Bagi kamu-kamu yang sudah melewati masa remaja, tentu akrab dengan perasaan sedih dan bahagia. Galau dan ceria. Hingga semangat dan putus asa. Nah, saya mau berbagi sedikit cerita nih, mungkin cocok buat kamu-kamu yang ingin memelihara bahagia dengan cara menikmati kesedihan.
Pada rubrik #Resep kali ini, sebenarnya saya mendapat kesempatan menulis perihal resep sederhana menanam kecambah di halaman rumah. Namun, saya merevisi tema tersebut karena saya rasa kurang pas jika saya yang bercerita. Saya merasa, urusan bercocok tanam lebih pas jika dibahas sama Widya. Saya mau bahas tema kebahagiaan dulu saja ya.
Nabsky yang budiman, hidup itu berdegup. Bergonta-ganti. Semua saling melengkapi. Tanpa merasakan sedih, tidak akan pernah ada rasa bahagia. Sedangkan tanpa merasakan bahagia, rasa sedih hanyalah mitos yang tidak pernah ada buktinya. Karena itu, semua harus pernah dihadirkan, dibuktikan dan dirasakan.
Saat kita terlahir di muka bumi untuk pertamakali, orang tua kita tersenyum bahagia. Tapi, kita yang baru mbrojol dari rahim ibu justru malah nangis. Sebenarnya, itu adalah simbol keseimbangan bahwa kelak, dalam hidup, menangis dan tersenyum bahagia itu sesuatu yang biasa saja.
Coba ingat-ingat, kapan terakhir kali kamu merasa sedih banget? Setelah itu, ingat lagi, kapan terakhir kali kamu merasa senang banget? Apa yang membedakan senang dan sedih? Iya, benar sekali. Yang membedakan adalah respon kita saja.
Respon yang baik tentu respon sederhana. Respon yang tidak menghilangkan unsur menikmati. Pas sedih dinikmati, pas senang dinikmati. Jika sudah menemukan nikmat, sedih dan senang pasti terasa biasa saja. Yang penting nikmat. Meski, tentu saja, menikmati kesedihan itu susah sekali. Sangat susah bahkan.
Iya, menikmati kesedihan itu sulit. Tapi, yang harus Nabsky ketahui, rasa sedih itu wajar. Sebab elemen sedih dibutuhkan untuk menikmati kebahagiaan hidup. Contohnya, tanpa merasakan sedihnya kesendirian, kita tidak bakal pernah bisa merasakan nikmatnya punya teman. Iya, kan?
Pas merasakan sedih, coba nikmati dengan cara makan mie ayam sambil minum es degan di alun-alun. Apalagi jika dilakukan pas sedang lapar. Pasti nikmat. Pas merasakan kebahagiaan, coba nikmati dengan cara yang sama. Pasti tetap nikmat. Sebab, sesungguhnya, sedih dan bahagia itu tidak pernah mengalahkan rasa lapar.
Tuhan sengaja menghadirkan kesedihan agar kita tahu betapa nikmat kebahagiaan itu.
Jika sudah tahu senang dan sedih itu sebuah kewajaran, sebenarnya, kita memiliki kemampuan untuk mengelola respon. Jika menerima stimulus sedih, apa yang akan kita lakukan. Dan jika senang, apa yang bakal kita lakukan. Asal respon kita sederhana, bersedih dan berbahagia bakal tetap terasa seimbang kog. Layaknya sedih, bahagia juga hadir sebagai keniscayaan.
Hari ini kamu boleh bersedih karena berbagai macam sebab. Tapi ingat, besok kamu bakal tetap merasakan bahagia. Sebuah kebahagiaan yang bahkan kamu tidak pernah tahu datangnya darimana.
Comments 1