Gedung Pusat Informasi Publik yang berada di Jalan AKBPM Soeroko Bojonegoro terlihat ramai pada Minggu malam (4/8/2019). Malam itu, ada kegiatan workshop penulisan skenario dari PWO Film Community Surabaya yang ditujukan kepada anak muda Bojonegoro, terutama pelajar.
Waktu menunjuk pada angka 19.15 wib. Satu saklar dimatikan, separuh ruangan menjadi gelap. Sebuah cahaya tumpah dari sorot mata LCD dan membenam di layar. Suara manusia berganti menjadi suara yang muncul dari sound. Layar tersebut bercerita kepada puluhan pasang mata di ruangan.
Forum berupa workshop tersebut begitu ramai. Bertajuk “Construction Script Short Movie”, sosok yang akrab disapa Ipank tersebut berbagi pengalaman. Khususnya yang terkait dengan pembuatan naskah film. Menurutnya, penulisan naskah termasuk hal cukup penting untuk dikuasai sebelum membuat film.
“Dari sebuah projek pembuatan film, ibu dari segala unsur yang ada adalah naskah,” kata pria yang pernah terlibat dalam pembuatan film Yo Wis Ben.
Naskah atau skenario sangat dibutuhkan sebelum membuat film. Ide-ide yang dimiliki untuk membuat film harus dituliskan agar bisa dipahami. Untuk memvisualkan sebuah ide, pertama harus ada penulisan. Terkait dalam sebuah film, penulisan berupa story telling dibutuhkan.
“Ide cerita harus ditulis dengan gaya story telling. Tidak semua orang mengerti, tapi untuk mengerti harus dipelajari,” lanjutnya.
Menurut Ipank, Kota Bojonegoro memiliki peluang besar. Sama halnya dengan kota lain. Industri sineas yang besar seperti di Jakarta membutuhkan banyak ide. Terlebih, ide-ide fresh dari daerah yang mampu memperkuat karakter lokal. Itu cukup diperhatikan dalam pembuatan sebuah karya.
Nah, ide-ide yang berasal dari local wisdom perlu didorong untuk muncul ke permukaan industri. Salah satu caranya melalui pembuatan film pendek. Semakin banyak yang belum digali, semakin banyak ide yang bisa dipresentasikan melalui film.
Dari situ, pemuda Bojonegoro diharap mampu untuk menuliskan ide yang dimiliki. Toh, tulisan tersebut juga masih harus direbus untuk menjadi sebuah film. Bersama kawan-kawan satu keminatan, perlu adanya forum untuk diskusi dan edukasi.
Keilmuan dan pengalaman “kakak kelas” perlu untuk didistribusikan kepada “adik kelas”. Belajar tidak harus di lembaga formal dan akademik.
“Film pendek tidak berhenti pada karya yang menghibur, tetapi harus ada pesan yang dibawa dan bagaimana bisa memperkuat pesat melalui perasaan penonton,” kata Ipank.
Seorang peserta asal Kecamatan Ngasem, Mahardika Nusantara mengaku sangat antusias. Sebelumnya, dia kurang menyadari pentingnya penulisan naskah. Selama ini dia hanya melihat proses teknis dalam pembuatan film.
“Pengalaman dan sharing seperti inilah yang saya butuhkan. Selain wawasan, saya jadi paham bahwa proses praproduksi film itu sangat detail dan penting,” kata seorang pegiat videografi Bojonegoro tersebut.
Film tidak terlepas dari sebuah karya. Dalam berkarya, perasaan pun harus dilibatkan. Karena itu, penting bagi pembuat film dalam mengedepankan perasaan. Baik perasaan si pembuat cerita, film dan penonton.
Sebuah seni bukan hanya karya yang harus dihargai. Di sana masih terdapat muatan pesan dan perasaan. Soal nilai harga tawar sebuah karya akan mengikutinya. Tergantung seberapa dalam perasaan seseorang terlibat di dalamnya.