Beberapa tahun terakhir, masyarakat sangat antusias membicarakan streetwear. Tua-muda atau pria-wanita bahkan orang awam pun gencar ngobrol soal streetwear. Termasuk masyarakat Bojonegoro.
Tidak heran popularitas streetwear menanjak cepat. Jika berbicara streetwear, tidak sahih jika tidak nyenggol clothing brand. Banyak sekali brand yang muncul beberapa tahun belakangan ini.
Hampir seluruh muda-mudi — baik di skena musik maupun extreme sport seperti skateboard atau BMX — sudah tidak asing lagi dengan yang namanya brand dan clothing.
Nabs, bagaimana nih perkembangan streetwear di Bojonegoro? Berikut wawancara ekslusif Jurnaba.co bersama Patrick Kristiandi, pemilik PRS Shop House Bojonegoro.
Jurnaba : Kenapa harus memilih usaha streetwear, padahal banyak usaha konvensional lain yang menjanjikan? Boleh cerita sedikit dong tentang bagaimana perjuanganmu di bisnis streetwear?
Dari sejak SMA, sudah suka dengan brand luar seperti Macbeth, DC, Vans, dan lain-lain. Terus pas sudah kuliah, mulai tertarik untuk bikin usaha streetwear. Dulunya jualan barang second dan kulakan di Tugu Pahlawan Surabaya. Dan alhamdulillah juga lancar.
Setelah lulus kuliah bingung mau kerja apa, karena waktu itu memang mencari pekerjaan sulit, harus nyogok sana-sini, dan harus punya keahlian yang mumpuni.
Dari situ, saya mulai memberanikan diri untuk jualan yang serius. Waktu itu memang belum punya modal, sampai akhirnya ngutang teman yang kerja di batubara Kalimantan. Dengan modal pinjaman Rp 5 juta, aku berangkat untuk memulai usaha streetwear. Rp 1,5 juta untuk beli terop, Rp 3,5 juta untuk kulakan barang. Tahun 2013 PRS mulai dibuka.
Dengan dana segitu, saya cuma bisa beli grosiran barang KW. Streetwear surfing-surfing gitu. Alhamdulillah itu juga jalan sih.. tapi ada pro dan kontranya. Dalam arti banyak masyarakat yang tidak suka dengan brand KW.
Tapi aku tidak terlalu memperdulikan itu, karena aku berusaha jualan, balik modal dan nantinya bisa kulakan brand original. Dan Alhamdulillah di toko saya sekarang sudah jualan 100% brand original semua.
Dulu kuliah jurusan apa sih? Terus kira-kira dengan usahamu yang sekarang ada kesinambungan nggak?
Kuliah dulu jurusan teknologi pendidikan Universitas Surabaya. Semacam ahli media gitu sih. Sebenarnya dunia perkuliahan dengan usahaku yang sekarang tidak saling sinkron. Karena memang pas saya kuliah, hanya berniat belajar menghadapi orang.
Bagaimana aku bisa bertemu banyak orang, bertata krama, menjalin relasi dengan banyak orang diluar Bojonegoro.
Tapi ada untungnya juga sih, karena memang saya banyak bisa menguasai media sosial dari situ. Apalagi dalam industri 4.0 ini kan dituntut untuk melek teknologi. Paling tidak ini dapat membantu bagaimana mendistribusikan produk melalui online.
Untuk pemasaran sekarang lebih kuat di online atau offline?
Kalau PRS sendiri lebih fokus di offline. Karena permintaan pasar offline sudah kewalahan. Sekarang kiriman barang di toko banyak banget, muternya juga cepat banget. Saking banyaknya konsumen yang datang.
Sebenarnya, online juga lumayan. Tapi karena saya suka dengan konsumen yang beli langsung datang ke toko, dan memilih barang yang mereka suka, makanya aku lebih utamakan yang offline. Walau tidak memungkiri, nantinya juga akan melebar di online. Pastinya menambah stok barang yang sudah bener-bener cukup di keduanya.
Berapa sih omzet PRS setiap bulannya, dari mulai awal usaha sampai sesukses ini?
Dulu awal-awal penjualan PRS setiap harinya laku 3 sampai 4 kaos. Dengan harga jual Rp 70 ribu. Kalau sekarang, karena harga kaos sudah mencapai Rp 100 ribu ke atas, omset pun ikut naik. Tidak hanya itu, di PRS juga banyak pilihan seperti jaket, topi, celana dan lain-lain yang ikut menambah omset.
Kalau sekarang ditotal bisa sampai omset ratusan juta perbulan. Eh tapi itu semua juga perputarannya cepat sekali lo. Jadi dapat uang langsung kulakan barang lagi.
Ada Streetwear import yang dijual di PRS?
PRS pernah jadi official store untuk brand Dickies. Itu pas lagi rame-ramenya di Indonesia. Terus ada Rumble, Thrasher juga pernah, tapi tidak official karena memang di Indonesia sendiri masih susah cari barangnya.
Streetwear yang diminati sama konsumen Bojonegoro itu seperti apa sih?
Sebenarnya untuk tahu yang mereka minati itu gampang. Setiap anak muda pasti suka publik figur atau influencer yang mereka suka. Contohnya Band Pee Wee Gaskins, yang para fansnya dar sekisari usia 18-23 tahun. Nah biasanya para fans kebanyakan mengikuti tren sang idola mereka, termasuk yang di Bojonegoro.
Makanya setiap personil Pee Wee Gaskins sekarang mempunyai Brand Clothing masing-masing. Dochi Sadega misalnya, dia membuat brand Sunday-Sunday Co. Dari pengaruh mereka saya bisa melihat peluang permintaan konsumen. Dan memang nyatanya laris manis.
Ada juga yang baru-baru ini konsumen nanyain brand Atta Halilintar. Ya gara-gara harganya mahal banget saya masih mikir untuk mengambil barang brand AH. Soalnya konsumen di Bojonegoro dengan harga Rp 300 ribu masih sulit ngangkat. Jadi ya harus update dong tentang tren influencer anak muda sekarang.
Untuk jaringan bisnis PRS sendiri nih sudah dikenal sampai mana aja?
PRS sudah mempunyai jaringan seluruh Indonesia. Terutama di kota-kota besar. Dan tentunya, dengan brand besar mereka. Mereka sudah sangat percaya dengan PRS. Sekarang ya sharingnya enak, kiriman stok barang juga nggak bingung. Barang tidak harus bayar dulu puluhan juta gitu, mereka sudah berani kasih karena memang sudah percaya dengan PRS.
Kasih pesan dong untuk teman-teman yang ingin bergelut di Bidang bisnis.
Mengawali usaha itu jangan gampang patah semangat. Terus hati-hati dengan apa yang kamu lakukan. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Dalam diri sendiri, aku menanamkan jangan bermasalah dengan orang. Intinya, usaha itu memegang kuat kepercayaan.