Tema di atas, sangat menarik untuk kita dalami. Coba kita bayangkan, bila setiap pendidik menghayatinya saat menyelenggarakan pembelajaran. Tentu, ia akan penuh dalam dedikasi untuk mengabdikan diri yang didasari oleh cinta.
Ia tidak puas, apabila hanya menyelesaikan materi buku ajar yang kering dari penghayatan dan penguasaan. Terlebih, sekadar menggugurkan kewajiban yang ending-nya mendapatkan uang dari jumlah jam pembelajaran yang telah diselesaikan.
Lembaga pendidikan manapun, tidak ada yang menginginkan hadirnya pendidik seperti itu. Melainkan pendidik yang memiliki pengabdian total, penuh dengan cinta, serta menghayati dan menyadari, bila status pendidik yang dia sandang adalah panggilan jiwa. Bukan pekerjaan semata-mata.
Bila pendidik menyadari hal itu, tentu proses untuk membangun karakter anak yang baik bukanlah pekerjaan sulit. Karena, pendidik sadar bila tanggung jawab pembelajaran yang dilakukan dengan cinta memunculkan inovasi pembelajaran.
Tetapi, mengapa pendidik “seakan-akan tertidur” dengan berbagai tunjangan. Ia lalai, bila predikatnya adalah “pahlawan” yang menggiring alur transformasi ilmu kepada peserta didik.
Ia juga kurang memahami, bahwa mengabdikan diri dengan penuh cinta kepada peserta didik adalah senjata ampuh untuk menanamkan karakternya.
Apalagi, di tengah minimnya perhatian orang tua yang sibuk dengan pekerjaan, tentu anak akan terayomi dan terjaga kestabilan emosionalnya oleh sebab, peserta didik mendapat perhatian penuh cinta selama di lembaga pendidikan.
Wujud perhatian cinta pendidik kepada peserta didik memiliki harapan, kelas setelah dewasa nanti, anak menjadi mandiri mengembangkan diri tanpa menjadi benalu atas kebesaran bayang-bayang keluarga.
Kemudian secara sosiologis, akan menanamkan konsep hidup kolektif, bukan tentang apa yang kita dapatkan, tetapi apa yang bisa kita berikan kepada sesama pastilah terwujud.
Selain itu, mengabdi dengan cinta tidak akan hanya melahirkan pendidik yang memiliki sikap amanah. Tetapi juga akan menjauhkan pendidik dari sifat menyia-nyiakan waktu dan tanggung jawab terhadap yang telah diembankan walau tanpa pengawasan.
Bahkan secara psikologis, mengabdi dengan cinta akan menjadikan pendidik lebih memahami dan memperlakukan anak didiknya sesuai dengan kadar intelektual dan kesiapan psikis belajar anak.
Di sinilah kemudian akan lahir keterampilan pendidik dalam menciptakan metode pembelajaran yang lebih bervariatif, efektif dan sesuai dengan materi pembelajaran. Karena, selain peka terhadap lingkungan pendidikan, pendidik tahu bagaimana membawa peserta didik fun selama pembelajaran.
Manfaat lain bila pendidik tulus mengabdi, tentu akan menjadikannya tidak pernah gundah gulana. Sebab, yang ada hanyalah memberikan yang terbaik dalam rangka mendedikasikan diri. Sehingga, melahirkan sosok manusia yang kontributif disetiap aspek kehidupan sosial bermasyarakat.
Akhirnya, jika pendidik berprilaku seperti itu, tentu akan profesionalitasnya akan tercipta. Produktifitas dalam karya akanlah nyata dalam keseharian. Dan yang terpenting, membuat dirinya sehat jasmani dan ruhani. Itu karena, ia bekerja sesuai niat agar peserta didik mendapatkan hasil yang maksimal, guna mewujudkan kemajuan dan peradabannya yang lebih baik.
*Penulis adalah Dosen PAI Fakultas Tarbiyah Unugiri.