Bunga Bangkai mengajarkan pada kita tentang yang patut dan tak patut dikenang di hari ulang tahun Thomas Stamford Raffles.
Bunga Bangkai atau Bunga Rafflesia memang tak ditemukan pertamakali oleh Thomas Stamford Raffles. Namun, nama Raffles justru dilekatkan dengan nama bunga tersebut.
Nabs, orang pertama yang menemukan bunga Rafflesia merupakan seorang ilmuwan asal Perancis: Louis Auguste Deschamps. Si ilmuan ini, bahkan meneliti selama 11 tahun lho di Indonesia.
Kala itu, Deschamps menemukan bunga yang kelak bernama Rafflesia itu pada 1797. Sialnya, pada 1803, semua spesimen, catatan, dan ilustrasi dari penelitian selama 11 tahun itu, disita dan dijadikan rampasan perang. Nah, pada 1954, dunia ilmiah baru mengetahui bahwa Deschamps lah orang pertama yang menemukan bunga Rafflesia.
Sementara itu, Thomas Stamford Raffles memang bukan penemu pertama. Namun, dia menemukan Rafflesia jenis lain yang saat ini dikenal dengan Rafflesia Arnoldii. Jadi, antara Thomas Raffles dan pak Deschamps ini beda cerita.
Raffles menemukan Bunga Bangkai saat jalan-jalan di Bengkulu, pada 20 Mei 1818. Saat menemukannya, dia tidak sendirian. Tapi bersama sahabatnya yang seorang ilmuan bernama Joseph Arnold.
Sebelum penemuan itu dipublikasikan, Arnold meninggal saat berada di Bengkulu, karena penyakit malaria. Sehingga, baru pada 1821, tanaman baru itu dipublikasikan pada the Transaction of the Linnean Society.
Karena itu, Nabsky, nama bunga tersebut adalah gabungan dari keduanya: Raffles sebagi nama genus dan Arnoldii sebagai nama spesies. Jadinya, ya yang kayak kita ketahui sekarang: Rafflesia Arnoldii.
Rafflesia Arnoldii atau padma raksasa merupakan satu di antara bunga langka berukuran besar dengan ukuran diameter sekitar satu meter.
Bunga raksasa ini, memiliki ciri khas berupa kelopak daun berwarna merah dan terdapat sebuah lubang di tengahnya yang mengeluarkan bau hehe… kayak kentut.
Nabs, ngomong-ngomong soal Bunga Rafflesia, sudah kenal sama Thomas Stamford Raffles belum? Pria yang lahir hari ini 238 tahun lalu (6 Juli 1781) dan meninggal pada 5 Juli 1826 tersebut, adalah sosok penjajah yang, lumayan baik hati.
Yang namanya penjajah sih tetap penjajah ya, Nabs. Tapi, Pak Raffles (Inggris) dulu pernah bikin kebijakan yang cukup baik — dibanding penjajah sebelumnya: Herman Daendels (Belanda) — terkait pribumi dan masyarakat yang terjajah.
Kehadiran Thomas Stamford Raffles di Indonesia, merupakan babak baru setelah masa pemerintahan Daendels yang teramat kejam. Raffless yang menjadi letnan gubernur Hindia Belanda pada 1811 hingga 1816, sempat mengupayakan banyak perubahan.
Ada sejumlah kebijakan populis yang diubah Raffles kala itu. Yang paling terkenal dan selalu diingat, tentu saja, penghapusan sistem tanam paksa dan perdagangan budak. Selain itu, dia juga menghapus pajak bumi dan sistem penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang sebelumnya diterapkan VOC.
Bahkan, Pak Raffles juga memberi kebebasan pada rakyat untuk menentukan tanaman yang ditanam. Sedang pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan.
Nabs, kebijakan-kebijakan itu, disebabkan negara Inggris yang lebih maju ketimbang Belanda dalam bidang pengetahuan, ekonomi, maupun industri. Makanya, sama-sama dijajah, sebenarnya lebih enak dijajah Inggris daripada Belanda sih, Nabs. Hehe
Belanda terlampau mengukur politik kolonialnya dengan indikator keadaan ekonomi di negeri Belanda sendiri. Karena Belanda masih bersifat agraris, fokus jajahannya pun juga dikutatkan pada tanam paksa dan pajak tanah — sebuah sistem penjajahan yang tak berorientasi pada kemajuan blas.
Tapi, yang namanya dijajah, tetap saja nggak enak lho ya. Maksud saya, sama-sama dijajah, mbok ya sistem jajahannya itu yang berorientasi pada kemajuan. Setidaknya, dengan dijajah Inggris, kita bisa pakai bahasa Inggris dengan lancar dan grammerly lah. Masak dijajah Belanda sampai 350 tahun, nggak ada yang bisa pakai Bahasa Belanda. Eh
Selain membikin kebijakan yang pro inlander, sewaktu Raffles menjabat sebagai penguasa Hindia Belanda, dia juga banyak melakukan giat kerja berbasis penelitian ilmiah. Wow, bukankah ini keren?
Ya, Pak Raffles menyelidiki dan meneliti flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan hingga meneliti Sastra Jawa beserta banyak perkara lainnya.
Tidak hanya itu, demi meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang mengilhami pencarian Raffles akan Candi Borobudur, dia pun, kemudian, belajar sendiri Bahasa Melayu. Hehe
Nabs, Hasil penelitian Raffles di pulau Jawa, ditulis jadi sebuah buku berjudul: History of Java. Sebuah buku mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh dua orang asistennya yaitu: James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.
Nabs, penjajah memang buruk. Berbau busuk. Serupa bau bangkai. Tapi, kebijakan-kebijakan yang pernah diambil Raffles, setidaknya lumayan baik, di tengah banyak buruknya penjajahan.
Bunga bangkai yang namanya lekat dengan Raffles juga demikian. Baunya busuk. Tidak menyenangkan. Tapi, setidaknya patut dibanggakan. Karena ia menjadi bunga resmi negara Indonesia.
Memang, Bunga Bangkai atau Bunga Rafflesia Arnodii mengajarkan pada kita tentang yang patut dan tak patut dikenang di hari ulang tahun Thomas Stamford Raffles.