Dibukanya Rumah Tua Padangan sebagai tempat wisata adalah bukti bahwa Bojonegoro bisa melabeli diri sebagai kota yang ramah peninggalan sejarah.
Selain ledre, Kecamatan Padangan juga terkenal dengan keberadaan rumah tua. Meski tak banyak yang tersisa. Beberapa rumah masih tetap terjaga orisinalitas-nya. Bahkan, masih kuat menyajikan cerita.
Nabs, kalau kamu ke perempatan Padangan dan berhenti di lampu merah. Mata kamu akan dimanjakan sebuah bangunan rumah tua berada di sudutnya. Tepat di pinggir jalan rumah itu berada. Sentuhan gaya Eropa melekat kental pada konstruksi rumah tersebut.
Seram, kelam, horor maupun aura negatif lain tak nampak pada rumah tua itu. Yang ada hanya keindahan eksotis, serta rasa kagum atas keberadaannya. Jarang-jarang lho, Nabs. Masih ada bangunan lama yang tersisa dan menawarkan keindahan pada mata.
Bangunan ini cukup luas. Ada sebanyak 6 ruangan. Dan ruang belakang (dapur) besar. Ada sumur di ruang belakangnya. Di atas, ada semacam menara yang digunakan untuk menyimpan barang.
Dari keterangan Fahrudin (40), penjaga sekaligus cicit dari pemilik awal rumah tersebut, rumah yang berada di dekat jalan raya nasional itu didirikan oleh H. Rasyid, salah seorang pengusaha tembakau di zaman pra kemerdekaan.
Sesuai silsilah keluarga, Fahrudin merupakan keturunan ke-4 dari H. Rasyid. Sejak kecil, Fahrudin sudah berada di rumah tersebut. Bahkan, dia lahir di sana. Meski tergolong unik, rumah tersebut dijadikan tempat tinggal layaknya rumah biasa.
“Ini dulu didirikan Mbah H. Rasyid. Jadi bukan peninggalan Belanda,” kata Fahrudin.
H. Rasyid seorang pengusaha tembakau. Cukup terpandang sebagai priyayi kala itu. Sehingga, mampu membikin rumah bergaya Eropa. Mengingat, zaman kolonial, rumah bergaya Eropa menjadi tren.
Alasan kenapa rumah sangat mirip dengan bangunan Belanda, disebabkan gaya rumah zaman dulu memang hampir semuanya seperti itu. Terutama bagi mereka yang tergolong kaya di zamannya.
“Jadi ibaratnya, zaman dulu gaya membikin rumah modern ya seperti ini. Sehingga, bentuk dan gayanya sangat terpengaruh,” imbuh dia.
Sama seperti rumah Belanda lainnya. Struktur bangunan rumah ini mewah pada masanya. Langit rumah yang tinggi. Dua sudut rumah yang membulat menambah kesan mewah. Jendelanya besar. Pintunya tinggi. Lantai bermotif nuansa Eropa. Tak ketinggalan, sumur teramat dalam yang berada di halaman belakang.
Rumah dengan 6 ruangan ini semakin indah dengan berbagai ornamennya. Hiasan kaca berwarna merah, biru, kuning, hijau menambah kesan mewah. Tidak hanya sekadar warna. Warna ini juga memiliki makna tersendiri.
Merah melambangkan api. Biru melambangkan air dan langit. Kuning melambangkan tanah dan emas. Terakhir, hijau melambangkan kesuburan dan pepohonan. Menarik kan, 4 elemen bumi dikemas dalam ornamen penghias ruang.
Belum lagi ukiran yang menempel pada dinding. Lambang bulan bintang bersanding salib. Nuansa Eropa yang kental sekali. Motif lantai yang menggambarkan mata angin dengan 4 pedang yang menjadi acuan arah utama di dunia.
Di salah satu kamarnya, terdapat tangga penghubung ke atas loteng. Loteng ini tidak seram seperti film horor pada umumnya. Tidak ada pintu terlarang berwarna merah ataupun Diablos sebagai penunggu loteng. Hehe
Ruang pada loteng ini cukup luas. Konon, dulu loteng ini dijadikan sebagai gudang. Menyimpan perabot yang tidak terpakai. Uniknya, lantai kayu loteng ini masih asli dan belum terganti. Ini membuktikan bahwa kayu jati sangat kuat.
Di bagian belakang, ada dapur dan kamar mandi. Seperti rumah pada umumnya tidak ada yang berbeda. Yang menjadi menarik, ada semacam menara pengintai di bagian atas dapur. Namun sayang, akses tangga menuju ke atas sudah rusak termakan api.
Pada 2018 lalu, rumah ini diakuisisi Pemkab. Dibeli seharga Rp 1,5 miliar. Dan dijadikan tempat wisata untuk umum. Tentu ini kabar baik. Sebab, besar kemungkinan bangunan yang lain juga bakal dibikin ruang wisata layaknya rumah tersebut.
Di Padangan saja, ada banyak sekali bangunan tua. Selain yang ada di dekat perempatan. Banyak pula yang lainnya. Kantor Polisi Padangan, bangunan dekat jembatan Padangan – Kasiman.
Bahkan, deretan pertokoan Padangan hingga tugu Masjid Besar Padangan juga termasuk bangunan tua. Sebab, dibikin jauh sebelum kemerdekaan. Tentu, jika semua bangunan itu bisa dibikin wisata, sangat bagus dan mengedukasi.
Sejak dibuka untuk umum pada akhir 2018 lalu, sejumlah pengunjung sudah banyak berdatangan. Bahkan, mayoritas dari luar kota. Seperti Jember, Tuban dan Blora.
Bojonegoro menjadi satu diantara banyak kabupaten yang memiliki bangunan lawas. Selain di Padangan, sejumlah kecamatan lain seperti Baureno juga masih banyak ditemui rumah berumur ratusan tahun.
Jika rumah-rumah tua itu mampu diakuisisi Pemkab dan dijadikan tempat wisata yang bisa dikunjungi umum, tentu Bojonegoro bisa membranding diri sebagai kota yang ramah peninggalan sejarah.