Masih hangat dalam ingatan. Masalah kelangkaan pupuk, turunnya minat bertani generasi milenial, dan pembahasan Food Estate yang belakangan ini santer dibicarakan dalam Isu Nasional dan Global. Puncaknya dalam ajang Debat Capres yang diselenggarakan dalam kurun waktu sebulan ini.
Apakah benar pupuk langka? Apakah benar minat bertani generasi milenial kita menurun? Jika iya, mengapa dan apa solusinya? Pasti itu yang sering muncul di benak kita, generasi muda yang dikenal dengan Gen Z yang memang realitanya mayoritas hidup jauh dari dunia pertanian.
Dikutip dari Kompas, Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono mengatakan, kebutuhan pupuk bersubsidi mencapai 22,57 juta sampai 26,18 juta ton pertahun. Nyatanya, pemerintah hanya mampu mengalokasikan pupuk subsidi 8,87 juta ton sampai 9,55 juta ton. Dengan kata lain, kebutuhan yang dapat dipenuhi hanya mencapai 37-42 persen.
Sedangkan harga pupuk di lapangan yang terpantau Tim Jurnaba, Pupuk Subsisdi dijual seharga Rp 120 ribu sampai 180 ribu, pupuk Non Subsidi seharga Rp 300 ribu sampai 450 ribu. Harga ini dinilai cukup tinggi bagi petani di mana ketika musim panen raya, harga padi/gabah cenderung murah.
Pupuk Tradisional Ngasem
Di tengah hiruk pikuk permaslahan pupuk yang kompleks ini, muncul solusi dari kelompok petani di Kecamatan Ngasem Bojonegoro. Mereka membuat inovasi dengan melahirkan Pupuk Semiorganik. Dengan berbagai uji coba dan penelitian, pupuk ini jadi solusi atas permasalahan mahalnya harga pupuk.
Pupuk yang diciptakan para petani di Kecamatan Ngasem ini, menyerupai pupuk yang dijual di toko-toko pertanian. Bahkan bahan bahan yang dibuat juga merupakan bahan untuk tumbuh-tumbuhan pada umumnya yang mengandung (P) Fosfor/Fospar, (K) Kalium, dan N (Nitrogen). Pupuk ini juga mengandung bahan organik di dapat dari kotoran hewan ternak yang mudah didapat di sekitaran.
Para pembuat pupuk juga kerap diundang sebagai narasumber, sekaligus pendamping kelompok kelompok petani di desa lain yang ingin melakukan rintisan. Pupuk tradisional Ngasem ini bisa jadi solusi terkait permasalahan langkanya pupuk yang terjadi saat ini.
Sayangnya, kurangnya regulasi dan undang-undang yang mengatur inovasi di dunia pertanian, membuat langkah solutif ini hanya dapat dimanfaatkan dalam lingkup kecil dan belum bisa memperluas jangkauan untuk menangani kelangkaan pupuk yang lebih luas.