Jalan Panglima Sudirman kini mirip kawasan Teluk Persia beberapa saat pasca Perang Teluk II usai. Nihil pohon dan banyak tanah mbrongkat. Bahkan, ada yang bilang mirip Padang Mahsyar.
Kegiatan graji-menggraji pohon terus dilakukan Pemkab Bojonegoro. Saat ini, targetnya adalah pohon jompo di sepanjang jalan Panglima Sudirman. Dari mulai memotong batang pohon hingga mencongkel akar pohon, dilakukan secara tumaninah.
Kabarnya nih Nabs, pemotongan pohon jompo yang tak punya keluarga itu, dilakukan demi mempercantik penataan kota dan pembangunan drainase. Pohon penggantinya adalah, hehe, tabebuya.
Dan kabarnya pula, penanaman pohon akan lebih dirapikan. Maksudnya, diberi jarak 2 sampai 3 meter antar pohon karena harus patuh pada protokol covid alias physical distancing. Lalu, tinggi pohonnya seberapa ya? Mau beli pohon langsung gede?
Jika dilihat di mesin pencari, pohon tabebuya memang indah. Mulai warnanya yang putih dan pink, membuat siapapun akan merasa muda saat melihatnya. Memperindah kota dengan bunga-bunga, tentu baik dan amat mulia.
Hanya, caranya yang kurang elegan. Maksudnya, tanpa memotong pohon yang sudah ada pun, harusnya tabebuya tetap bisa ditanam kok. Justru, dengan memotong pohon yang sudah ada, tabebuya akan sulit memuaskan harapan, sebab berjuang sendirian.
Memotong pohon yang sudah ada demi menanam tabebuya, ibarat memotong silaturahmi dengan para sesepuh desa. Selain su’ul adab, rentan memicu potensi kuwalat. Siapa tahu, gara-gara pohon yang sudah ada dipotongi, tabebuya enggan bersemi.
Nggak. Nggak. Cuma guyon. Hehe. Maksudnya begini, kenapa pohon yang sudah ada harus dipotong kalau sesungguhnya, pohon-pohon yang sudah ada dan tabebuya bisa saling bersinergi? Toh, tak semua pohon yang ada berusia jompo dan tua.
Yuk kita bayangkan, apa yang terjadi andai pohon tabebuya di tanam di pinggir jalan yang notabene tandus tanpa ada pohon penyangga lainnya? Pasti lucu. Ya kayak sesuatu yang habis dicukur gitu. Kecuali, tabebuya-nya udah langsung yang gede-gede. Jadi nggak keliatan lucu.
Padahal, jalan di Bojonegoro yang lain kan masih banyak yang belum ditanami pohon. Misal, jalan ke arah Dander, itu juga sepi pohon lho, pasca pembangunan jalan diperlebar. Lalu kenapa malah pohon di jalan Panglima Sudirman yang dipotong?
Jalan Panglima Sudirman merupakan jalan yang teduh dengan rerimbun pohon besar. Bagi para pengendara motor atau sepeda, mereka sangat nyaman karena dilindungi hijaunya dedaunan. Bukan malah dipapar hijaunya atribut tanpa klorofil yang tak bisa menyaring karbondioksida.
Bojonegoro itu sudah panas, pernah suatu ketika suhunya mencapai 44° derajat celcius. Untuk pengendara mobil yang ber-AC memang tidak menjadi masalah. Tapi kalau motor, apa tidak melocot kulitnya kena paparan matahari sepanas itu?
Kapan-kapan boleh dicoba deh naik motor melintasi jalanan (yang pohonnya digunduli) pada saat siang hari. Siapa tahu bisa buat latihan simulasi berada di Padang Mahsyar. Biar nanti gak kaget.