Ratusan warga memadati lapangan di Desa Ledok Kulon Bojonegoro. Lapangan yang berada di area bola voli itu memang sering dijadikan tempat pementasan. Tua, muda, pria, wanita berjubel menjadi satu. Mereka sudah tidak sabar untuk melihat pementasan kesenian Sandur.
Gelak tawa mulai terdengar ketika pertunjukkan dimulai. Ratusan orang yang berada di area lapangan voli Ledok Kulon larut dalam cerita yang dibawakan. Pertunjukkan Sandur yang diadakan untuk menggalang dana bagi korban bencana tersebut sukses menghibur para penonton.
Sandur sendiri merupakan kesenian rakyat asal Bojonegoro. Lebih tepatnya pertunjukkan seni peran. Dulunya, Sandur dihelat sebagai wujud syukur atas hasil panen yang berlimpah. Sempat dicekal oleh pemerintah karena dianggap berafiliasi dengan organisasi terlarang, Sandur kini mulai bangkit.
Berbeda dengan seni peran tradisional lainnya seperti Ludruk atau Ketoprak, Sandur punya ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah pakem peran yang dimainkan. Ada lima karakter utama dalam pementasan Sandur. Mereka adalah Pethak, Balong, Cawik, Wak Tangsil dan Germo.
Kelima sosok karakter tersebut punya karakter dan filosofi yang berbeda-beda. Seluruh karakter utama itu selalu hadir dalam tiap pementasan Sandur. Satu lagi yang menjadi pelengkap adalah Panjak yang berperan sebagai sekelompok orang yang bersorak-sorai untuk memeriahkan acara.
Hal unik lain yang menjadi ciri khas Sandur adalah arena pementasannya. Jika pentas lain diadakan di atas panggung, maka Sandur dilakukan di lapangan terbuka dengan panggung persegi layaknya arena tinju. Tiap sudut dihubungkan dengan tali yang dihiasi oleh berbagai jajanan pasar.
Selain itu ada pula dua bambu tinggi menjulang yang dihubungkan dengan tali di ujung atas. Bambu dengan tali tersebut digunakan sebagai tempat pertunjukkan kalonking yang jadi acara pamungkas dalam pertunjukkan Sandur.
Hal lain yang juga tak bisa dilepaskan dari seni Sandur adalah aura mistisnya. Dulu, ada semacam ritual magis khusus yang selalu ditampilkan dalam rangkaian acara. Namun, untuk sekarang ini hal semacam itu tak bisa ditemui lagi atau lebih tepatnya sudah jarang diperlihatkan dalam pertunjukkan Sandur.
Dalam sejarahnya, Sandur sempat dilarang oleh pemerintah karena dianggap punya hubungan dengan organisasi terlarang. Namun melalui perjuangan keras dari para pegiat kesenian di Bojonegoro, Sandur bisa dipentaskan lagi. Stigma buruk yang dulunya melekat pada kesenian ini pun perlahan menghilang.
Kini Sandur mulai sering dipentaskan di berbagai daerah di Bojonegoro. Sanggar Sayap Jendela dan berbagai kelompok teater sekolah di Bojonegoro punya peran penting dalam menghidupkan kesenian Sandur. Dengan segala keterbatasan, upaya untuk melestarikan kesenian Sandur ini akan terus dilanjutkan.