Jangan hanya duduk di sana, lakukan sesuatu. Jawabannya akan mengikuti. Kata-kata itu seolah membanjiri caption media sosial anak muda akhir-akhir ini. Siapa yang tak tahu buku Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Buku yang tenar di 2019 ini karena mengangkat tentang refleksi sebuah perjalanan hidup.
Mark Manson penulis buku ini merupakan seorang Blogger kenamaan dengan sejuta pembaca. Pada tahun 2018 dia menerbitkan Buku berjudul The Subtle Art Of Not Giving Fuck, lantas di F. Wicaksono dengan versi Indonesia.
Buku yang dari judul versi Bahasa Inggris awalnya menuai image buruk di masayarakat, karena penggunaan kata yang sebagian orang menganggapnya vulgar.
Namun saat diterjemahkan versi Indonesia justru kebalikannya. Banyak kalangan pembaca memuji kehebatan penulis dalam merefleksi pembaca untuk memahami setiap perjalanan kehidupan.
Dalam bukunya tersebut Mark juga menjelaskan seni baru dalam pemikiran yaitu, seni yang pertama “masa bodoh bukan berarti menjadi acuh tak acuh, masa bodoh berarti nyaman saat menjadi berbeda”.
Seni kedua “untuk bisa mengatakan bodoamat pada kesulitan, pertama-tama anda harus peduli terhadap sesuatu yang lebih penting dari kesulitan”. Seni ketiga “Entah anda sadari atau tidak, anda telah memilih suatu hal untuk diperhatikan”.
Tiga Seni tersebut mencoba memberikan makna tersendiri akan sebuah kesederhanaan yang sebagain orang menggap bahwa kesenderhanaan itu minim akan nilai kehidupan.
Gagasan yang dituangkan begitu lugas dan terstruktur, tak lupa pula diperjelas dengan sejumlah kisah tentang perjalanan hidup yang belum kita ketahui.
Buku ini menarik pandangan banyak orang. Apalagi lewat tulisan di balik sampul belakang. “Tidak semua orang bisa menjadi luar biasa-ada para pemenang dan pecundang dimasyarakat, dan beberapa diantaranta tidak adil dan bukan akibat kesalahan anda.”
Melalui buku ini, saya dan banyak orang lain mendapatkan refleksi bahwa kehidupan manusia itu semakin harinya semakin terkikis akan kebenaran. Sulit bagi kita membedakan mana pemenang dan pecundang. Kerasnya fase kehidupan memang tak dapat dipungkiri.
Terkadang pemenang yang disanjungkan sebenarnya pecundang yang telah ditolong orang dengan ketulusan. Kita bisa bercermin dari sebuah kompetisi dikelas banyak siswa yang rajin terkadang ia harus mengalami kekalahan dalam nilai dengan siswa yang malas. Tentu miris saat melihatnya, dan jika kita mengalaminya pasti akan sakit.
Mereka yang rajin dan selalu menolong tanpa tau batasan tentang kepedulian yang sewajarnya. Mulailah bersifat peduli terhadap yang penting dan mendesak. Karena kadang kehidupan menuntutmu untuk tidak telalu berpihak.
Sama halnya seorang adik yang kamu ajarkan cara untuk terbang. Namun saat dia sudah bisa dia akan dengan mudahnya melupakan kita. Jangan tunggu mereka kembali karena itu akan sia sia dan membuatmu jauh lebih kecewa.
Fokuslah ke masa depanmu, jadi apapun dia kini bukan saatnya kamu memberatkannya. Mulailah melihat dunia luar, kepakkan sayapmu yang sesungguhnya. Kamu bisa lebih cerdik dan lebih hebat. Jangan malu dianggap hitam. Karena hitam gabungan dari warna yang tak terhingga.
Begitulah zaman kehidupan kita saat ini. Dimana orang menilai kita tanpa mereka tau kita sebenarnya. Sehingga yang pecundang dianggap pemanang lantas yang pemenang dianggap pecundang. Pemenang yang sesungguhnya selalu didefinisikan hitam. Tanpa tau arti dari hitam yang sebenarnya.
Nah, Nabs buku ini keren banget untuk membuka pikiran kamu tentang hidup. Selain itu buat pembelajaran bagi kita semua untuk bersifat apa adanya. Buat apa dipandang berkelas, tapi faktanya tak berjelas. Dan jangan pernah modal tikas, lantas mengikis kapasitas orang yang sebenarnya pantas.