Kartini adalah representasi dari perempuan yang kuat dan tangguh. Sosoknya jadi inspirasi bagi banyak perempuan di Indonesia. Tak terkecuali para perempuan yang bertarung dalam gelanggang olahraga.
21 April diperingati sebagai hari Kartini. Sebagai sosok perempuan yang dianugerahi sebagai pahlawan nasional, Raden Ajeng Kartini jadi simbol kekuatan perempuan dan kesetaraan gender di Indonesia.
Diskriminasi gender memang kerap terjadi di Indonesia. Diskriminasi terjadi di berbagai bidang. Mulai dari pendidikan, pekerjaan, sosial, hingga olahraga.
Diskriminasi di bidang olahraga memang cukup kentara. Dalam beberapa aspek, perempuan dianggap inferior di bidang olahraga jika dibandingkan dengan laki-laki. Padahal, ada banyak contoh yang menunjukkan bahwa perempuan juga bisa bersinar di bidang olahraga.
Pada 1992 di Barcelona, Susi Susanti berhasil menyumbangkan emas pertama bagi Indonesia sepanjang sejarah keikutsertaan di Olimpiade. Pebulutangkis perempuan itu jadi pengukir sejarah olahraga di Indonesia.
Susi berhasil membuktikan bahwa perempuan juga punya andil besar dalam mengharumkan nama negara. Ia berjuang dan memberikan segenap kemampuannya untuk panji merah putih. Walaupun ada kenyataan pahit bahwa Susi Susanti saat itu belum sepenuhnya jadi warga negara Indonesia.
Jangan lupakan juga trio Srikandi pemanah Indonesia yang sukses menyumbangkan medali pertama bagi Indonesia di Olimpiade Seoul 1988. Trio yang terdiri dari Nurfitriyana Saiman, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani berhasil menyumbang medali perak di cabang panahan. Itu adalah medali pertama yang didapatkan oleh kontingen Indonesia di Olimpiade.
Susi Susanti, Trio Srikandi Panahan Indonesia, dan juga atlet berprestasi lainnya jadi inpirasi bagi para perempuan yang meniti karir di bidang olahraga. Contohnya adalah Enya Ebiarta Ariani.
Enya merupakan atlet Porprov Bojonegoro untuk cabor futsal putri. Siswi SMAN 3 Bojonegoro tersebut dipersiapkan untuk mengikuti ajang Porprov 2019 Jawa Timur di mana Bojonegoro jadi salah satu tuan rumah.
Kecintaan Enya terhadap dunia olahraga memang sudah tertanam sejak kecil. Ia menyukai olahraga sepakbola dan futsal. Kesempatan untuk mengembangkan bakatnya di cabor futsal datang pada saat SMA. Ia sering dipercaya untuk mewakili sekolahnya di berbagai turnamen futsal.
Kualitas yang ditunjukkannya itu membuat Enya dipanggil untuk menperkuat tim futsal putri Bojonegoro yang dipersiapkan untuk ajang Porprov 2019.
Namun, perjalanan Enya tak semudah yang dibayangkan. Ia kerap menerima ejekan dan direndahkan hanya karena gender. Olahraga futsal yang memang didominasi oleh laki-laki membuat para perempuan seperti Enya kerap dipandang sebelah mata.
“Saya sering dapat ejekan dan cibiran seperti “cewek kok futsal?”. Padahal, futsal bukan untuk laki-laki saja. Buktinya ada liga pro futsal Indonesia khusus untuk perempuan,” ungkap Enya kepada Jurnaba.co
Enya juga berharap agar perempuan yang aktif di dunia olahraga tetap percaya diri dan tidak takut dengan ejekan maupun cibiran. Ia berpegang teguh bahwa emansipasi sudah ditegakkan lewat RA Kartini.
“Bagi perempuan di luar sana yang takut ikut olahraga karena diejek atau direndahkan, semoga hatinya tergugah untuk tidak takut lagi. RA Kartini sudah menegakkan emansipasi perempuan. Masak kita tidak mau memanfaatkan hal itu?” tambah siswi kelas XII tersebut.
Semangat Kartini di bidang olahraga memang sangat terasa. Susi Susanti dan juga atlet perempuan lainnya di Indonesia jadi representasi nyata dari semangat sosok Kartini di gelanggang olahraga.
Seperti kata Enya tadi Nabs, bagi para perempuan, jangan ragu atau takut untuk ikut bergabung di sebuah cabang olahraga. Jangan sia-siakan usaha RA Kartini yang telah memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia. Selamat Hari Kartini, Nabsky~