Didapatnya prestasi, harus memicu Pemkab untuk lebih percaya diri dalam mendengar, belajar, dan mencoba hal-hal baru. Bukan sebaliknya, kian pendiam dan pemalu.
Bojonegoro dinilai berhasil terapkan dimensi smart city dan meraih gelar Best of Smart Society 2019 dalam ajang Exhibition, Evaluation & Presidential Lecture Gerakan Menuju 100 Smart City 2019 di Jakarta (4-6/11/2019) kemarin.
Prestasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI tersebut, diharap menjadi bahan bakar untuk membikin kian seriusnya pemerintah daerah ngopeni dan ngayomi inovasi.
Nabs, Exhibition, Evaluation & Presidential Lecture Gerakan Menuju 100 Smart City 2019 diikuti 75 kabupaten/kota di Indonesia. Daerah itu menjadi bagian dalam gerakan menuju 100 smart city Indonesia. Sedang tahun 2019 ini, ada 25 daerah lagi yang terpilih. Sehingga totalnya 100 daerah.
Dari jumlah daerah yang mengikuti Exhibition, Evaluation & Presidential Lecture Gerakan Menuju 100 Smart City 2019, hanya diambil 7 best kategori. Yakni; 6 dimensi Smart Society dan satu booth terbaik.
Dimensi 6 dimensi Smart City, kata Kusnandaka, antara lain adalah Smart Government, Smart Economy, Smart Living, Smart Environment, Smart Branding dan Smart Society.
“Untuk Smart Society, Bojonegoro menjadi terbaik di seluruh Indonesia,” kata Kepala Dinkominfo Bojonegoro, Kusnandaka Tjatur.
Dimensi Smart Society yang diangkat Bojonegoro, adalah program kemitraan terjalin antara beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) dengan komunitas yang ada. Yakni melalui temu meja secara langsung.
Sedang implementasi dimensi Smart Society tersebut, kata Kusnandaka, melalui sejumlah wadah: Car Free Day, Music Parking, Citizen Mitra Malowopati, Bojonegoro Creative Hub sebagai pusat kreativitas milenial (anak muda) hingga Sambang Desa.
Nabs, dalam Exhibition, Evaluation & Presidential Lecture Gerakan Menuju 100 Smart City 2019, Pemkab Bojonegoro mengajak sejumlah komunitas di Bojonegoro untuk ikut andil. Antara lain: Komunitas Sangrupa, Pokja Kebudayaan Bojonegoro, hingga sejumlah pelaku ekonomi kreatif di Bojonegoro.
“Society ini jika dimaksimalkan, saya optimistis mampu dorong dimensi Smart City lainnya,” kata Kusnandaka.
Dampak bagi Bojonegoro
Nabs, kita tahu, prestasi serupa pujian. Kadang ia memicu penerimanya menjadi sosok yang gelap mata karena terlampau menikmati suasana. Karena itu, pasca mendapat prestasi, pemerintah wajib terpicu untuk kerja lebih giat lagi.
Dengan mendapat prestasi secara nasional, tentu tidak lucu jika setelah ini, Pemkab Bojonegoro hanya mengglorifikasi prestasi terus-terusan tapi tak melakukan apa-apa. Justru, Pemkab harus lebih berani dalam hal berinovasi, mendengar ide dari anak muda, dan, mau berubah ke arah yang lebih baik.
Tujuannya, agar prestasi tak mandeg begitu saja. Tapi ada gebrakan pasca prestasi yang mampu memberi ruang munculnya bermacam inovasi. Sebab, kehadiran prestasi harus mampu memicu dampak positif. Bukan malah kontra produktif.
Didapatnya prestasi Nasional, sudah sepatutnya membikin masyarakat Bojonegoro, khususnya para pejabatnya, untuk lebih percaya diri dalam mendengar, belajar, dan mencoba hal-hal baru. Bukan sebaliknya, kian pendiam dan pemalu.