sudah menyebar ke beberapa kecamatan seperti Kapas, Dander, Ngasem hingga Tambak Rejo. Bahkan, pencak silat ini telah berkembang pula di Gresik, Surabaya hingga Malaysia.
Untuk saat ini, pengurus RASA sedang fokus mempersiapkan para anggotanya untuk menjadi atlet pencak silat berprestasi. Selain itu, promosi pencak silat untuk menambah anggota pun masih terus dilakukan. Hal ini tentu penting dalam melestarikan budaya bangsa dan tradisi leluhur.
“Saat ini harus disesuaikan dengan zaman milenial. Kebutuhan saat ini kan prestasi, ya itu yang ditawarkan. Jadi saat ini fokus ke atlet-atlet untuk berprestasi.” ucap Udin.
Melestarikan budaya leluhur memang penting. Apalagi jika hal tersebut sangat positif dan memuat nilai-nilai ajaran moral yang baik. RASA sebagai perguruan pencak silat asli Bojonegoro menjadi contoh konkret dalam pelestarian budaya leluhur yang sudah turun temurun.
Comments 1